Suara.com - Radius Setiyawan, mahasiswa doktoral Ilmu Sosial FISIP, Universitas Airlangga, menemukan bahwa imajinasi Papua yang primitif, bodoh, miskin, dan hal negatif lainnya sudah terinstitusionalisasi dalam film, tayangan televisi, dan buku sekolah.
Masyarakat Papua menjadi korban rasisme dan diskriminasi di negaranya sendiri.
Hingga saat ini pun, kejadian rasis dan diskriminatif kerap kali kita temukan. Kasus rasisme yang berujung pada kekerasan menimpa Oby Kagoya, mahasiswa Papua yang berkuliah di Yogyakarta. Kepala Oby Kagoya diinjak sepatu yang dikenakan aparat dan wajahnya tertelungkup ke tanah. Selain itu ada juga ujaran rasis yang menimpa para mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur tahun lalu.
Saya melihat aksi rasis dan diskriminatif terhadap warga Papua ini sudah tertanam di dalam diri anak-anak Indonesia sejak dini lewat konstruksi orang Papua yang disuguhkan melalui media populer.
Melalui film, tayangan televisi dan buku teks sekolah, negara melanggengkan sikap rasis terhadap warga Papua dalam diri anak.
Rasisme dalam film
Film, tayangan televisi, dan buku sekolah merupakan merupakan instrumen penting dalam membangun kesadaran anak. Wening Udasmoro, ahli bahasa dari Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, mengungkapkan bahwa anak adalah peniru ulung. Melalui pengalaman kesehariannya, mereka mengamati dan meniru hal-hal yang ditonton dan dibaca. Keseharian anak yang dekat dengan media populer berpengaruh dalam membentuk kesadaran, tingkah laku, dan karakter mereka.
Dari beberapa film tentang Papua yang tayang di televisi, saya menemukan masih cukup banyak film anak bertema Papua yang mengandung unsur diskriminatif dan rasis.
Misalnya film Denias, Senandung di Atas Awan, yang merupakan salah satu contoh film anak yang bercerita tentang anak Papua. Film tersebut masih saja menggambarkan citra anak-anak Papua yang primitif, terbelakang, miskin, dan cenderung suka berkelahi.
Baca Juga: Rasisme yang Dialami Mahasiswa Papua:"Di Papua sudah pakai baju?"
Gambaran yang penuh stereotip juga akan mudah kita temui dalam beberapa film anak bertema Papua.
Stereotip senada juga ditemukan dalam serial drama remaja Diam-Diam Suka di salah satu televisi swasta. Serial tersebut menggambarkan bahwa orang Papua itu bodoh, aneh, dan primitif.
Tayangan lain yang sejenis bisa kita jumpai dalam tayangan komedi Keluarga Minus.
Dalam tayangan tersebut kita akan mengingat sosok Minus yang lucu dan terkadang berlaku konyol. Tayangan tersebut memberikan sesuatu hal yang relatif baru, yakni kemunculan wajah Papua dalam televisi. Tetapi kemunculan tersebut cenderung memposisikan Papua sebagai bahan olok-olok dan layak ditertawakan. Padahal secara tidak sadar hal tersebut akan melanggengkan stigma terhadap orang Papua, yakni stigma bodoh dan konyol.
Rasisme dalam buku teks
Setelah era Reformasi, buku teks pelajaran anak berusaha menghadirkan lebih banyak keragaman Indonesia. Buku teks SD (Sekolah Dasar) yang dulu hanya didominasi oleh nama Budi dan Ani kini, kini juga menghadirkan tokoh Edo yang merepresentasikan Papua.
Berita Terkait
-
Hak Reproduksi Dianggap Beban, Komnas Perempuan Desak Reformasi Kebijakan Ketenagakerjaan
-
Perempuan dan Diskriminasi Berlapis dalam Catatan Pelanggaran HAM di Indonesia
-
Tubuhku Otoritasku! Catatan Kritis Transpuan di 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia
-
Terjebak di Usia Emas: Diskriminasi Pekerja Tua di Indonesia Berakhir?
-
Tomi Adeyemi Suarakan Rasisme Terhadap Kulit Hitam dalam Novel Children of Blood and Bone
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
Terkini
-
Google Doodle Peringati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, Ini Maknanya
-
Unisoc T7250 vs MediaTek Helio G81, Bagus Mana?
-
Cari Smartwatch yang Cocok untuk iPhone selain Apple Watch? Cek Rekomendasi Keren Ini
-
Spesifikasi Redmi Pad 2 Pro, Tablet Xiaomi Resmi ke RI dengan Baterai 12.000 mAh
-
Daftar Harga iPhone Terbaru November 2025, Setelah iPhone 17 Rilis Banyak yang Dapat Diskon
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
25 Kode Redeem FF Hari Ini 5 November 2025: Skin Evo Gun Gratis Di Depan Mata
-
22 Kode Redeem FC Mobile 5 November 2025: Banjir Hadiah Rank Up dan Pemain Bintang Gratis
-
Terjemahan Langsung di AirPods Masuk ke Uni Eropa, Kapan Giliran Indonesia?
-
Review Realme 15T 5G: Desain BIkin Pangling, Punya Baterai Jumbo 7.000 mAh