Suara.com - Di tengah misteri kematian diplomat muda, Arya Daru Pangayunan, yang ditemukan dengan wajah terlilit lakban, satu barang bukti krusial hilang dari radar penyelidikan: ponselnya.
Namun, bagi pakar telematika Abimanyu Wachjoewidajat, pernyataan polisi bahwa ponsel tersebut "hilang" adalah sebuah diksi yang salah kaprah dan berpotensi menutup-nutupi ketidakmampuan aparat.
Dengan analisis setajam silet, Abimanyu menelanjangi kelemahan pernyataan resmi polisi. Menurutnya, penggunaan kata "hilang" adalah sebuah cara untuk melempar tanggung jawab dan menganggap masalah selesai, padahal yang terjadi sesungguhnya adalah kegagalan dalam proses investigasi.
"Saat ini bahasa yang disampaikan kepada publik adalah ponselnya hilang. Itu bahasa yang salah. Maaf saya berani katakan itu bahasa yang salah," tegas Abimanyu dikutip dari Youtube Intens Investigasi.
'Hilang' vs 'Tidak Ditemukan': Semantik Kegagalan Polisi
Abimanyu membedah makna di balik kata-kata tersebut. Menurutnya, kata "hilang" hanya absah diucapkan oleh si pemilik.
Bagi pihak ketiga seperti polisi, istilah yang tepat adalah "tidak diketemukan," yang secara implisit mengakui bahwa pekerjaan mereka belum tuntas.
"Kalau orang ngelihat saya punya ponsel kemudian hilang dari apa tidak dilihat sama publik berarti ponsel tersebut tidak diketemukan. Beda dengan hilang. Kalau hilang masalah selesai ya," jelasnya.
"Tetapi kalau tidak diketemukan, berarti kerjaan polisinya yang belum selesai tidak mampu menemukan informasi ini," tegas dia.
Baca Juga: Misteri Kematian Arya Daru: Pakar Kuliti Metodologi Investigasi Digital Polisi yang Cacat
Pernyataan ini bukan sekadar permainan kata. Ini adalah sebuah tudingan langsung terhadap kapabilitas tim penyidik dalam memanfaatkan teknologi dasar untuk melacak barang bukti vital. Ponsel, bagi Abimanyu, bukanlah jarum di tumpukan jerami.
Jejak Digital yang Seharusnya Terang Benderang
Pakar telematika ini lantas memaparkan betapa mudahnya seharusnya jejak sebuah ponsel modern dilacak, selama perangkat tersebut masih memiliki daya. Kegagalan polisi memberikan informasi dasar mengenai lokasi terakhir ponsel adalah sebuah kejanggalan besar.
"Padahal yang namanya ponsel saat itu tidak diketemukan. Masih mungkin dia masih menyala kalau masih ada baterainya dan bisa dideteksi lokasinya. Ada berbagai BTS ataupun base transver station yang bisa mengetahui ini orang terakhir ada di mana. Itu jelas kelihatan lokasinya ya secara digital," ungkap Abimanyu.
Seharusnya, polisi bisa memberikan kronologi digital yang jelas kepada publik: kapan ponsel terakhir aktif, apakah dimatikan sengaja, kehabisan baterai, atau hilang sinyal, dan yang terpenting, di mana lokasi terakhirnya terdeteksi.
Namun, informasi krusial ini nihil. Polisi, menurut Abimanyu, hanya memberikan pernyataan dangkal tanpa data pendukung yang spesifik.
"jangan secara waktu sekian kemudian hilang. Ya ampun, hilangnya secara waktu, secara lokasi harusnya ketahuan tidak bisa disampaikan oleh polisi. Minimal area. Kalau enggak ngomong lokasi di mana, minimal hilang di kelurahan mana kek, minimal hilang di area mana kek. Hal itu tidak bisa disampaikan," sungutnya dengan nada gemas.
Kegagalan melacak ponsel ini menjadi titik lemah terbesar dalam narasi penyelidikan kematian Arya Daru Pangayunan.
Di dalam ponsel itu, bisa jadi tersimpan percakapan terakhir, data lokasi, atau petunjuk lain yang dapat meruntuhkan teori bunuh diri dan membuka tabir kejahatan yang sebenarnya.
Berita Terkait
-
Misteri Kematian Arya Daru: Pakar Kuliti Metodologi Investigasi Digital Polisi yang Cacat
-
Daftar HP Xiaomi yang Akan Menerima Pembaruan HyperOS 3 Pertama Kali
-
5 HP Murah yang Bisa Rekam Video 4K, Cocok Buat Content Creator Pemula!
-
Kasus Ditutup, Ini Celah yang Bisa Buka Lagi Misteri Kematian Diplomat Arya Daru
-
HP Samsung Rp1 Jutaan Terbaik Juli 2025, Spek Makin Gahar, Layar Super AMOLED Turun Kasta!
Terpopuler
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Panglima TNI Kunjungi PPAD, Pererat Silaturahmi dan Apresiasi Peran Purnawirawan
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
Pilihan
-
Desy Yanthi Utami: Anggota DPRD Bolos 6 Bulan, Gaji dan Tunjangan Puluhan Juta
-
Kabar Gembira! Pemerintah Bebaskan Pajak Gaji di Bawah Rp10 Juta
-
Pengumuman Seleksi PMO Koperasi Merah Putih Diundur, Cek Jadwal Wawancara Terbaru
-
4 Rekomendasi HP Tecno Rp 2 Jutaan, Baterai Awet Pilihan Terbaik September 2025
-
Turun Tipis, Harga Emas Antam Hari Ini Dipatok Rp 2.093.000 per Gram
Terkini
-
'Jangan Selipkan Kepentingan Partai!' YLBHI Wanti-wanti DPR di Seleksi Hakim Agung
-
Tak Tunggu Laporan Resmi; Polisi 'Jemput Bola', Buka Hotline Cari 3 Mahasiswa yang Hilang
-
Skandal Korupsi Kemenaker Melebar, KPK Buka Peluang Periksa Menaker Yassierli
-
Siapa Lelaki Misterius yang Fotonya Ada di Ruang Kerja Prabowo?
-
Dari Molotov Sampai Dispenser Jarahan, Jadi Barang Bukti Polisi Tangkap 16 Perusuh Demo Jakarta
-
BBM di SPBU Swasta Langka, Menteri Bahlil: Kolaborasi Saja dengan Pertamina
-
Polisi Tetapkan 16 Perusak di Demo Jakarta Jadi Tersangka, Polda Metro: Ada Anak di Bawah Umur
-
Skandal 600 Ribu Rekening: Penerima Bansos Ketahuan Main Judi Online, Kemensos Ancam Cabut Bantuan
-
Misteri Foto Detik-Detik Eksekusi Letkol Untung, Bagaimana Bisa Dimiliki AFP?
-
Kebijakan Baru Impor BBM Ancam Iklim Investasi, Target Ekonomi Prabowo Bisa Ambyar