Suara.com - Merayakan tahun baru menjadi momen spesial yang dinantikan oleh banyak orang. Namun, bagi umat Muslim, muncul pertanyaan tentang hukum merayakan tahun baru, terutama dalam konteks perayaan tahun baru Masehi yang tidak terkait langsung dengan ajaran Islam. Lantas, bagaimana hukum merayakan tahun baru menurut Islam?
Meskipun perayaan tahun baru sudah menjadi bagian dari kebudayaan global, Islam mengajarkan umatnya untuk selalu mengutamakan ajaran agama dalam setiap tindakan, termasuk dalam hal perayaan hari-hari tertentu. Secara umum, perayaan tahun baru yang jatuh pada tanggal 1 Januari, yang berasal dari kalender Masehi, tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam.
Merayakan tahun baru, baik tahun baru Masehi maupun Hijriyah, dalam Islam tidak mengarah pada kewajiban, dan perayaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dapat berpotensi menjadi perbuatan yang tidak disarankan. Berikut ulasan selengkapnya.
Hukum Merayakan Tahun Baru Menurut Islam
Mengutip dari NU Online, merayakan tahun baru dalam pandangan Islam diperbolehkan selama tidak melibatkan tindakan yang bertentangan dengan syariat, seperti perbuatan maksiat.
Menurut beberapa ulama, termasuk Mufti Agung Mesir, Syekh Athiyyah Shaqr, kegiatan seperti makan, minum, dan bersenang-senang saat pergantian tahun, asalkan tidak merusak kehormatan atau mengandung kemaksiatan, merupakan hal yang diperbolehkan.
Begitu pula dengan pendapat Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki yang menyatakan bahwa peringatan tahun baru merupakan tradisi yang tidak memiliki korelasi langsung dengan agama, sehingga tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang disyariatkan atau disunahkan dalam Islam.
Selain pendapat dari ulama-ulama tersebut, ada pula pendapat dari ulama dalam negeri, yaitu KH Yahya Zainul Ma'arif atau akrab disapa Buya Yahya. Ia memberikan pandangannya tentang hal ini dalam sebuah ceramah yang diunggah di saluran YouTube Al-Bahjah TV.
Dalam ceramahnya, Buya Yahya menjelaskan bahwa tidak ada masalah dengan penggunaan tanggal atau tahun Masehi itu sendiri, karena itu hanya sebuah penanggalan.
Namun, masalah muncul ketika umat Islam ikut merayakan Tahun Baru Masehi dengan cara yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti menghabiskan waktu untuk bersenang-senang, berfoya-foya, bahkan berperilaku negatif seperti mabuk atau terlibat dalam perkelahian.
Baca Juga: 40 Ucapan Selamat Tahun Baru 2025 untuk Bos, Perkuat Relasi dan Jaga Citra Profesional
Ini menjadi perhatian utama karena budaya perayaan Tahun Baru Masehi lebih sering dilakukan oleh orang-orang di luar Islam, yang dalam beberapa kasus diwarnai dengan kemaksiatan.
"Berhura-hura, berfoya-foya dan yang banyak merayakan ini adalah orang di luar Islam sana karena bangga dengan tahun baru mereka. Kemaksiatan di dalamnya jadi yang kita hentikan adalah kebiasaan-kebiasaan jelek," tutur Buya.
Lebih jauh, Buya Yahya menyoroti fenomena umat Islam yang lebih antusias merayakan Tahun Baru Masehi, sementara mereka cenderung melupakan perayaan Tahun Baru Hijriyah.
Ia mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak dalam budaya modern, yang hanya mengutamakan kesenangan dan hiburan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai agama. Hal ini, menurutnya, bisa berujung pada kemunafikan dan kerugian spiritual bagi umat Islam.
Selain itu, Buya Yahya mendorong umat Islam untuk membuat perubahan dalam tradisi tersebut, dengan mengadakan acara yang lebih bermakna secara Islami. Dengan cara ini, umat Islam bisa tetap berkumpul untuk merayakan malam tersebut tanpa terjerumus dalam kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Kesimpulannya, merayakan tahun baru dalam Islam tidak mengarah pada kewajiban, dan perayaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dapat berpotensi menjadi perbuatan yang tidak disarankan.
Islam lebih menekankan pada refleksi diri, perbaikan kualitas hidup, dan memperbanyak ibadah daripada merayakan momen tertentu dengan cara yang berlebihan atau terlibat dalam perilaku yang bertentangan dengan akhlak Islam.
Oleh karena itu, merayakan tahun baru dalam Islam sebaiknya dilakukan dengan kesadaran akan prinsip-prinsip agama dan tujuan untuk meningkatkan kedekatan kepada Allah SWT. Demikianlah informasi terkait hukum merayakan tahun baru menurut Islam. Semoga bermanfaat.
Kontributor : Dini Sukmaningtyas
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Tata Cara dan Niat Sholat Gerhana Bulan 7 September 2025 untuk Imam dan Makmum
-
Contoh Khutbah Jumat Tentang Maulid Nabi 2025 Versi Panjang dan Singkat
-
5 Contoh Kultum Maulid Nabi Muhammad SAW 2025 Berbagai Tema
-
Puasa Maulid Nabi Namanya Apa? Hukum Puasa di Hari Kelahiran Rasulullah
-
Rabu Wekasan Menurut Islam Dianjurkan atau Tidak? Ini Hukum, Amalan dan Jadwal 2025
-
Niat dan Doa Buka Puasa Ayyamul Bidh Agustus 2025 Selama 3 Hari untuk Berkah Sepanjang Tahun
-
Jadwal Puasa Ayyamul Bidh Agustus 2025: Niat dan Keutamaannya di Hari Kamis
-
Mengapa Islam Melarang Pria Menyerupai Wanita? Ini Penjelasannya
-
Apa Itu Puasa Tasu'a ? Waktu, Niat, dan Sejarahnya
-
Menghapus Dosa Satu Tahun, Kapan Puasa 10 Muharram Tahun 2025