News / Nasional
Jum'at, 12 September 2025 | 14:52 WIB
Air kemasan galon (Dok: Istimewa)

Suara.com - Bahan kimia bernama Bisphenol A atau BPA semakin menjadi sorotan karena ditemukan dapat berdampak buruk pada kesehatan, terutama bila terpapar terus-menerus dan dalam jumlah yang melebihi batas aman. BPA dikenal sebagai senyawa yang mampu mengganggu sistem hormon dalam tubuh manusia. Dampaknya tidak main-main: mulai dari gangguan reproduksi, masalah perkembangan otak pada anak, hingga risiko penyakit kronis seperti diabetes dan jantung.

Yang membuat kekhawatiran ini semakin relevan adalah fakta bahwa BPA banyak terdapat di sekitar kita. Salah satu sumber utamanya adalah galon air minum isi ulang yang terbuat dari plastik polikarbonat. Galon jenis ini digunakan berulang kali, dan setiap penggunaan ulang berpotensi meningkatkan pelepasan BPA ke dalam air minum yang kita konsumsi setiap hari.

Pakar polimer dari Universitas Indonesia, Profesor Mochamad Chalid, menjelaskan bahwa pelepasan BPA bisa terjadi saat material plastik bersentuhan dengan air, terutama jika terpapar suhu tinggi atau disimpan terlalu lama. Proses ini bisa terjadi sejak galon didistribusikan dari pabrik hingga sampai ke tangan konsumen, apalagi karena galon sering dipakai berulang tanpa kontrol ketat.

Temuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan bahwa kandungan BPA dalam galon isi ulang di enam kota besar di Indonesia—termasuk Jakarta, Bandung, dan Medan—telah melebihi ambang batas aman yang ditetapkan, yakni 0,06 bagian per sejuta (ppm). Ini menunjukkan bahwa paparan masyarakat terhadap BPA dari galon air minum bisa lebih tinggi dari yang dibayangkan.

Di tingkat global, berbagai studi ilmiah juga memperkuat kekhawatiran ini. Penelitian dari Harvard University pada 2009 menunjukkan bahwa penggunaan wadah plastik berbahan polikarbonat selama satu minggu dapat meningkatkan kadar BPA dalam urin hingga 69 persen.

Studi lain menemukan bahwa pada suhu 70°C, BPA bisa berpindah dari plastik ke cairan hingga hampir 5 nanogram per sentimeter persegi setiap jamnya. Ini adalah angka yang cukup tinggi jika dikaitkan dengan konsumsi harian.

Bahkan, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) pada 2023 memperketat ambang batas paparan harian BPA menjadi hanya 0,2 nanogram per kilogram berat badan per hari—standar ini 20.000 kali lebih ketat dari sebelumnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat paparan BPA di masyarakat bisa jauh melebihi batas ini, yang berarti risiko kesehatan jangka panjang semakin besar.

Sebagai langkah awal untuk melindungi konsumen, BPOM kini mewajibkan adanya label peringatan pada galon berbahan polikarbonat yang mengandung BPA. Menurut Profesor Chalid, pelabelan ini sangat penting agar masyarakat bisa membuat keputusan yang lebih bijak terkait produk air minum yang dikonsumsi sehari-hari.

Dengan bukti ilmiah yang semakin kuat dan standar internasional yang makin ketat, penting bagi kita semua untuk mulai lebih kritis dalam memilih kemasan air minum, terutama yang digunakan berulang. Pengawasan yang lebih serius dan kesadaran masyarakat yang lebih tinggi bisa menjadi kunci untuk mencegah risiko kesehatan akibat paparan BPA yang berlebihan. ***

Baca Juga: BRI dan MedcoEnergi Kolaborasi: Dorong Ekonomi Kerakyatan Lewat UMKM

Load More