Suara.com - Tanpa disadari, ghibah telah menjadi kebiasaan yang sering dilakukan oleh siapa saja. Di dalam kehidupan bermasyarakat, perbuatan itu sama dengan bergunjing atau bergosip tentang keburukan orang lain. Mari mengenal 3 jenis ghibah dan apa hukumnya dalam Islam?
Perlu diketahui bahwa, ghibah bisa membawa kerugian yang sangat besar, baik untuk orang lain maupun diri sendiri. Sehingga ghibah dapat dikategorikan sebagai perbuatan zalim yang dilaknat oleh Allah SWT. Oleh karena itu, sebaiknya kita menjauhi ghibah kehidupan sehari-hari.
Aplagi di era digital seperti saat ini, mengghibah orang lain tidak hanya bisa dilakukan melalui lidah saja, namun dengan jempol yang bertulang itu jadi ringan bagi orang yang terbiasa dengan ungkapan maupum celaan menghina dan bahkan sekedar cerita yang sebenarnya.
Pengertian Ghibah
Ghibah adalah salah satu perbuatan dosa besar yang dibenci oleh Allah SWT dan baiknya dihindari oleh seluruh umat Islam. Berdasarkan etimologi, ghibah berasal dari bahasa Arab (dari kata ghaabaa yaghiibu ghaiban), yang memiliki arti ghaib, tidak hadir.
Mengenal 3 Jenis Ghibah
Di dalam Islam, ghibah terdiri dari 3 jenis, antara lain yaitu:
1. Ghibah
Ghibah merupakan perbuatan di mana seseorang yang menceritakan aib orang lain yang memang sebenarnya ada padanya.
Baca Juga: 5 Cara Bijak Menyikapi Tetangga Julid, Awas Masuk 'Perangkap' Pergunjingan
2. Al-ifik
Perbuatan dimana seseorang yang menceritakan orang lain berdasarkan penukilan yang sampai kepadanya.
3. Al-Buhtan
Perbuatan menjelekkan orang lain bahkan ditambah dengan aib yang sebenarnya tidak ada pada dirinya.
Hukum dan Larangan Ghibah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyatakan bahwa dosa orang yang berghibah lebih berat dari pada dosa zina.
"Ghibah itu lebih berat dari zina. Seorang sahabat bertanya, 'Bagaimana bisa?' Rasulullah SAW menjelaskan, 'Seorang laki-laki yang berzina lalu bertobat, maka Allah bisa langsung menerima tobatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahnya," (HR At-Thabrani).
Tak hanya itu, diriwayatkan pula Allah SWT pernah berfirman kepada Nabi Musa AS yang artinya:
"Siapa saja yang meninggal dunia dalam keadaan bertaubat dari perbuatan ghibah, maka dia adalah orang terakhir masuk surga. Dan siapa saja yang meninggal dalam keadaan terbiasa berbuat ghibah, maka dia adalah orang yang paling awal masuk neraka."
Di akhirat kelak, seseorang yang suka berghibah semasa hidupnya pasti akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT oleh orang yang dighibahnya itu. Bahkan, amal kebaikannya pun akan dibayarkan kepada orang-orang yang pernah dizaliminya di dunia, termasuk kepada orang yang sudah dighibahnya. Setelah amal kebaikannya habis, kemudian amal keburukan orang-orang yang dizaliminya akan ditimpakan pada dirinya.
Dari penjelasan itu, maka sudah jelas bahwa Islam melarang keras kebiasaan berghibah. Sebab, sesungguhnya ghibah digolongkan sebagai dosa besar. Larangan berghibah juga tersemat dalam ayat suci Al-Qur'an surat Al Hujurat ayat 12.
-يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬ۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُڪُمۡ أَن يَأۡڪُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتً۬ا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ۬ رَّحِيمٌ۬ -١٢
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan prasangka karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Janganlah kamu sekalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sekalian bergibah( menggunjing) satu sama lain. Adakah seseorang di antara kamu sekalian yang suka makan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang."
Kutipan dari ayat Al-Qur'an di atas mengisyarakatkan jika dosa ghibah sama dengan memakan daging bangkai saudara sendiri.
Kondisi yang Diperbolehkan Ghibah
Akan tetapi, terdapat beberapa kondisi umat Islam diperbolehkan untuk membicarakan aib orang lain, antara lain:
- Mengadukan kezaliman yang telah dialami
- Meminta tolong untuk mengubah kemungkaran yang ada di dalam diri orang lain
- Meminta fatwa atau penjelasan terkait suatu perbuatan
- Mengingatkan
- Membicarakan kemaksiatan yang terang-terangan telah dilakukan
- Memperkenalkan seseorang.
Itulah 3 jenis ghibah serta penjelasan mengenai hukumnya dalam Islam. Kesimpulannya, ghibah adalah perbuatan yang dilarang karena tergolong ke dalam dosa besar.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Bacaan Surat Yasin Lengkap 83 Ayat, Latin, Terjemahan, dan Keutamaan Jantung Al-Qur'an
-
Tata Cara dan Niat Sholat Gerhana Bulan 7 September 2025 untuk Imam dan Makmum
-
Contoh Khutbah Jumat Tentang Maulid Nabi 2025 Versi Panjang dan Singkat
-
5 Contoh Kultum Maulid Nabi Muhammad SAW 2025 Berbagai Tema
-
Puasa Maulid Nabi Namanya Apa? Hukum Puasa di Hari Kelahiran Rasulullah
-
Rabu Wekasan Menurut Islam Dianjurkan atau Tidak? Ini Hukum, Amalan dan Jadwal 2025
-
Niat dan Doa Buka Puasa Ayyamul Bidh Agustus 2025 Selama 3 Hari untuk Berkah Sepanjang Tahun
-
Jadwal Puasa Ayyamul Bidh Agustus 2025: Niat dan Keutamaannya di Hari Kamis
-
Mengapa Islam Melarang Pria Menyerupai Wanita? Ini Penjelasannya
-
Apa Itu Puasa Tasu'a ? Waktu, Niat, dan Sejarahnya