News / Nasional
Senin, 29 September 2025 | 06:55 WIB
Indef: Masalah Perbankan Ada di Lemahnya Permintaan Kredit, Bukan Likuiditas. (Freepik)
Baca 10 detik
  • Likuiditas perbankan nasional masih aman dengan LDR 87% dan rasio aset likuid terhadap DPK di kisaran 27%.

  • Pertumbuhan kredit yang hanya 7% mencerminkan lemahnya permintaan, bukan kendala likuiditas.

  • Indef menilai pemerintah perlu dorong daya beli dan lakukan reformasi struktural agar dunia usaha kembali ekspansif.

Suara.com - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini menilai permasalahan utama sektor perbankan saat ini bukan terletak pada keterbatasan likuiditas, melainkan lemahnya permintaan kredit akibat ketidakpastian dunia usaha.

Eisha menjelaskan, likuiditas perbankan nasional masih dalam kondisi aman. Data Juli 2025 menunjukkan loan to deposit ratio (LDR) sebesar 87 persen, masih jauh di bawah batas aman yang ditetapkan OJK yaitu 94 persen.

Pertumbuhan kredit pada periode yang sama tercatat 6,7 persen, hampir seimbang dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 6,6 persen.

“Rasio aset likuid terhadap DPK (AL/DPK) berada di kisaran 27 persen pada Juni dan Juli 2025, termasuk penempatan di SBN dan SRBI sekitar Rp790 triliun. Artinya, tidak ada masalah dari sisi likuiditas,” kata Eisha dalam keterangannya, Minggu (28/9/2025).

Ia menambahkan, pertumbuhan undisbursed loan tahunan pada Juni 2025 mencapai 9,51 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Bahkan, untuk bank-bank persero, angka tersebut mencapai 20,9 persen. Menurut Eisha, kondisi ini mencerminkan masih tingginya ketidakpastian yang dihadapi dunia usaha.

“Pertumbuhan kredit 7 persen per Juli 2025 tidak menunjukkan kendala likuiditas, melainkan lemahnya sisi permintaan. Industri dan pelaku usaha masih ragu melakukan ekspansi,” ujarnya.

Data Bank Indonesia juga memperlihatkan tingginya kelebihan likuiditas (excess liquidity). Posisi operasi moneter per minggu pertama September 2025 tercatat Rp991 triliun, naik dari Rp904 triliun pada periode sama tahun sebelumnya. Sebagian besar, sekitar 70 persen, disalurkan ke instrumen SRBI karena imbal hasilnya tinggi.

Posisi dana perbankan di SBN per minggu pertama September 2025 mencapai Rp1.545 triliun, naik dari Rp1.505 triliun pada tahun sebelumnya.

Menurut Eisha, tantangan utama ada pada lemahnya daya beli masyarakat. Untuk itu, kebijakan fiskal dianggap lebih mendesak dibandingkan sekadar menambah likuiditas.

Baca Juga: CORE Indonesia Lontarkan Kritik Pedas, Kebijakan Injeksi Rp200 T Purbaya Hanya Untungkan Orang Kaya

“Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang mendorong daya beli dan memperbaiki tingkat kepercayaan konsumen, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” tegasnya.

Ia menilai stimulus 8+4 yang berisi potongan pajak dan bantuan sosial hanya bersifat jangka pendek dan belum menyentuh persoalan fundamental seperti stagnasi pendapatan riil dan terbatasnya penciptaan lapangan kerja.

“Tanpa perbaikan distribusi pendapatan dan penguatan permintaan domestik secara berkelanjutan, efek stimulus akan cepat mereda begitu intervensi dihentikan,” kata Eisha.

Indef menegaskan, injeksi likuiditas berlebihan tanpa reformasi struktural di sektor riil berisiko memperdalam ketidaksinkronan antara sektor keuangan dan sektor usaha.

“Reformasi struktural untuk memperbaiki iklim investasi dan kepastian usaha sangat mutlak diperlukan agar dunia usaha kembali terdorong melakukan ekspansi,” pungkas Eisha.

Load More