Suara.com - Diperkirakan sebanyak 2 miliar manusia akan mengungsi pada tahun 2100 akibat naiknya permukaan laut yang dipicu oleh perubahan iklim, demikian hasil penelitian Universitas Cornell di New York, Amerika Serikat.
Miliaran pengungsi ini adalah mereka yang saat ini hidup di kota-kota pesisir. Mereka akan dipaksa untuk berpindah ke kawasan yang lebih tinggi, yang sayangnya juga akan semakin padat.
"Kita akan melihat semakin banyak orang tinggal di daratan yang semakin sempit. Fenomena ini akan terjadi lebih cepat dari kita perkirakan sebelumnya," kata Charles Geisler, pengajar pada departemen sosiologi Cornell.
Jumlah pengungsi akibat pemanasan global itu diperkirakan setara dengan seperlima populasi dunia, yang pada 2100 diramalkan akan mencapai 11 miliar jiwa.
Melesatnya jumlah populasi manusia juga menambah ancaman. Alasannya karena dengan populasi 11 miliar, dibutuhkan pangan yang lebih banyak, dan bahan pangan butuh tanah pertanian yang luas untuk proses produksi.
"Ketika manusia semakin subur sementara kawasan-kawasan pesisir terus tenggelam dan pemukiman berpindah ke daratan yang lebih tinggi dan sempit, maka ini adalah persoalan besar," jelas Geisler yang memimpin riset tersebut.
Masalah ini diperkirakan akan lebih parah karena lahan yang tersisa akan sukar dimanfaatkan karena sudah rusak oleh perang, digerus oleh eksploitasi sumber daya alam, dan pemusatan pemukiman.
Dalam studi yang akan diterbitkan dalam jurnal Land Use Policy itu, Geisler dkk menganjurkan agar pemerintah-pemerintah di dunia mulai memikirkan rencana jangka panjang untuk memindahkan penduduk di pesisir ke area yang lebih tinggi.
Mereka mencontohkan pemerintah Florida, negara bagian dengan wilayah pantai terpanjang kedua di AS, yang telah memiliki regulasi bernama "Comprehensive Planning Act". Dalam regulasi itu diatur tentang penyiapan lahan bagi warga pesisir yang akan dipindahkan ketika permukaan air laut terus naik.
Jika tak juga mempersiapkan rencana jangka panjang seperti ini, wanti-wanti Geisler, maka negara-negara di dunia akan berisiko menghadapi konflik yang dipicu oleh perebutan lahan yang semakin sempit. (Phys.org)
Berita Terkait
-
Ancaman Bencana Kedua Sumatra: Saat Wabah Penyakit Mengintai di Tenda Pengungsian
-
Bagaimana Perubahan Iklim Bisa Tingkatkan Ancaman Penyakit Zoonosis?
-
Perubahan Iklim dan Letusan Gunung Jadi Penyebab Punahnya Hobbit Flores
-
Status Bencana Nasional Masih Wacana, Pengungsi Aceh Sudah Terancam
-
DPR Dorong Status Bencana Nasional, Kesehatan Pengungsi Aceh Kian Memprihatinkan
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Imbas Krisis RAM, Berapa Harga iPhone 2026? Bakal Meroket, Ini Prediksinya
-
Mendagri Tito Viral Usai Komentari Bantuan Malaysia, Publik Negeri Jiran Kecewa
-
Panduan Mudah: Cara Memblokir dan Membuka Blokir Situs Internet di Firefox
-
Ponsel Murah Terancam Punah Tahun 2026, Apa itu Krisis RAM?
-
Fakta Unik Burung Walet Kelapa: Otot Sayap Tangguh bak Kawat, Mampu Terbang Nonstop Hingga 10 Bulan
-
Cara Tukar Poin SmartPoin Smartfren Jadi Pulsa
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Update Terbaru Stardew Valley 1.7: Bocoran Ladang Baru hingga Tanggal Rilis