Suara.com - Merasa menjadi korban penjajahan gaya baru, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto meluapkan perlawanannya di ruang sidang. Saat membacakan nota pembelaan (pleidoi), ia menyebut tuntutan 7 tahun penjara atas kasus suap Harun Masiku terasa sangat tidak adil dan merupakan hasil rekayasa hukum.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/7/2025), Hasto mempertanyakan logika penuntut umum. Ia heran mengapa tuduhan perintangan penyidikan yang ia sebut tidak terbukti, hukumannya bisa lebih berat daripada delik utama penyuapan yang menurutnya minim alat bukti.
Ia bahkan menyebut ada campur tangan kekuasaan yang membuat proses hukum ini terasa seperti bentuk penindasan.
"Hukum menjadi bentuk penjajahan baru karena campur tangan kekuasaan di luarnya," ucap Hasto sebagaimana dilansir Antara, Kamis (10/7/2025).
Hasto juga menuding adanya manipulasi fakta dari keterangan saksi. Menurutnya, teguran keras yang ia berikan kepada saksi Saeful Bahri justru dipelintir oleh jaksa sebagai bukti bahwa ia mengetahui adanya dana operasional sejak awal.
"Di sini lah penuntut umum telah mengambil logika dan kesimpulan yang salah akibat ketidakmampuan menghadirkan alat-alat bukti," ujarnya.
Sebelumnya, jaksa menuntut Hasto dengan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Ia didakwa melakukan dua kejahatan: perintangan penyidikan dan penyuapan.
Dalam dakwaan perintangan penyidikan, Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku dan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel mereka guna menghilangkan barang bukti saat KPK melakukan OTT.
Sementara dalam dakwaan suap, Hasto disebut bersama-sama memberikan uang setara Rp 600 juta kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW.
Baca Juga: Pengacara Sebut Hasto PDIP jadi Tumbal KPK Gegara Gagal Tangkap Buronan Harun Masiku
Berita Terkait
-
Pengacara Sebut Hasto PDIP jadi Tumbal KPK Gegara Gagal Tangkap Buronan Harun Masiku
-
Di Tengah Sidang Suap, Hasto Kristiyanto Dapat Kejutan Tak Terduga dari Pendukung
-
Ditulis Sampai Pegal-pegal, Ini Rangkuman Isi Pledoi Hasto Kristiyanto
-
Di Sidang Pleidoi, Tangis Hasto PDIP Pecah saat Ungkap Semangat Bung Karno dan Sejarah Kudatuli
-
Di Ambang Vonis 7 Tahun, Hasto Memohon ke Hakim: Kembalikan 3 Buku Saya
Terpopuler
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Bukan Akira Nishino, 2 Calon Pelatih Timnas Indonesia dari Asia
- Diisukan Cerai, Hamish Daud Sempat Ungkap soal Sifat Raisa yang Tak Banyak Orang Tahu
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
Pilihan
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
-
Emil Audero Akhirnya Buka Suara: Rasanya Menyakitkan!
Terkini
-
Jaringan Korupsi Haji 'Dikupas' Tuntas: 70 Persen Biro Travel Sudah Buka Suara ke KPK
-
Lahan Kuburan Menipis, Ini Alasan Pramono 'Sulap' Pemakaman Era COVID-19 di Rorotan jadi TPU
-
Penting Buat Peserta Jakarta Running Festival 2025! Ini 9 Titik Parkir di Sekitar GBK yang Disiapkan
-
KPK Ungkap Ada Pengkondisian Mesin EDC dalam Kasus Korupsi Digitalisasi SPBU Pertamina
-
Geledah Kantor Bea Cukai, Kejagung Ogah Beberkan Detail Kasusnya, Mengapa?
-
Setelah Pembalap, KPK Panggil Anak Penyuap Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan, Tapi Mangkir...
-
BGN Proses Internal Kepala SPPG di Bekasi yang Lecehkan dan Aniaya Staf, Segera Dinonaktifkan
-
Lebih Inklusif, BPJS Ketenagakerjaan Dorong Transformasi Sistem Pensiun Nasional di Era Digital
-
Cara Ambil Bansos Rp900 Ribu di Kantor Pos, Bisa Diwakilkan Asal Bawa KTP dan KK
-
Soal Mikroplastik di Hujan Jakarta, BMKG: Bisa Terbawa dari Wilayah Lain