Suara.com - Serikat Pekerja Pertamina Seluruh Indonesia (SPPSI) Jakarta mengungkapkan terjadi perubahan perilaku konsumen terhadap penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Yaitu beralih ke jenis Pertalite setelah harga Pertamax naik menjadi Rp 12.500 per liter (L).
Dikutip dari kantor berita Antara, Ketua Umum SPPSI Jakarta, Muhammad Anis, di Jakarta, Kamis (14/4/2022), memperkirakan konsumen yang pindah dari Pertamax ke Pertalite mencapai 17 persen akibat kenaikan harga Pertamax dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500 per liter per 1 April 2022.
Berdasarkan estimasi, penurunan penggunaan Pertamax ada di kisaran 1-5 persen, di sisi lain ada pertumbuhan penggunaan Pertalite sebesar 1-2 persen.
"Jadi tidak ada permintaan lima persen di Pertamax, tapi ada sekitar satu hingga dua persen permintaan baru yang tumbuh untuk konsumsi Pertalite. Untuk angka pastinya masih dikaji oleh tim analisa pasar kami," jelas Muhammad Anis.
Meski ada kecenderungan konsumen beralih sejak harga Pertamax naik ke BBM Pertalite yang dijual seharga Rp 7.650 per L, ia menyatakan jika masyarakat sadar akan kualitasnya maka akan bertahan.
"Memang kecenderungannya ada perilaku pasar yang berubah, namun bagi orang yang biasa menggunakan bahan bakar yang sadar terhadap kualitas minyaknya, dia pasti akan bertahan menggunakan Pertamax," jelas Muhammad Anis.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah telah mengubah penugasan kepada Pertamina untuk menyediakan BBM minimum RON 88 (Premium) menjadi RON 90 (Pertalite).
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis BBM Khusus Penugasan, bensin RON 90 di titik serah setiap liter ditetapkan sebesar Rp 7.650.
Harga itu sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), dan telah disubsidi sebesar Rp 4.000-Rp 4.500 per liter.
Lantaran diberikan penugasan, pemerintah tentu memberikan batasan kuota produksi.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM RI juga telah mengajukan penambahan kuota Pertalite sebesar 5,45 juta kilo liter (kl) kepada DPR RI, sehingga totalnya menjadi 28,50 kl.
Penambahan kuota itu implikasi dari perubahan perilaku konsumsi masyarakat dari bensin RON 92 (Pertamax) ke RON 90
"Kalau namanya sudah bahan bakar penugasan, pasti pemerintah mengatur kuota, sehingga tidak bisa jor-joran (produksi maksimal). Namun hal-hal yang sudah diatur kuotanya ini, pemerintah pasti membatasi karena yang dipakai untuk mensubsidi harganya adalah keuangan. Apabila kami (melakukan produksi) melebihi kuota, nanti kelebihan itu tidak dibayar," tandasnya.
Sebelumnya, Muhammad Anis juga mendesak Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas Bumi (Migas) untuk memperketat pengawasan penyaluran BBM bersubsidi.
Pasalnya, tidak sedikit oknum masyarakat yang melakukan penimbunan di tengah tingginya harga minyak dunia.
"Kami, Pertamina, bertugas menyediakan agar pasokan BBM aman. Dalam hal ini, tugas BPH Migas harus diperkuat lagi pengawasannya. Sebab disparitas harga keekonomian BBM dengan BBM bersubsidi cukup jauh, rawan ada penimbunan dan lainnya," ujar Muhammad Anis.
Menurutnya, kenaikan harga BBM non subsidi RON 92 sudah sepantasnya dilakukan pemerintah karena harga minyak dunia sudah mencapai 114,23 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Terlebih, permintaan BBM non subsidi ini hanya sekitar 13 persen dari jumlah total konsumsi BBM nasional.
"Pastikan BBM dan elpiji subsidi ini dipergunakan oleh masyarakat yang berhak. Karena masih ada mobil-mobil kelas menengah ke atas yang beli BBM Subsidi (Pertalite atau Biosolar). Ada juga masyarakat yang membeli menggunakan jeriken untuk dijual kembali ke pengecer dengan harga lebih tinggi," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Pertamina Blokir 394.000 Nomor Kendaraan, Tak Bisa Lagi Beli Pertalite dan Solar Subsidi
-
Bos Pertamina Telah Cek 560 SPBU Jatim, Hasilnya Diklaim Nggak Ada Masalah
-
Pertamina Bakal Perluas Distribus BBM Pertamax Green 95
-
Bos Pertamina Patra Niaga Cek Kualitas BBM di Yogyakarta, Begini Hasilnya
-
Mitsubishi Destinator Pakai BBM Apa? Pertalite Haram, Ini yang Cocok
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 7 Rekomendasi HP Murah Memori Besar dan Kamera Bagus untuk Orang Tua, Harga 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
5 Mobil Bekas Kecil untuk Pemula Ibu Muda, Cocok Buat Antar Jemput Anak Sekolah
-
5 Rekomendasi Mobil Listrik dengan Jarak Tempuh hingga 1.000 km
-
Apakah STNK Bisa Digadaikan? Pahami Aturannya Sebelum Mengajukan Pinjaman
-
Isuzu Resmikan Dealer Kendari, Sasar Bisnis Tambang dan Perkebunan
-
Pajero Sport vs Fortuner: Perang Gengsi Tak Kunjung Usai, Pilih Nyaman atau Gahar?
-
Terpopuler: KPK Sita Mobil Rubicon Korupsi Ponorogo, Tantri Kotak Beli SUV Gahar
-
Siap Obrak-abrik Pasar, Triumph Mau Racik Motor Murah Under 350cc
-
Daihatsu Stabil di Urutan 2 Pasar Mobil Indonesia, Dominan di Pasar Commercial Low dan LCGC
-
5 Motor Listrik Terbaik 2025, Tampilan Keren dan Harganya Udah Murah dari Pabrik
-
Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya