- Perempuan tidak hanya menjadi korban langsung pelanggaran HAM, tetapi juga menghadapi diskriminasi berlapis sebagai korban sekunder.
- Dampak pelanggaran Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) kerap luput dari perhatian, sementara stigma sosial tetap membebani perempuan.
- Pola pelanggaran HAM yang terjadi saat ini mengulang kasus masa lalu karena belum ada penyelesaian substantif yang berpihak pada korban.
Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Kalyanamitra menyoroti bagaimana perempuan tidak hanya menjadi korban langsung, tetapi juga menanggung beban diskriminasi berlapis yang sering kali luput dalam catatan sejarah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Listyowati, atau Lilis, dari Kalyanamitra, mengungkap bahwa perempuan tidak hanya menjadi korban pelanggaran HAM secara langsung, melainkan juga menanggung diskriminasi berlapis sebagai korban tidak langsung atau korban sekunder.
“Seringkali perempuan dalam konteks korban pelanggaran HAM itu mendapatkan diskriminasi yang berlapis,” ujarnya melalui diskusi dalam live akun Instagram @y_kalyanamitra dan @kontras_update.
Menurutnya, diskriminasi ini seringkali luput dari catatan sebagai bagian dari dampak pelanggaran HAM, karena narasi yang dibangun cenderung berfokus pada Hak Sipil dan Politik (Sipol), sementara Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) diabaikan.
“Ketika kita bicara pelanggaran hak asasi manusia, tidak hanya berbicara dalam konteks pelanggaran di bidang Sipol, tetapi juga ada pelanggaran HAM dalam bidang Ekosob. Ini yang seringkali kita luput,” tambah Lilis, Selasa (14/10/2025).
Padahal, dampak pelanggaran Hak Ekosob inilah yang paling dirasakan perempuan, terutama terkait stigma sosial yang mereka terima.
“Misalkan satu kejadian yang sudah berpuluh tahun lalu dijadikan alat untuk menurunkan perempuan, menstigma perempuan itu sendiri,” jelas Lilis.
Ironisnya, Desta dari KontraS menilai bahwa pelanggaran HAM yang terjadi hari ini bukan kasus baru, melainkan pengulangan dari berbagai kasus masa lalu yang belum tuntas. Akibatnya, terjadi “pewajaran” terhadap pelanggaran.
“Pelanggaran HAM di Indonesia hari ini bukan makin banyak, tapi masih merupakan apa yang di masa lalu itu belum dituntaskan. Jadi ada pola pikir pewajaran terhadap apa yang pernah terjadi, dan itu masih terbawa sampai hari ini,” ucapnya.
Baca Juga: Momen Panik Perempuan Simpanan Telepon Sugar Daddy Usai Mobil Gagal Bayar, Ancamannya Jadi Sorotan
Ia menegaskan bahwa pola kasusnya memiliki kesamaan, meski bentuk spesifiknya berbeda, karena tidak pernah ada penyelesaian yang substantif dan berpihak pada korban.
“Ini berupa pengulangan, karena tidak pernah ada penuntasan yang benar-benar substantif, menyeluruh, dan berpihak pada korban. Bentuknya pun berbeda-beda secara spesifik, tapi secara garis besar polanya sama,” tegas Desta.
Sebagai contoh nyata, Desta menyoroti penangkapan aktivis perempuan oleh aparat kepolisian, yang ia anggap polanya sama dengan peristiwa tahun 1965.
“Kita kemarin melihat ada perempuan yang ditahan polisi ketika sedang aksi. Dulu pun juga pernah terjadi di Indonesia, misalnya pada peristiwa ’65, perempuan yang terafiliasi dengan Gerwani dianggap sebagai musuh negara,” lanjutnya.
Reporter: Nur Saylil Inayah
Berita Terkait
Terpopuler
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 5 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Kolagen untuk Hilangkan Kerutan, Murah Meriah Mudah Ditemukan
- 6 Hybrid Sunscreen untuk Mengatasi Flek Hitam di Usia Matang 40 Tahun
- Patrick Kluivert Dipecat, 4 Pelatih Cocok Jadi Pengganti Jika Itu Terjadi
Pilihan
-
Bikin Geger! Gunung Lawu Dilelang jadi Proyek Geothermal, ESDM: Sudah Kami Keluarkan!
-
Uang MBG Rp100 T Belum Cair, Tapi Sudah Dibalikin!, Menkeu Purbaya Bingung
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Kamera Terbaik Oktober 2025
-
Keuangan Mees Hilgers Boncos Akibat Absen di FC Twente dan Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Tahan Air dengan Sertifikat IP, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Terungkap Setelah Viral atau Tewas, Borok Sistem Perlindungan Anak di Sekolah Dikuliti KPAI
-
Pemerintah Bagi Tugas di Tragedi Ponpes Al Khoziny, Cak Imin: Polisi Kejar Pidana, Kami Urus Santri
-
Akali Petugas dengan Dokumen Palsu, Skema Ilegal Logging Rp240 Miliar Dibongkar
-
Pemprov DKI Ambil Alih Penataan Halte Transjakarta Mangkrak, Termasuk Halte BNN 1
-
Menag Ungkap Banyak Pesantren dan Rumah Ibadah Berdiri di Lokasi Rawan Bencana
-
Menag Ungkap Kemenag dapat Tambahan Anggaran untuk Perkuat Pesantren dan Madrasah Swasta
-
Gus Irfan Minta Kejagung Dampingi Kementerian Haji dan Umrah Cegah Korupsi
-
Misteri Suap Digitalisasi Pendidikan: Kejagung Ungkap Pengembalian Uang dalam Rupiah dan Dolar
-
Usai Insiden Al Khoziny, Pemerintah Perketat Standar Keselamatan Bangunan Pesantren
-
Kalah Praperadilan, Pulih dari Operasi Ambeien, Nadiem: Saya Siap Jalani Proses Hukum