Suara.com - Para ilmuwan menemukan artefak senjata berburu kuno saat es mencair di Pegunungan Jotunheimen, Norwegia. Senjata itu berupa 68 anak panah dari situs berburu rusa kuno.
Menurut penanggalan radiokarbon, penemuan paling awal berumur 6.000 tahun. Penemuan juga mencakup tulang dan tanduk rusa serta tongkat yang digunakan untuk menggiring hewan ke tempat-tempat di mana hewan bisa lebih mudah diburu.
Temuan seperti ini menjadi semakin umum seiring kenaikan suhu global, terutama di bawah lapisan es statis yang tidak bergerak dan memecah objek dengan cara yang sama seperti gletser.
Dilansir dari Science Alert pada Sabtu (28/11/2020), penemuan potensial tersebut sangat signifikan sehingga kelompok ilmuwan merahasiakan detail lokasi situs tersebut.
Barang-barang tersebut diperkirakan berasal dari Zaman Batu hingga periode Abad Pertengahan, dengan pola yang berbeda pada periode waktu tertentu. Namun, sebagian besar anak panah berasal dari era Neolitik Akhir dan Zaman Besi Akhir.
Untuk mengumpulkan informasi sejarah dari lokasi penemuan, para ahli harus memperhitungkan banyak faktor yang berbeda, seperti pergerakan es dan air yang mencair serta dampak angin dan paparan. Unsur-unsur tersebut kemungkinan besar telah memindahkan sebagian besar artefak dari situs.
"Penting untuk diingat bahwa tambalan es bukanlah situs arkeologi biasa. Itu terletak di pegunungan tinggi dalam lingkungan yang dingin dan tidak bersahabat. Kekuatan alam berada pada skala yang sangat berbeda di sini daripada di situs arkeologi normal di dataran rendah," kata Lars Pilo, arkeolog dari Departemen Warisan Budaya di Innlandet County Council di Norwegia.
Beberapa anak panah yang hancur menunjukkan bahwa tambalan es sebenarnya bergerak lebih teratur daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Penelitian lebih lanjut masih harus dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi dan lokasi penemuan ini menunjuk pada pergerakan es, rusa kutub, dan manusia.
Baca Juga: Misteri Vandalisme di Museum Berlin, 60 Artefak Diolesi Minyak
Menurut Pilo, studi yang telah dipublikasikan di Holocene ini memberikan kerangka kohesif pertama untuk memahami bagaimana temuan arkeologis dari es dipengaruhi oleh proses alam.
Berita Terkait
Terpopuler
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Pemain Keturunan Rp 20,86 Miliar Hubungi Patrick Kluivert, Bersedia Bela Timnas Oktober Nanti
- Ameena Akhirnya Pindah Sekolah Gegara Aurel Hermanyah Dibentak Satpam
- Cara Edit Foto yang Lagi Viral: Ubah Fotomu Jadi Miniatur AI Keren Pakai Gemini
- Ramai Reshuffle Kabinet Prabowo, Anies Baswedan Bikin Heboh Curhat: Gak Kebagian...
Pilihan
-
Dugaan Korupsi BJB Ridwan Kamil: Lisa Mariana Ngaku Terima Duit, Sekalian Buat Modal Pilgup Jakarta?
-
Awas Boncos! 5 Trik Penipuan Online Ini Bikin Dompet Anak Muda Ludes Sekejap
-
Menkeu Purbaya Sebut Mulai Besok Dana Jumbo Rp200 Triliun Masuk ke Enam Bank
-
iPhone di Tangan, Cicilan di Pundak: Kenapa Gen Z Rela Ngutang Demi Gaya?
-
Purbaya Effect, Saham Bank RI Pestapora Hari Ini
Terkini
-
Baterai iPhone 17 Ternyata Masih Kalah dari HP Murah Samsung
-
4 Rekomendasi HP Infinix Murah untuk Pelajar yang Hobi Fotografi
-
Apple Watch SE 3 Resmi: Debut Jam Tangan 'Murah' Setelah 3 Tahun Absen
-
3 HP Huawei Terbaik Punya Performa Andal dengan Kamera Jernih
-
Dari Meja Kerja ke Medan Tempur: Cara Bikin Miniatur AI Edisi Perang yang Epik
-
Apple Watch Ultra 3: Jam Tangan Seharga iPhone dengan Konektivitas Satelit dan 5G
-
Hasil Miniatur AI Jelek? Jangan Salahkan AI-nya! Kunci Utamanya Ada di Foto Pilihanmu
-
iPhone 17 Dipastikan Masuk Indonesia Bulan Depan
-
Huawei Pura 80 Ultra Harga Berapa? Kameranya Bikin iPhone Insecure
-
Siap Debut di Indonesia, Huawei Pura 80 Diklaim Jadi HP dengan Kamera Terbaik Versi DXOMARK