News / Nasional
Selasa, 09 Desember 2025 | 11:00 WIB
Seorang relawan berdiri di tepi Sungai Nanggang yang meninggi di kawasan permukiman bekas terdampak banjir bandang di Jorong Kayu Pasak, Nagari Salareh Aia, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Sabtu (6/12/2025). [ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc]
Baca 10 detik
  • Bencana alam di Aceh, Sumut, dan Sumbar per 8 Desember menyebabkan 961 korban jiwa dan kerusakan 1.200 fasilitas umum.
  • Pakar Djoko Setijowarno mendesak APBN segera alokasikan untuk mengaktifkan transportasi perintis di 52 Pemda terdampak.
  • Transportasi perintis penting untuk distribusi logistik, menekan biaya, dan memulihkan ekonomi masyarakat di daerah terisolasi.

Suara.com - Kerusakan masif akibat rentetan bencana alam di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat membuat banyak daerah praktis terputus dari dunia luar. Data BNPB per Senin (8/12) malam tercatat ada 961 orang meninggal dunia, 293 hilang, dan lebih dari 5.000 warga terluka. 

Serta lebih dari 157.000 rumah ambruk dan lebih dari 1.200 fasilitas umum rusak, mulai dari puskesmas, sekolah, tempat ibadah, hingga ratusan bentang jembatan yang jadi urat nadi mobilitas warga.

Pakar transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mendesak pemerintah pusat bergerak cepat menangani kondisi tersebut. 

Menurutnya, negara harus segera mengalokasikan anggaran dari APBN untuk mengaktifkan layanan transportasi perintis, baik angkutan orang maupun barang, di 52 pemerintah daerah yang terdampak.

"Transportasi perintis adalah layanan angkutan yang dibuka untuk melayani daerah-daerah yang secara komersial belum menguntungkan atau belum terjangkau oleh layanan transportasi reguler," jelas Djoko dalam keterangannya, Selasa (9/12/2025).

Berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. KP-DRJD 5958/2024, Aceh, Sumut, dan Sumbar sebenarnya sudah memiliki jaringan transportasi perintis yang mapan. Total ada 28 trayek yang selama ini melayani wilayah terpencil, mulai dari Sinabang, Alafan, Meulaboh, Nias, hingga kepulauan Mentawai.

Seluruh jaringan ini, kata Djoko, bisa langsung dioptimalkan untuk mobilisasi warga, distribusi logistik, dan menekan lonjakan biaya transportasi pasca bencana. Dengan banyaknya jembatan yang putus, trayek perintis menjadi satu-satunya jalur yang masih mungkin menembus desa-desa yang terisolasi.

Djoko menekankan bahwa transportasi perintis bukan sekadar urusan jalan dan bus.

"Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan harga di daerah pedalaman, layanan angkutan barang perintis harus disediakan guna memastikan pasokan barang pokok tetap tersedia dan biaya logistik tidak melonjak," katanya. 

Baca Juga: Bukan Soal Uangnya: Mengapa Donasi Presiden Justru Mengkhawatirkan?

Selain itu, untuk mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat di 52 Pemerintah Daerah (Pemda) terdampak, menurut Djoko juga perlu dipertimbangkan penyediaan layanan angkutan gratis bagi warga. Layanan itu mencakup Angkutan Perkotaan, Angkutan Pedesaan dan Angkutan Antar Kota. 

"Penyediaan angkutan umum gratis akan memulihkan mobilitas warga untuk kembali bekerja, bersekolah, mengakses ke pasar, dan mengangkut hasil bumi tanpa terbebani biaya transportasi, sehingga mempercepat pemulihan ekonomi lokal," ujarnya.

Bus perintis juga bisa digunakan sebagai angkutan sekolah sementara bagi siswa yang sekolahnya rusak atau yang jalur angkutan regulernya terhenti. Begitu juga untuk akses masyarakat ke fasilitas kesehatan yang tersisa. 

Dengan kondisi 52 pemda di Sumatera lumpuh akibat bencana, Djoko menyebut transportasi perintis sebagai 'urat nadi sementara' masyarakat untuk memastikan konektivitas dasar tetap berjalan dan mencegah daerah-daerah tersebut menjadi terisolasi total.

Load More