Suara.com - Perubahan iklim yang semakin parah dan kekeringan yang meningkat membuat akses air bersih untuk minum akan semakin sulit didapat. Karena itu, para ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), mengembangkan perangkat yang memanfaatkan energi Matahari untuk menghasilkan air bersih dari udara kering.
"Di wilayah di mana kelangkaan air menjadi masalah, penting untuk mempertimbangkan berbagai teknologi yang menyediakan air, terutama karena perubahan ikim akan memperburuk masalah kelangkaan air," kata Alina LaPotin, ilmuwan dari MIT, seperti dikutip IFL Science, Rabu (28/10/2020).
Perangkat tersebut menggunakan perbedaan suhu untuk memindahkan air dari udara ke bahan adsorben di perangkat, sebelum mengembunkan air kembali ke wadah.
Pada malam hari, saat tidak ada Matahari untuk memanaskan perangkat, air dari udara di sekitar akan ditarik ke permukaan lapisan adsorben. Saat Matahari terbit dan memanaskan pelat termal di atas perangkat, perbedaan suhu dari pelat yang terbuka dan bagian bawah yang teduh akan menarik air keluar dari bahan adsorben lalu mengembunkannya ke dalam wadah.
Meskipun metode ini telah diusulkan sebelumnya, kemampuan menangkap airnya terlalu terbatas untuk digunakan secara luas. Kali ini para ilmuwan telah meningkatkan teknologinya dan membuatnya menjadi perangkat dua tahap, menambahkan tahap kedua adsopsi dan desorpsi.
Namun, sistem tersebut memerlukan penyesuaian untuk meningkatkan produksi dan menurunkan biaya pembuatan sebelum dapat diterapkan dalam skala besar.
Saat ini, perangkat tersebut menghasilkan 0,8 liter air sehari, masih di bawah 2,5 liter yang dibutuhkan per hari bagi manusia untuk bertahan hidup. Selain itu, jika ketersediaan energi Matahari, kelembapan, dan suhu menurun, maka produksi air juga dapat menurun di bawah 0,8 liter.
Untuk mengembunkan, perangkat sebelumnya membutuhkan kelembapan 100 persen agar air dapat dihasilkan dari udara. Namun, perbaikan dua tahap dapat bekerja dalam kelembapan serendah 20 persen sehingga dapat digunakan di iklim yang jauh lebih kering.
Baca Juga: Ilmuwan Sebut Risiko Penularan Covid-19 di Pesawat Sangat Rendah?
Berita Terkait
-
Dunia Sedang Uji Coba Vaksin COVID-19 Tahap 3, Siapa Terdepan?
-
Ilmuwan Sebut Covid-19 Mungkin Akan Jadi Endemik, Apa Artinya?
-
Gunakan Artificial Intelligence, Facebook Bantu Lawan Perubahan Iklim
-
Rencana Menyelamatkan Es Kutub Utara dengan Butiran Kaca
-
Dinosaurus Ompong dan Mirip Burung Beo Ditemukan
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
BAKTI Komdigi Akui Ada 2.121 Desa di Indonesia Belum Kebagian Internet
-
Starlink Banyak Dipakai Korban Banjir Sumatra, Bisakah Indonesia Bikin Satelit Pesaing?
-
40 Kode Redeem FF 10 Desember 2025: Klaim Mythos Fist dan HP Gratis dari Bang Yeti
-
Kode Redeem FC Mobile 10 Desember 2025: Siap Klaim Nedved dan Gems Melimpah untuk Player F2P
-
Mirai Human Washing Machine, Inovasi Mandi Otomatis dengan Harga Fantastis
-
Komdigi Bantah Kalah Cepat dari Starlink Pulihkan Internet di Lokasi Banjir Sumatra
-
Tutorial Membuat Grab dan Gojek Wrapped 2025, Tinggal Klik dan Langsung Bagikan
-
Render Motorola Edge 70 Ultra Beredar, Diprediksi Sertakan Stylus
-
BAKTI Komdigi Sukses Sediakan 30 Ribu Akses Internet Berkat Satelit Satria-1
-
Capcom Siapkan Game Baru dari Seri Mega Man, Devil May Cry, dan Ace Attorney