Bisnis / Makro
Kamis, 18 September 2025 | 18:46 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa langsung tancap gas usai dilantik dengan mengumumkan kebijakan ambisius dengan menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dan menyuntikkan likuiditas Rp200 triliun ke perbankan. Foto Antara.
Baca 10 detik
  • Purbaya Tancap Gas dengan Jurus 'Fantastis', Tapi Dinilai Salah Alamat.
  • Bank Sebenarnya Sudah Punya Uang, Tapi 'Mati Gaya'.
  • Dunia Usaha Masih 'Wait and See', Kenaikan Kredit Melambat.
[batas-kesimpulan]

Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa langsung tancap gas usai dilantik dengan mengumumkan kebijakan ambisius dengan menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dan menyuntikkan likuiditas Rp200 triliun ke perbankan.

Namun, di balik angka-angka fantastis itu, efektivitas kebijakan ini menuai keraguan. Dalam analisa Core Indonesia bertajuk "Tantangan Struktural di Balik Kebijakan Injeksi Likuiditas" lembaga ini menunjukkan bahwa jurus ini mungkin salah diagnosis, karena masalah utama ekonomi Indonesia bukan kekurangan likuiditas, melainkan lemahnya permintaan domestik.

Data menunjukkan, dana yang menganggur di perbankan, atau undisbursed loan, pada Juni 2025 sudah mencapai Rp2.304 triliun. Angka ini naik 9% dari tahun lalu, menandakan bank sudah punya uang, tapi tidak tahu ke mana harus menyalurkan. Pertumbuhan kredit juga melambat, dari 7,72% di Juni menjadi 7,03% di Juli 2025.

"Terlebih, kredit ke sektor manufaktur anjlok dari 11% menjadi 6%, bukti nyata bahwa dunia usaha masih "wait and see", sebut laporan itu.

Dalam analisis mendalam Core Indonesia mengungkap, ada tiga persoalan struktural yang jauh lebih mendesak ketimbang suntikan likuiditas:

  1. Deindustrialisasi yang Mempercepat: Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB merosot tajam, dari 27,4% pada 2005 menjadi hanya 16,9% di kuartal II 2025. Tanpa industri yang kuat, target pertumbuhan 8% hanyalah mimpi.
  2. Penciptaan Lapangan Kerja Terbatas: Lebih dari setengah dari 145 juta pekerja Indonesia berada di sektor informal. Mereka tidak punya perlindungan hukum dan jaminan sosial. Ini menciptakan ketimpangan yang mengakar.
  3. Kemiskinan dan Ketimpangan Struktural: Sektor pertanian menyerap hampir 29% tenaga kerja, tetapi hanya menyumbang 12,3% PDB. Kondisi ini menunjukkan produktivitas yang sangat rendah dan memperlihatkan lingkaran kemiskinan yang sulit diputus.

Kebijakan injeksi likuiditas, tanpa dibarengi stimulus fiskal yang tepat sasaran, berisiko hanya menumpuk dana menganggur dan tidak akan menyentuh akar masalah ekonomi. Indonesia bisa belajar dari Vietnam dan Tiongkok, yang mencapai pertumbuhan tinggi berkat transformasi struktural dan penguatan sektor manufaktur yang konsisten.

Suntikan Rp200 triliun ini mungkin hanya bersifat simtomatik, mengobati gejala tanpa menyembuhkan penyakit. Tanpa reformasi struktural yang mendalam, pertumbuhan 8% akan sulit terwujud, dan tantangan ekonomi akan terus membayangi.

Load More