Transformasi lahan bekas tambang menjadi pusat energi surya juga dapat menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar. GEM memperkirakan bahwa pengembangan PLTS di area-area tersebut secara global bisa menciptakan sekitar 317.500 pekerjaan konstruksi dan 259.700 pekerjaan permanen.
Angka ini lebih besar dari jumlah pekerjaan yang diprediksi hilang dari sektor batu bara secara global hingga 2035.
Di Indonesia sendiri, laporan Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebut bahwa pengembangan energi surya berskala besar bisa menyerap sekitar 30–40 pekerjaan per MW selama masa konstruksi, dan 2–3 pekerjaan permanen per MW saat operasional.
Maka, dari potensi 59,45 GW, diperkirakan bisa tercipta lebih dari 170.000 lapangan kerja baru, yang sekaligus menjadi solusi atas pengurangan tenaga kerja di industri batu bara.
Tantangan dan Rekomendasi
Meski potensinya sangat besar, masih terdapat sejumlah tantangan mendasar dalam pemanfaatan lahan bekas tambang untuk energi surya, antara lain:
- Belum adanya regulasi khusus yang mengintegrasikan reklamasi tambang dengan pengembangan energi terbarukan.
- Hambatan perizinan, termasuk tumpang tindih kepemilikan lahan dan persoalan tata ruang.
- Kurangnya insentif finansial dan kemudahan akses pendanaan untuk proyek PLTS skala besar di lokasi eks-tambang.
- Minimnya keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pembangunan proyek.
GEM menyarankan agar pemerintah Indonesia menyusun kerangka kebijakan yang mengutamakan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) di lahan eks-tambang, serta memastikan adanya mekanisme transisi adil (just transition) bagi pekerja tambang dan komunitas di sekitarnya.
Lahan bekas tambang bukan hanya simbol masa lalu penuh eksploitasi, tetapi juga bisa menjadi fondasi bagi masa depan yang berkelanjutan. Di tengah krisis iklim dan penurunan industri batu bara, energi surya di lahan eks-tambang adalah peluang yang tak boleh disia-siakan.
Menghidupkan kembali tanah yang pernah mati demi energi bersih adalah wujud nyata dari rekonsiliasi antara manusia dan alam—yang kini sangat dibutuhkan.
Baca Juga: Indonesia Targetkan Transisi Energi Bersih pada 2025, Mengapa Penting?
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
Riwayat Pendidikan Gibran di KPU Jadi Sorotan, Masa SMA Ditempuh 5 Tahun
-
Korupsi Kuota Haji: KPK Endus Aliran Duit Haram Sampai ke Meja Dirjen, Hilman Latief Dicecar 11 Jam
-
Siswi MTS Cipayung Gantung Diri Akibat Bullying, Menteri PPPA: Anak Butuh Ruang Aman untuk Curhat
-
5 Fakta Dugaan Skandal Panas Irjen Krishna Murti dan Kompol Anggraini Berujung Mutasi Jabatan
-
Ribuan Siswa Keracunan MBG, Warganet Usul Tim BGN Berisi Purnawirawan TNI Diganti Alumni MasterChef
-
Detik-detik Mengerikan Transjakarta Hantam Deretan Kios di Jaktim: Sejumlah Pemotor Ikut Terseret!
-
Serukan Green Policy Lawan Krisis Ekologi, Rocky Gerung: Sejarah Selalu Berpihak ke Kaum Muda
-
Kunto Aji Soroti Kualitas Makanan Bergizi Gratis dari 2 Tempat Berbeda: Kok Timpang Gini?
-
Rekam Jejak Sri Mulyani Keras Kritik BJ Habibie, Kinerjanya Jadi Menteri Tak Sesuai Omongan?
-
Pajak Kendaraan di RI Lebih Mahal dari Malaysia, DPRD DKI Janji Evaluasi Aturan Progresif di Jakarta