Suara.com - Kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk menambah Komando Daerah Militer (Kodam) dan ratusan satuan baru di tubuh TNI menuai gelombang kritik dari elemen masyarakat sipil.
Langkah ini dinilai sebagai sebuah kemunduran bagi agenda reformasi TNI yang telah berjalan puluhan tahun.
Di tengah polemik tersebut, mantan Menko Polhukam Mahfud MD muncul dengan analisis tajam dan tak terduga, memberikan sebuah perspektif "orang dalam" yang menjelaskan logika di balik kebijakan kontroversial ini. Mahfud mengawali pandangannya dengan mengakui validitas kritik yang ada.
"Iya, kritik teman-teman LSM itu kemunduran reformasi," ujarnya dikutip dari Youtube Mahfud MD Offcial.
Namun, alih-alih ikut mengecam, Mahfud mencoba mengajak publik untuk memahami kemungkinan alasan strategis di balik keputusan Presiden Prabowo.
Ia menegaskan bahwa penambahan Kodam adalah wewenang penuh presiden. Menurutnya, untuk memahami langkah ini, kita harus melihat bagaimana lanskap ancaman terhadap negara telah berubah secara fundamental.
Ancaman Bergeser dari Perang Konvensional ke Perang Proksi
Mahfud mengingatkan kembali semangat awal reformasi yang memisahkan TNI untuk pertahanan dan Polri untuk keamanan.
"Pertahanan itu TNI, keamanan dan hukum itu polisi. Itu kan idenya agar masalah pertahanan itu hanya ngurusi masalah keutuhan bangsa, mengurusi kedaulatan artinya agar utuh bukan soal pelanggaran hukum," jelasnya.
Baca Juga: Sosok Nafa Arshana Terduga Istri TNI yang Tuduh Prada Lucky Kelainan Seksual
Masalahnya, definisi ancaman terhadap kedaulatan kini tidak lagi sesederhana dulu. Ancaman terbesar bukan lagi hanya perang terbuka dengan negara lain.
"Tetapi sekarang soal keutuhan bangsa, kedaulatan negara itu perkembangannya kan bukan hanya perang. Sekarang proxy orang memecah belah bangsa dari dalam," ujar Mahfud.
Ancaman baru inilah yang disebut Mahfud sebagai "perang proksi". Ia mencontohkan radikalisme sebagai salah satu bentuknya.
Menurutnya, radikalisme itu ide yang bergerak yang belum yang tidak mesti menjadi terorisme. Dari sudut pandang ini, kehadiran aparat pertahanan di berbagai lini menjadi sebuah kebutuhan untuk membendung ideologi yang merusak dari dalam.
"Itu kan untuk menjamin keamanan dan ketahanan pertahanan negara itu kan harus ada di berbagai lini. Gitu Mungkin pikirannya (Pak Prabowo) gitu. Jadi membesarkan itu karena antara lain misalnya meng-cover persoalan," tutur Mahfud.
Pilihan Politik dan Pesan untuk Para Pengkritik
Menjawab kritik yang menyebut seharusnya pemerintah fokus pada peningkatan kapasitas SDM ketimbang memperbesar struktur, Mahfud menyebutnya sebagai sebuah pilihan politik. Ia menekankan bahwa tidak ada aturan hukum yang dilanggar.
"Di dalam undang-undang juga gak ada loh yang menyatakan bahwa Kodam itu hanya 15, polisi harus sekian. Gak ada. Itu kan pilihan politik," tegasnya.
Dengan pengalamannya sebagai mantan Menteri Pertahanan, Mahfud memberikan justifikasi lebih dalam.
"Saya orang dalam dulu. Jadi saya paham kebutuhan itu," ungkapnya.
"Di pertahanan itu bukan hanya perang dengan negara lain. Sekarang justru proksi menghancurkan ideologi dari dalam. Perpecahan itu yang dibangun oleh orang-orang yang ingin menghancurkan negara itu kan banyak di berbagai tempat, ada di desa-desa juga," papar Mahfud.
Meski begitu, ia menggarisbawahi posisinya. "Saya bukan setuju, tapi saya paham karena dulu saya pernah mendiskusikan itu tuh ketika saya Menhan itu dengan berbagai pihak."
Di akhir, Mahfud memberikan pesan penting bagi para pengkritik, khususnya dari kalangan LSM. Ia setuju bahwa keseimbangan dan kehati-hatian harus dijaga.
Namun, ia juga mengkritik praktik di mana sebuah usulan dilontarkan, namun ketika usulan itu diikuti dan ternyata menimbulkan masalah, sang pengusul enggan bertanggung jawab.
"Karena kadang kala kalau kita di LSM ngritik gitu ya, ngritik kalau lalu diikuti kritiknya lalu salah, LSM-nya Loh, saya kan hanya usul katanya. Gak bertanggung jawab kan," sindirnya.
"Tuh gak fair hidup bernegara. Ya kalau ngeritik ya harus tahu posisi orang lain yang bertanggung jawab siapa kan gitu," ujar Mahfud MD.
Berita Terkait
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Profil Agus Suparmanto: Ketum PPP versi Aklamasi, Punya Kekayaan Rp 1,65 Triliun
-
Harga Emas Pegadaian Naik Beruntun: Hari Ini 1 Gram Emas Nyaris Rp 2,3 Juta
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
Terkini
-
Cuaca Hari Ini: BMKG Rilis Peringatan Dini Hujan Lebat dan Angin Kencang di 8 Kota Besar
-
Agus Suparmanto Ungkap Tantangan Terbesar PPP Usai Muktamar: Pulihkan Kepercayaan Umat
-
Peta Politik Baru di Meja Bundar Munas PKS: Dasco, Utut hingga Cucun Duduk Satu Meja
-
Cak Imin 'Deg-degan' pada Dasco di Munas PKS, Sinyal Politik di Balik Tawa Hadirin
-
Anak 10 Tahun di Tangerang Diduga Diculik Badut, Keluarga Minta Bantuan Warga
-
Ketum PPP Agus Suparmanto Tegas Akan Tindak Kader yang Abaikan Aspirasi Umat
-
Veronica Tan Apresiasi Program Dua Telur Sehari di Kalteng, Selaras dengan MBG Presiden Prabowo
-
Indef Sebut Tantangan Perbankan Ada di Daya Beli, Bukan Soal Likuiditas
-
5 Fakta Kartu Liputan Wartawan Dicabut Gara-gara Tanya MBG ke Prabowo
-
Kronologi WNI Ditangkap Polisi Jepang Karena Pencurian Tas Seharga Hampir 1 Miliar