Suara.com - Langkah tegas diambil oleh Presiden Prabowo Subianto yang seketika menjadi sorotan publik: membubarkan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar alias Satgas Saber Pungli.
Satgas yang menjadi salah satu "warisan" ikonik Presiden Joko Widodo dalam reformasi hukum ini, resmi dihentikan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2025.
Keputusan ini memicu perdebatan sengit, terutama di kalangan anak muda dan aktivis antikorupsi.
Di satu sisi, ada pertanyaan besar mengenai masa depan pemberantasan pungli.
Sementara di lain sisi, langkah ini membuka kembali catatan lama tentang efektivitas satgas itu sendiri.
Jadi, apa sebenarnya alasan di balik pembubaran ini, dan ke mana arah pemberantasan "penyakit kronis" birokrasi ini akan dibawa?
Kilas Balik: Gebrakan Satgas Saber Pungli di Era Jokowi
Untuk memahami konteks pembubaran, kita perlu kembali ke tahun 2016.
Satgas Saber Pungli dibentuk oleh Presiden Jokowi sebagai bagian dari paket reformasi hukum besar-besaran.
Baca Juga: Geger Sosialisme ala Prabowo: Benarkah Indonesia Mau Dibawa ke Arah Kiri?
Tujuannya adalah memberantas praktik pungutan liar yang telah merusak sendi kehidupan berbangsa dan menggerogoti kepercayaan publik terhadap aparatur negara.
Dibentuk sebagai badan ad hoc lintas kementerian dan lembaga—melibatkan Polri, Kejaksaan Agung, Kemendagri, Kemenkumham, PPATK, Ombudsman, hingga BIN dan POM TNI.
Satgas ini memiliki kewenangan luas, mulai dari intelijen, pencegahan, penindakan melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT), hingga memberikan rekomendasi sanksi.
Sasarannya adalah pelayanan publik yang paling sering dikeluhkan masyarakat, seperti pengurusan KTP, SIM, perizinan, hingga layanan di pelabuhan.
Kinerjanya pun tak bisa dianggap remeh. Hingga akhir 2022, Satgas Saber Pungli tercatat telah menggelar 59.923 OTT dengan menetapkan 78.523 orang sebagai tersangka.
Sebuah angka yang menunjukkan betapa masifnya praktik pungli di lapangan.
Alasan Utama Pembubaran: Tidak Efektif
Lalu, mengapa sebuah satgas dengan puluhan ribu operasi tangkap tangan dibubarkan?
Alasan resmi yang tertuang dalam Perpres 49/2025 sangat singkat dan padat: keberadaan Satgas Saber Pungli sudah tidak efektif.
Pernyataan ini mungkin terdengar mengejutkan, namun kritik terhadap efektivitas Saber Pungli sebenarnya sudah muncul sejak lama.
Beberapa catatan penting yang mendukung argumen ini antara lain kajian Ombudsman 2018.
Jauh sebelum dibubarkan, Ombudsman RI pada tahun 2018 telah merilis kajian yang menyebut kinerja Satgas Saber Pungli tidak efektif dari sisi penindakan.
Beberapa hambatannya termasuk kebingungan unit di daerah dalam menindaklanjuti kasus, masalah anggaran, dan koordinasi antarlembaga yang lemah.
Lalu, adanya kritik soal dominasi satu institusi. Ombudsman menyoroti bahwa satgas yang seharusnya bekerja "keroyokan" justru terkesan menjadi "kerjaan polisi sendiri".
Kurangnya sinergi dengan kejaksaan, misalnya, membuat penanganan kasus tidak maksimal.
Selanjutnya, terdapat kritik terhadap efek jera yang rendah. Para aktivis antikorupsi juga mengkritik penindakan yang dilakukan.
Meskipun jumlah OTT banyak, banyak pelaku yang ditangkap tidak ditahan, yang dikhawatirkan tidak akan menimbulkan efek jera.
Dengan kata lain, pemerintah saat ini tampaknya memandang bahwa model satgas ad hoc sudah tidak lagi relevan.
Biaya operasional yang besar dan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga permanen menjadi pertimbangan utama.
Siapa yang Akan Menyapu Pungli Sekarang?
Inilah pertanyaan krusial yang muncul pasca-pembubaran. Jika Satgas Saber Pungli tiada, siapa yang akan menjadi garda terdepan melawan pungli?
Hingga saat ini, pemerintah belum mengumumkan mekanisme atau lembaga pengganti yang spesifik.
Kondisi ini oleh sebagian pengamat disebut menciptakan "kekosongan fungsional" yang berisiko.
Pemberantasan pungli kini secara otomatis kembali terdesentralisasi ke institusi-institusi yang sudah ada, seperti:
- Kepolisian RI
- Kejaksaan Agung
- Inspektorat di setiap Kementerian/Lembaga
- Pemerintah Daerah melalui inspektoratnya masing-masing
Meski Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita telah memberi jaminan bahwa pemerintahan Prabowo akan lebih tegas memberantas praktik ilegal yang menghambat investasi, ketiadaan badan koordinator nasional yang jelas tetap menjadi sebuah kekhawatiran.
Tanpa adanya acuan standar nasional dan sistem pelaporan yang terpadu, pemberantasan pungli berpotensi berjalan sendiri-sendiri dan tidak merata, sangat bergantung pada komitmen kepala daerah atau pimpinan institusi.
Pembubaran Satgas Saber Pungli adalah sebuah pertaruhan. Pemerintah memandang langkah ini sebagai bentuk efisiensi dan strategi baru dengan mengembalikan fungsi pengawasan ke lembaga permanen.
Namun, publik, terutama generasi muda yang mendambakan birokrasi bersih, menanti bukti nyata bahwa "sapu" pemberantasan pungli tidak menjadi tumpul setelah satgas ini tiada.
Berita Terkait
-
Geger Sosialisme ala Prabowo: Benarkah Indonesia Mau Dibawa ke Arah Kiri?
-
Geger Ijazah Jokowi, Benarkah Dicetak di Pasar Pramuka?
-
Tuntaskan Polemik 4 Pulau, Eks Wagub Sumut Puji Prabowo Problem Solver Sejati
-
Daftar Calon Ketum PSI, Nyali Ronald Tak Surut Lawan Jokowi: Saya Tidak Terlalu Pikirkan
-
Gegara Soroti Ijazah Jokowi, Dokter Tifa Dapat Makian: Anak Saya sampai Dibully
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
-
Menkeu Purbaya Klaim Gugatan Tutut Soeharto Sudah Dicabut, Tapi Perkara Masih Aktif
-
Kepsek Roni Ardiansyah Akhirnya Kembali ke Sekolah, Disambut Tangis Haru Ratusan Siswa
Terkini
-
Cek Kesehatan Gratis Sudah Menjangkau Hampir 30 Juta Penerima Manfaat
-
Wamenkum Peringatkan DPR: Semua Tahanan Bisa Bebas Jika RUU KUHAP Tak Segera Disahkan
-
Ogah Batasi, Komdigi Klaim Tak Masalah Warga Punya Banyak Akun Medsos, Asalkan...
-
Ancaman Serius dari DPR, Distributor Pupuk Subsidi Bermasalah Siap-siap Dicabut Izin!
-
Kritik Pedas Rocky Gerung Respons Reshuffle Prabowo: Cuma 'Dikocok Ulang', Hasilnya Sama Saja
-
MK Tolak Gugatan Pilgub Papua, Begini Reaksi Golkar
-
Terkuak! Kejagung Ogah Kasih Keterangan Soal Pemeriksaan Anak Jusuf Hamka karena Ini
-
Sertijab ke KSP Baru M Qodari, AM Putranto Banjir Air Mata: Saya Tentara tapi Bisa Nangis juga
-
Diminta DPR Tambah Bansos Sembako, Menkeu Purbaya Langsung Sanggupi: APBN Cukup!
-
Terdakwa Tabrak Lari Dituntut Ringan, Anak Korban Ngamuk: Saya Bakal Kirim Surat ke Presiden Prabowo