Suara.com - Richard Mainaky turut menyoroti polemik kontrak pelatih di pelatnas PBSI setelah hengkangnya juru latih sektor ganda campuran pratama Flandy Limpele ke Hong Kong.
Flandy memutuskan menerima tawaran Hong Kong per 1 Maret 2023. Dia hengkang dari PBSI cuma tiga bulan pasca kepergian mengejutkan lainnya yakni Nova Widianto ke Malaysia.
Kepergian mendadak dua pelatih potensial itu secara tak langsung merupakan dampak dari tidak adanya kontrak yang jelas antara PBSI dan para pelatih di pelatnas Cipayung, Jakarta Timur itu.
Seperti yang diungkapkan Kabid Binpres Rionny Mainaky, para pelatih di pelatnas memang tidak memiliki kontrak tertulis dengan PBSI. Hubungan kerja sama itu hanya sebatas lisan.
Situasi itu membuat para pelatih bisa sewaktu-waktu mundur dan mencari pekerjaan lain lantaran tidak adanya durasi dan klausul kontrak yang jelas di PBSI.
Ketidakjelasan itu juga berdampak sebaliknya. Para pelatih bisa sewaktu-waktu kehilangan pekerjaan lantaran hubungan kerjasama dengan PBSI tak punya hukum yang mengikat.
Hal ini turut disoroti mantan pelatih kepala sektor ganda campuran PBSI, Richard Mainaky yang telah memutuskan pensiun pada September 2021 dan kini memilih fokus melatih pebulu tangkis muda di PB Talenta, Manado, Sulawesi Utara.
Berikut wawancara eksklusif Suara.com dengan Richard Mainaky:
Bagaimana melihat polemik ini?
Baca Juga: Hasil India Open 2023: Perjuangan Rehan/Lisa Dihentikan Peringkat Satu Dunia
Saya sudah tak tahu bagaimana dinamika di dalam [Pelatnas PBSI]. Sejatinya saya tak mau ikut campur. Namun berdasarkan berita-berita yang saya ikuti ya kita tahu itu perihal kontrak yang tidak jelas [antara pelatih dan PBSI].
Sejak zaman saya, itu memang tidak ada kontrak. Kami menyebutnya ikatan kerja sama. Kita tanda tangan, biasa per dua tahun. Jadi kalau dianggap prestasi bagus, kami akan dipanggil lagi.
Tapi memang [perjanjian kerja sama itu] tidak detail. Seperti tiba-tiba ada pelatih yang ingin berhenti, ya PBSI tidak punya kekuatan untuk menuntut. Kan tidak ada kontrak.
Sama halnya seperti pelatih jika diberhentikan di tengah jalan, ya mereka tidak bisa menuntut juga. Karena tidak ada kontraknya.
Soal kasus Flandy Limpele?
Ya PBSI tidak bisa apa-apa. Jadi sebetulnya, kontrak itu sangat penting untuk kedua belah pihak.
PBSI harus berbenah?
Iya. Kalau saya dulu dengan Herry Iman Pierngadi (pelatih kepala sektor ganda putra PBSI] tidak takut [perihal pemutusan kerjasama tiba-tiba]. Karena kami konsisten memberikan prestasi.
Tapi kalau pelatih yang baru masuk dan minim pengalaman dan perlu belajar dengan pola yang macam-macam. Ya jelas mereka ketar-ketir.
Mereka jadi takut. Contohnya, membentuk pemain itu butuh proses. Sampai dua-tiga tahun untuk menilai anak itu potensial atau tidak. Nah karena tak ada ikatan kontrak, pelatih terancam.
Dia bisa saja degradasi atletnya, padahal atlet itu masih butuh proses. Dia takut karena jika para atletnya tidak cepat berprestasi, dia bisa sewaktu-waktu dilepas PBSI. Jadi pelatih tak nyaman [karena tak ada kontrak yang jelas].
Pelatih Ddipaksa berpikir instan cari prestasi?
Iya. Atlet butuh proses, pelatih pun butuh proses. Beda dengan saya dan Herry Iman Pierngadi. Kami diperpanjang [karena konsisten berprestasi].
Perihal gaji pelatih PBSI?
Saya tak tahu yang lain. Namun saat saya melatih di sana itu gaji cukup bagus. Saya salah satu yang paling besar. Gaji naik terus.
Tunjangan dan bonus?
Bonus ada. Misal saya membawa atlet jadi juara dunia, itu ada tambahan satu kali gaji. Tapi kalau bonus lain itu kan dari pemerintah. Kalau di PBSI ya cuma satu atau dua-tiga kali gaji, seperti itu.
Jadi tiap pengurusan berbeda-beda, tergantung pengurus. Dahulu pak Sutiyoso (Ketua Umum PBSI 2004-2008) itu beda lagi.
Misal saya bawa atlet juara Superseries--sekaranga disebut BWF World Tour. Misal atlet dapat 100 juta, kami pelatih dapat 30 persen dari pak Sutiyoso.
Apa yang harus dilakukan PBSI untuk menjamin kesejahteraan pelatih?
Harus ada aturan yang jelas di AD/ART PBSI terkait kesejahteraan pelatih. Itu harusnya ada di situ, jadi pengurus baru mengikuti itu, bukan buat kebijakan baru lagi. Selama yang saya tahu, tiap kepengurusan baru, kebijakannya baru lagi.
Selain kontrak yang jelas, apresiasi juga penting?
Saya sudah memberikan hampir semuanya, dari mulai juara dunia, perak dan emas Olimpiade, saya pensiun satu persen pun saya tidak dikasih [apresiasi] oleh PBSI.
Hal itu harus dipikirkan. Karena para pelatih yang sudah bekerja bertahun-tahun dan memberikan prestasi harusnya mendapat jaminan kesejahteraan.
Walaupun saya secara pribadi tidak mempermasalahkan itu. Tapi ke depan, saya himbau PBSI untuk memikirkan aspek itu.
Pelatih tergoda pindah ke luar negeri karena lebih dihargai?
Seharusnya dari pemerintah atau PBSI, saya harap ada jaminan kesejahteraan untuk para pelatih berprestasi. Jadi seperti uang pensiun, para pelatih ini mendapat uang apresiasi setiap bulannya. Intinya harus ada jaminan kesejahteraan untuk mereka.
Karena kasihan misal ada pelatih [berprestasi] pensiun dia tidak dapat apa-apa. Kan kasihan. Apalagi untuk pelatih-pelatih yang kurang berprestasi, bagaimana itu?
Karena dedikasi pelatih itu besar. Dia sudah bekerja siang-malam. Waktu dengan kekuarga tersita. Tapi penghargaannya seperti itu saja.
Memang ada piagam dan medali. Saya berterima kasih soal itu, tapi seperti orang bilang 'memang lu bisa kasih makan keluarga cuma pakai piagam?'.
Makanya saya harap seperti itu. [Ketidak jelasan kontrak dan minim apresiasi pasca pensiun] cukup sampai di saya saja. Jadi pelatih yang sudah mengabdi lama dan berprestasi diatur agar layak mendapat apresiasi setelah pensiun.
Aturan tak profesional jadi bumerang PBSI?
Iya. Pelatih itu juga punya keluarga. Dia punya kewajiban untuk kesejahteraan keluarga dia. Kalau Dia dapat tawaran yang lebih baik dan lebih layak, ya dia terima itu. Itu wajar.
Karena jarang ada pelatih seperti saya, koh Christian Hadinata, Herry Iman Pierngadi yang memang tidak mau bekerja di luar negeri [meski kontrak di PBSI tidak jelas}.
Ini bukan terkait soal nasionalis atau apa, tapi ini soal kebutuhan. Kalau saya secara pribadi memang tak suka melatih di luar negeri.
Jadi pelatih hengkang ke luar negeri bukan masalah nasionalis atau bukan. Kami semua cinta Indonesia, tapi para pelatih ini kan punya kebutuhan [untuk keluarganya].
Tag
Berita Terkait
-
Flandy Limpele Mundur dari Pelatnas, Jadi Head Coach Sektor Ganda Hong Kong?
-
Flandy Limpele Mundur dari Pelatnas Cipayung, Begini Penjelasan PBSI
-
Flandy Limpele Tinggalkan Pelatnas Cipayung dan Latih Hong Kong, Ini Kata PBSI
-
Profil Az Zahra Putri Dania, Pebulu Tangkis Berbakat Indonesia yang Meninggal Dunia di Usia Muda
-
Innalillahi, Pebulutangkis Indonesia Az Zahra Putri Dania Meninggal Dunia
Terpopuler
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
- 5 Sunscreen Terbaik Harga di Bawah Rp30 Ribu agar Wajah Cerah Terlindungi
- Siapa Shio yang Paling Hoki di 5 November 2025? Ini Daftar 6 yang Beruntung
- 24 Kode Redeem FC Mobile 4 November: Segera Klaim Hadiah Parallel Pitches, Gems, dan Emote Eksklusif
Pilihan
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
-
4 Rekomendasi Tablet RAM 8 GB Paling Murah, Multitasking Lancar Bisa Gantikan Laptop
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
Terkini
-
KONI Isyaratkan PON 2028 Prioritaskan Cabor Olimpiade
-
Dhinda 'Meledak' di Korea Masters 2025: Tembus Perempat Final dan Makin Percaya Diri
-
Lolos 8 Besar Korea Masters 2025, Ubed Belum Puas!
-
Korea Masters 2025: Kalah dari Unggulan Pertama, Yohanes Saut Akui Hilang Fokus
-
Ingin Ulangi Kesuksesan, Rizki Juniansyah Bertekad Pecahkan Rekor di SEA Games 2025
-
KONI Bertekad Tuntaskan Dualisme Cabang Olahraga di Indonesia
-
39 Atlet Indonesia Ikuti Islamic Solidarity Games 2025 di Arab Saudi, Ada Balap Unta
-
Desentralisasi Pembinaan: PBSI Luncurkan Pelatnas Wilayah
-
Kembali ke Mandalika, Jorge Lorenzo Bicara Tentang Kecepatan, Strategi, dan Hidup Setelah MotoGP
-
Korea Masters 2025: Tiga Ganda Putri Indonesia Langsung Tersingkir