Suara.com - NASA berhasil mengabadikan komet 46P/Wirtanen saat meledak berkat bantuan satelit TESS (Transit Exoplanet Survey Satelite). TESS mulanya hanya berfokus mengamati dan mencari eksoplanet, tapi tak sengaja mengabadikan peristiwa ledakan komet yang terjadi pada akhir 2018 tersebut.
Saat dilatih di wilayah langit tertentu selama sebulan, TESS menangkap seluruh peristiwa dari awal hingga akhir ketika komet 46P/Wirtanen meledak, mengeluarkan debu, es, dan gas ke dalam kosmos.
Komet adalah bongkahan besar batuan es yang tersisa dari pembentukan bintang dan berusia miliaran tahun. Ada banyak alasan mengapa komet dapat meledak, meski begitu masih tidak diketahui secara pasti alasan meledaknya komet 46P/Wirtanen ini.
"Saat komet mengorbit Matahari, mereka dapat melewati bidang pandang TESS," jelas Tony Farnham, penulis utama pengamatan ini dari University of Maryland.
TESS berhasil mengabadikan ledakan dengan detail yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Komet tersebut meledak pada pada 26 September 2018 dan menghilang selama 20 hari berikutnya. TESS mengambil gambar setiap 30 menit sehingga tim dapat melihat seluruh urutan kejadian ketika komet meledak.
Dilansir laman IFL Science, ledakan awal terjadi dalam dua fase, yaitu ledakan pertama sepanjang 1 jam dan ledakan selanjutnya selama 8 jam.
Ada beberapa teori yang menyebutkan tentang pemicu ledakan komet, sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi di permukaan komet. Hal ini bisa berupa gelombang panas dari Matahari yang menyebabkan es di komet menguap dengan cepat dan menciptakan ledakan atau runtuhnya permukaan berbatu di komet.
"Kita tidak bisa memprediksi kapan ledakan komet akan terjadi," tambah Farnham.
Dalam penelitian yang diterbitkan dalam The Astrophysical Journal Letters, tim menghitung berapa banyak material yang bisa dikeluarkan dalam ledakan komet. Menurut peneliti diperkirakan mencapai 1 juta kilogram sehingga cukup membuat kawah selebar 20 meter di permukaan Wirtanen.
Baca Juga: Ilmuwan China Ciptakan Chimera, Campuran Babi dan Monyet
Selain ledakan, para peneliti juga berhasil menangkap jejak debu komet untuk pertama kalinya. Jejak yang terlihat seperti puing-puing pasir dan kerikil itulah yang menyebabkan terjadinya hujan meteor saat orbit Bumi melintasi komet dan membuat beberapa puing memasuki atmosfer Bumi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Rincian Sensor Kamera iPhone 17 Series Terungkap, Semuanya dari Sony
-
57 Kode Redeem FF Terbaru 5 Oktober: Ada Bunny Bundle dan SG2 Troublemaker
-
19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
-
Xiaomi 17T Diprediksi Rilis Lebih Awal, Pertahankan Chip Premium MediaTek
-
Spesifikasi Infinix GT 30: HP Murah dengan Skor AnTuTu Tinggi, Layar 144 Hz
-
Mudah! Begini Cara Membuat Avatar Profil WhatsApp dari Foto Selfie
-
5 Kode Shift Borderlands 4 Terbaru: Ada Hadiah Kunci dan Legendary Ripper Shield
-
Tampilkan Mobil Balap, Teaser iQOO 15 Bocorkan Performa dan UI Anyar
-
5 Rekomendasi HP Gaming 1 Jutaan Snapdragon, Berkualitas Tinggi Anti Ngelag!
-
Call Of Duty: Black Ops 7 Beta Resmi Dibuka, Ada Mode Zombie dan Multiplayer Baru