News / Nasional
Kamis, 30 Oktober 2025 | 13:17 WIB
Ilustrasi korupsi kuota haji. [Ist]
Baca 10 detik
  • KPK menyita sejumlah uang dalam mata uang asing dari biro perjalanan haji (PIHK) terkait kasus dugaan korupsi kuota haji Kemenag 2023-2024
  • Kuota tambahan haji sebanyak 20.000 diduga tidak dibagi sesuai aturan 92% reguler dan 8% khusus, melainkan dibagi rata 50:50 yang menguntungkan travel haji khusus
  • Penyitaan dilakukan setelah KPK memeriksa dua perwakilan biro travel dan seorang pejabat Kanwil Kemenag DIY sebagai saksi

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat gebrakan baru dalam penyelidikan skandal korupsi penyelenggaraan haji, dengan menyita sejumlah uang dalam mata uang asing dari pihak Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau biro travel. Tindakan tegas ini diambil setelah memeriksa tiga saksi kunci terkait dugaan penyelewengan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023-2024.

Pemeriksaan yang digelar pada Kamis (23/10/2025) itu menghadirkan dua perwakilan biro perjalanan haji berinisial LWS dan MM, serta Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta, Ahmad Bahiej.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa penyitaan aset finansial tersebut dilakukan di Yogyakarta dan secara spesifik menargetkan pihak swasta.

"Penyitaan sejumlah uang dalam bentuk mata uang asing atas pemeriksaan di wilayah Yogyakarta itu dilakukan kepada pihak-pihak biro travel atau PIHK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (30/10/2025).

Budi menegaskan bahwa uang asing tersebut murni disita dari tangan penyelenggara haji, bukan dari pejabat Kemenag yang turut diperiksa.

“PIHK,” ucap Budi.

Mengungkap Akar Masalah Korupsi Kuota Haji

Dugaan korupsi ini berawal dari adanya kuota haji tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud kepada Indonesia untuk tahun 2024, hasil lobi Presiden Joko Widodo pada 2023.

Menurut Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, pembagian kuota ini seharusnya tunduk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Aturan tersebut menetapkan alokasi 92 persen untuk kuota haji reguler dan 8 persen sisanya untuk kuota haji khusus.

Baca Juga: Usut Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Sita Uang Asing dari Biro Travel

“Jadi kalau ada kuota haji, berapa pun itu, pembagiannya demikian. Kuota regulernya 92 persen, kuota khususnya 8 persen,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/8/2025).

Namun, dalam praktiknya, pembagian kuota tambahan tersebut diduga kuat melanggar hukum. Alih-alih mengikuti rasio 92:8, kuota tambahan itu justru dibagi rata.

“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ungkap Asep.

“Jadi kan berbeda dong, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Nah seperti itu, itu menyalahi aturan yang ada,” tambah dia.

Penyimpangan alokasi ini secara langsung menguntungkan biro travel haji khusus, karena biaya yang mereka kenakan jauh lebih tinggi dibandingkan haji reguler. Kuota yang seharusnya menjadi hak jemaah reguler diduga dialihkan menjadi ladang keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.

“Kemudian prosesnya, kuota ini, ini kan dibagi-bagi nih. Dibagi-bagi ke travel-travel. Travel-travelnya kan banyak di kita, travel haji itu banyak. Dibagi-bagi sesuai dengan, karena ada asosiasi travel, tentunya kalau travelnya besar, ya porsinya besar. Travel yang kecil, ya dapatnya juga kecil,” ujar Asep.

Load More