Suara.com - Perang yang berlangsung di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 kini tercatat sebagai konflik paling mematikan bagi jurnalis dalam sejarah modern.
Menurut laporan terbaru dari Watson Institute for International and Public Affairs, sebuah lembaga pemikir berbasis di Amerika Serikat, jumlah jurnalis yang tewas di Gaza telah melampaui total korban jurnalis dalam gabungan Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Vietnam, Perang Saudara Amerika, perang di Yugoslavia, dan intervensi militer AS di Afghanistan.
Hingga 1 April 2025, sebanyak 232 jurnalis telah terbunuh dalam serangan militer Israel di Gaza, yang berarti rata-rata 13 jurnalis tewas setiap minggunya. Jumlah itu terus bertambah.
Sejak laporan dirilis, dua jurnalis tambahan telah kehilangan nyawa yakni Yousef al-Faqawi, reporter dari stasiun TV Palestine Today, dan Islam Maqdad, jurnalis perempuan yang tewas bersama suami dan anaknya.
Serangan terbaru Israel yang menyasar tenda-tenda jurnalis di luar Rumah Sakit Al Nassr di Khan Younis dan Rumah Sakit Martir Al Aqsa di Deir al-Balah juga menewaskan sedikitnya dua orang dan melukai sembilan lainnya, termasuk enam jurnalis.
Sebuah rekaman video yang beredar luas menunjukkan seorang jurnalis bernama Ahmed Mansour dari Palestine Today terbakar hidup-hidup akibat serangan tersebut. Ia masih dirawat intensif dengan luka bakar serius.
“Ahmed terbakar oleh rudal Israel dan masih dalam perawatan intensif,” kata Wael Abo Omar, rekan sesama jurnalis di Gaza.
Mahmoud Bassam, jurnalis foto yang bermukim di Gaza, menyebut bahwa Mansour “membutuhkan keajaiban” untuk dapat pulih.
Secara keseluruhan, 15 orang lainnya tewas dalam serangan terpisah di wilayah yang sama pada hari yang sama, menurut laporan dari rumah sakit setempat.
Militer Israel mengklaim bahwa serangan mereka ditujukan kepada militan Hamas dan menyatakan berusaha menghindari korban sipil.
Baca Juga: Prabowo Undang Najwa Shihab dan 6 Pemred, Ada Apa?
Mereka menuduh Hamas menggunakan rumah sakit dan infrastruktur sipil untuk tujuan militer, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh staf medis di lapangan.
Laporan dari Watson Institute menekankan bahwa sebagian besar jurnalis yang terbunuh adalah wartawan lokal, yang menghadapi risiko besar tanpa perlindungan memadai.
Lembaga tersebut memperingatkan bahwa eskalasi kekerasan terhadap jurnalis akan mengakibatkan kerusakan serius terhadap liputan berita dan menciptakan kondisi yang disebut sebagai kuburan informasi.
“Wartawan lokal berdiri sendirian menghadapi kekerasan luar biasa. Ini bukan hanya krisis kemanusiaan, tapi juga krisis informasi,” tegas laporan tersebut.
Sementara itu, militer Israel mengubah pernyataan resminya terkait insiden penembakan yang menewaskan 15 petugas darurat di dekat kota Rafah, Gaza selatan, pada 23 Maret lalu.
Dalam klarifikasi terbaru yang dirilis Sabtu malam, militer menyatakan masih menyelidiki insiden tersebut, termasuk bukti video yang memperlihatkan bahwa kendaraan korban diberi tanda jelas dan menggunakan lampu saat ditembak.
Insiden memilukan ini terjadi saat para petugas dari Bulan Sabit Merah Palestina, layanan Darurat Sipil, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merespons laporan korban luka akibat serangan udara Israel.
Para korban ditemukan seminggu kemudian dalam kuburan dangkal oleh tim PBB dan Bulan Sabit Merah Palestina. Seorang korban lainnya masih dinyatakan hilang.
Awalnya, militer Israel mengklaim telah menembaki kendaraan mencurigakan yang mendekat tanpa lampu atau tanda, dan menewaskan sembilan militan Hamas dan Jihad Islam yang disebut berada dalam kendaraan Bulan Sabit Merah.
Namun, video dari ponsel salah satu korban yang dirilis oleh Bulan Sabit Merah memperlihatkan sebaliknya, para petugas memakai seragam, dan kendaraan mereka termasuk ambulans dan truk pemadam bertanda jelas serta lampunya menyala.
Satu-satunya korban selamat, paramedis Munther Abed, mendukung isi video tersebut. Ia mengungkap bahwa pasukan Israel melepaskan tembakan secara langsung ke kendaraan darurat yang telah diberi tanda.
Dalam jumpa pers, seorang pejabat militer Israel menyatakan bahwa laporan awal dari pasukan di lapangan kemungkinan keliru.
“Yang kami pahami saat ini adalah orang yang memberikan keterangan awal itu keliru. Kami mencoba memahami alasannya,” ujarnya.
Media Israel melaporkan bahwa enam dari 15 korban diidentifikasi sebagai militan, namun militer belum memberikan bukti atau rincian lebih lanjut atas klaim tersebut.
Pihak militer hanya menyebutkan adanya pengakuan dari seorang tahanan yang mengaku sebagai anggota Hamas.
PBB dan Bulan Sabit Merah Palestina mendesak adanya penyelidikan independen.
Mereka menyatakan bahwa informasi yang tersedia menunjukkan tim penyelamat ditembak satu per satu selama beberapa jam saat berusaha mencari rekan mereka yang hilang.
“Kami membutuhkan keadilan bagi para korban dan kami perlu memastikan bahwa semua pihak yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban,” ujar juru bicara Bulan Sabit Merah Palestina, Nebal Farsakh.
Militer Israel menyebut serangan dimulai sekitar pukul 4 pagi, ketika pasukan menembaki kendaraan yang membawa dua anggota Hamas, dan kembali melepaskan tembakan sekitar pukul 6 pagi terhadap sekelompok kendaraan yang mereka nilai mencurigakan berdasarkan pengawasan udara.
Menanggapi dugaan bahwa pasukan Israel memborgol dan mengeksekusi paramedis dari jarak dekat, pejabat militer membantah.
“Itu bukan dari dekat. Mereka melepaskan tembakan dari jauh… Tidak ada penganiayaan terhadap orang-orang di sana.” katanya.
Pejabat itu juga mengatakan bahwa jenazah korban awalnya ditutupi dengan jaring kamuflase dan kemudian dikubur dengan pasir karena PBB tidak segera mengambilnya.
Namun, PBB membantah akses diberikan dengan segera, mereka menyatakan bahwa akses ke lokasi ditolak selama beberapa hari oleh Israel.
Jenazah akhirnya ditemukan di samping kendaraan mereka yang hancur, termasuk ambulans, truk pemadam kebakaran, dan mobil PBB, yang seluruhnya diberi tanda jelas.
Berita Terkait
-
Prabowo Undang Najwa Shihab dan 6 Pemred, Ada Apa?
-
Komnas Perempuan Desak Aparat Hukum Identifikasi Kasus Femisida
-
Viral! Ajudan Kapolri Kasar pada Jurnalis di Semarang: Kalian Pers, Saya Tempeleng Satu-Satu!
-
Jurnalis Belanda Bandingkan Liputan Sepak Bola di Indonesia dan Eropa: Luar Biasa deh Pokoknya
-
Titik Nadir Gaza? UNRWA: Tak Ada Lagi Harapan, Pasokan Kemanusiaan Kritis
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
-
4 Tablet RAM 8 GB dengan Slot SIM Card Termurah untuk Penunjang Produktivitas Pekerja Mobile
-
3 Fakta Perih Usai Timnas Indonesia U-22 Gagal Total di SEA Games 2025
-
CERPEN: Catatan Krisis Demokrasi Negeri Konoha di Meja Kantin
Terkini
-
Terkuak! Motor Anggota Polri Nunggak Cicilan Jadi Pemicu Pengeroyokan Maut 2 Matel di Kalibata
-
Ratusan Rumah Luluh Lantak, Pemkab Agam Membutuhkan 525 Huntara Bagi Korban Banjir
-
Wagub Sumut Apresiasi Bantuan Korban Banjir dan Longsor dari Pemprov Bengkulu
-
Sidang Etik 6 Anggota Yanma Pengeroyok Matel di Kalibata Digelar Pekan Depan, Bakal Dipecat?
-
Menanti Status Bencana Nasional Sumatera sampai Warga Ingin Ajukan Gugatan
-
BGN Optimis, Program Makan Bergizi Gratis Mampu Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi hingga 8 Persen
-
BGN Minta SPPG Tidak Lagi Menggunakan Makanan Buatan Pabrik Pada Program MBG
-
Tak Hanya Ciptakan Lapangan Kerja, Waka BGN Sebut Program MBG Jalan Tol Pengentasan Kemiskinan
-
6 Anggota Yanma Mabes Polri Jadi Tersangka Kasus Tewasnya 2 Debt Collector, Ini Identitasnya
-
Dari OTT ke Jejak Dana Gelap Pilkada: Seberapa Mahal Biaya Kampanye Calon Kepala Daerah?