Suara.com - Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Herizal mengatakannya terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dengan lembaga nonpemerinta soal kadar polusi udara di Indonesia karena alat ukur yang berbeda.
Herizal lewat keterangan pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (13/7/2019), mengatakan perbedaan alat ukur itu memicu ketidaksamaan persepsi mengenai standar kualitas udara.
Dia mencontohkan udara di Jakarta dinyatakan buruk didasarkan pada aplikasi pemantau kualitas udara global Air Visual. Pada Juni-Juli pengukuran Air Visual mengindikasikan indeks kualitas udara yang masuk ke dalam kategori tidak sehat.
Padahal, menurut dia, alat ukur itu terdiri dari kombinasi alat milik pemerintah, Kedutaan AS, Greenpeace dan perorangan.
Sensor udara low cost milik Greenpeace dan perseorangan, kata dia, memiliki tingkat keakuratan yang berbeda sehingga terjadi ketidaksamaan kesimpulan mengenai kualitas udara terkini.
"Pengukuran menggunakan instrumen yang tidak terstandar dan tidak terkalibrasi umumnya menghasilkan tingkat akurasi yang lebih rendah disebabkan metode pengukuran yang lebih sederhana," kata dia.
Dia mengatakan konsentrasi partikulat hasil pengukuran sensor low cost cenderung menyimpang jauh dari pengukuran instrumen standar yang dimiliki umumnya oleh lembaga-lembaga pemerintah.
Pengukuran udara di Jakarta oleh BMKG, kata dia, menunjukkan konsentrasi partikel polutan memiliki variasi harian yaitu pada jam-jam tertentu mencapai nilai konsentrasi tinggi saat jam sibuk transportasi padat dan konsentrasi rendah pada waktu lain.
"Perubahan konsentrasi PM10 selama 24 jam menjadi Indeks Standar Pencemar Udara/ISPU menghasilkan nilai berkisar 65–88 kategori sedang," katanya.
Baca Juga: Menteri LHK Sebut Kualitas Udara Jakarta Tidak Sehat untuk Bayi dan Manula
Kualitas udara sedang, kata dia, berarti tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan tetapi dapat berpengaruh pada kelompok sensitif dengan gangguan pernafasan dan kardiovaskular. Selain itu, dapat mengurangi nilai estetika udara pada waktu tertentu. [Antara]
Berita Terkait
-
Musim Hujan 2025/2026 Maju, BMKG Ingatkan Risiko Banjir hingga Demam Berdarah
-
BMKG: Musim Hujan 2025/2026 Datang Lebih Awal, Waspada Banjir dan Longsor
-
Gempa M 7,4 Guncang Rusia, Wilayah Indonesia Aman dari Tsunami
-
Bali 'Tenggelam' di 120 Titik: BMKG Ungkap Penyebab Hujan Gila dan Peran Sampah Kita
-
Terungkap! Gelombang Rossby Biang Kerok Banjir Bali, Jakarta Siaga?
Terpopuler
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- 5 Fakta Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Publik Penasaran!
- Profil Komjen Suyudi Ario Seto, Calon Pengganti Kapolri Listyo Sigit Prabowo?
Pilihan
-
Perang Tahta Sneakers Putih: Duel Abadi Adidas Superstar vs Stan Smith. Siapa Rajanya?
-
Viral Taiwan Resmi Larang Indomie Soto Banjar Usai Temukan Kandungan Berbahaya
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
Terkini
-
Prompt Gemini AI Ubah Selfie Jadi Foto Studio Profesional: Detail dan Langsung Jadi
-
Realme P3 Lite Resmi, HP Murah Durabilitas Standar Militer
-
Kode Redeem Blue Lock Rivals yang Aktif September 2025, Tak Cuma Dapat Item Gratis!
-
Samsung Galaxy A16 5G Jadi HP Android Terlaris di Dunia Q2 2025, Tapi Juaranya Tetap iPhone
-
Spesifikasi Oppo Pad 5 Bocor, Dijadwalkan Rilis Bareng Oppo Find X9?
-
Prompt Gemini AI Lengkap untuk Foto Polaroid Bareng Keluarga dan Teman
-
12 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 14 September, Klaim Pemain Captain Populer dan 1000 Gems
-
22 Kode Redeem FF Terbaru 14 September, Kesempatan Klaim Skin SG2 Golden Glare
-
6 Tools Pendeteksi Gambar AI Terbaik agar Tidak Tertipu Rekayasa
-
6 Bahaya Mengedit Foto Menggunakan AI: Ancaman Tersembunyi di Balik Tren Viral