Suara.com - Pemerintah Inggris berkomitmen memperketat aturan media sosial untuk melindungi anak-anak dari paparan konten berbahaya. Menteri Teknologi, Peter Kyle, menegaskan bahwa perusahaan media sosial yang gagal menjaga keselamatan anak-anak akan menghadapi sanksi berat, termasuk denda besar hingga ancaman hukuman penjara bagi para eksekutifnya.
Berbicara kepada Sky News, Kyle menekankan pentingnya verifikasi usia yang "sangat ketat" untuk memastikan anak-anak tidak mengakses konten dewasa. Langkah ini akan menjadi bagian dari penerapan Online Safety Act yang disahkan pada Oktober 2023 dan kini mulai diterapkan secara bertahap.
Regulator komunikasi Inggris, Ofcom, akan mengumumkan persyaratan baru pada Januari mendatang, yang mencakup perlindungan anak dari berbagai jenis konten berbahaya seperti perundungan, kekerasan, dan aksi berbahaya. Aplikasi untuk pengguna dewasa juga diwajibkan menerapkan verifikasi usia yang lebih ketat, seperti menggunakan kartu identitas atau kartu kredit.
Kyle mengatakan, “Jika mereka mengizinkan anak-anak di bawah usia yang diperbolehkan untuk mengakses konten, mereka akan menghadapi denda besar, dan dalam beberapa kasus, hukuman penjara.”
Ia menambahkan bahwa aturan ini bukan hanya sekadar wacana, tetapi akan ditegakkan secara tegas.
"Saat ini, saya memahami bahwa orang tua merasa anak-anak mereka tidak aman saat online, karena sering kali memang begitu," ujarnya.
Meski mengapresiasi inovasi yang diciptakan perusahaan teknologi, Kyle mengkritik kurangnya penelitian tentang dampak produk mereka terhadap anak-anak.
“Jika saya memproduksi sesuatu yang akan digunakan secara luas oleh masyarakat, termasuk anak-anak usia lima tahun, saya ingin memastikan itu tidak berdampak negatif pada mereka,” tegasnya.
Data dari Ofcom menunjukkan bahwa hampir seperempat anak usia lima hingga tujuh tahun di Inggris sudah memiliki ponsel sendiri, dan lebih dari 90% anak usia 11 tahun memiliki ponsel. Banyak dari mereka menggunakan layanan perpesanan seperti WhatsApp, meski batas usia minimum adalah 13 tahun.
Baca Juga: Ucapan Hari Ibu Anies Dibandingkan dengan Jokowi, Campur Tangan AI Jadi Sorotan
Sementara itu, Australia telah melarang anak di bawah usia 16 tahun menggunakan sebagian besar platform media sosial. Namun, Kyle mengatakan bahwa Inggris belum memiliki rencana serupa. Dalam diskusi dengan kelompok remaja, banyak yang menolak larangan tersebut, dengan alasan media sosial juga memiliki manfaat untuk pembelajaran dan membangun komunitas online.
Sebagai langkah lanjutan, Kyle telah memesan penelitian baru untuk mengevaluasi dampak media sosial terhadap kesehatan mental anak-anak, yang hasilnya akan diumumkan musim panas mendatang.
Lee Fernandes, seorang psikoterapis spesialis kecanduan, mengungkapkan bahwa dalam lima tahun terakhir, ia semakin banyak menangani kecanduan teknologi pada anak muda.
“Ini bukan sekadar menggulir layar tanpa tujuan. Anak-anak terbiasa mendapatkan dopamine hits dari penggunaan ponsel, yang kemudian membentuk pola kecanduan,” jelasnya.
Seiring meningkatnya tekanan terhadap platform media sosial untuk bertanggung jawab, perusahaan-perusahaan teknologi mulai mengembangkan sistem AI untuk mendeteksi anak-anak di bawah umur yang berpura-pura menjadi dewasa. Langkah ini diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih baik bagi generasi muda dari dampak negatif dunia digital.
Berita Terkait
-
Ucapan Hari Ibu Anies Dibandingkan dengan Jokowi, Campur Tangan AI Jadi Sorotan
-
Cara Pakai Meta AI Buat Stiker di WhatsApp, Biar Obrolan Makin Seru!
-
Paras Muda Ibu Wulan Guritno Bikin Syok, Disebut Plek Ketiplek Mantan Istri Raja Inggris
-
Pemerintah RI Akan Pakai AI di 5 Sektor, Dari Layanan Kesehatan hingga Keamanan Pangan
-
Pemerintah RI Akan Pakai AI di 5 Sektor, Dari Layanan Kesehatan hingga Keamanan Pangan
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
Istana Tanggapi Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di Media Sosial: Presiden Aja Ikut Macet-macetan!
-
Emil Audero Jadi Kunci! Cremonese Bidik Jungkalkan Parma di Kandang
-
DPR Usul Ada Tax Amnesty Lagi, Menkeu Purbaya Tolak Mentah-mentah: Insentif Orang Ngibul!
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
Terkini
-
Ganggu Masyarakat, Kakorlantas Bekukan Penggunaan Sirene "Tot-tot Wuk-wuk"
-
Angin Segar APBN 2026, Apkasi Lega TKD Bertambah Meski Belum Ideal
-
Digerebek Satpol PP Diduga Sarang Prostitusi, Indekos di Jakbar Bak Hotel: 3 Lantai Diisi 20 Kamar!
-
Usai Siswa Keracunan Massal, DPR Temukan Ribuan SPPG Fiktif: Program MBG Prabowo Memang Bermasalah?
-
RUU Perampasan Aset Mesti Dibahas Hati-hati, Pakar: Jangan untuk Menakut-nakuti Rakyat!
-
Ucapan Rampok Uang Negara Diusut BK, Nasib Wahyudin Moridu Ditentukan Senin Depan!
-
Survei: Mayoritas Ojol di Jabodetabek Pilih Potongan 20 Persen Asal Orderan Banyak!
-
Sambut Putusan MK, Kubu Mariyo: Kemenangan Ini Milik Seluruh Rakyat Papua!
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru