Suara.com - Xiaomi mengajukan gugatan ke Pengadilan AS di Colombia. Langkah ini sebagai reaksi dari diputuskannya larangan investasi oleh Presiden AS Donald Trump, beberapa hari sebelum digantikan Joe Biden.
Gugatan ini diajukan dari perusahaan ke Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen, yang juga ditunjuk untuk mengisi kabinet baru di bawah pemerintahan Joe Biden.
Menurut Xiaomi, keputusan yang menyatakan perusahaannya berafiliasi dengan People’s Liberation Army (Tentara Pembebasan Rakyat/PLA) China adalah inkonstitusional karena merampas kebebasan dan hak kepemilikan Xiaomi tanpa proses hukum.
"Xiaomi menghadapi bahaya yang akan segera terjadi, dan tidak dapat diperbaiki jika penunjukkan tetap ada dan pembatasan berlaku," kata Xiaomi dalam gugatannya, dilansir dari South China Morning Post, Minggu (31/1/2021).
Xiaomi masuk di antara lusinan perusahaan teknologi China yang ditempatkan di bawah sanksi dan daftar hitam oleh Trump. Keputusan ini membuat hubungan AS-China makin memburuk dalam beberapa dekade.
Ketegangan antara dua ekonomi terbesar di dunia, yang awalnya adalah perang dagang merembet ke teknologi, hak asasi manusia, mata uang, dan bahkan asal mula pandemi virus corona.
"Xiaomi tidak memiliki atau dikendalikan atau berafiliasi dengan pemerintah atau militer Cina, juga tidak dimiliki atau dikendalikan oleh entitas yang berafiliasi dengan basis industri pertahanan Cina," kata perusahaan yang terdaftar di Hong Kong itu.
Sebelumnya, Trump juga telah menempatkan beberapa perusahaan teknologi asal China seperti Huawei, Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC), dan produsen drone DJI dalam daftar sanksi yang melarang perusahaan tersebut menggunakan produk teknologi dari AS.
Nasib Xiaomi tidak semalang Huawei, yang telah dimasukkan ke Daftar Entitas Washington pada Mei 2019 lalu. Huawei benar-benar diblokir dan tidak bisa mendapatkan teknologi asal AS seperti Google.
Baca Juga: Update: Bukan 4.700mAh, Xiaomi Mi 11 Pro Bakal Dibekali Baterai Lebih Besar
Xiaomi hanya dilarang memiliki kepemilikan dari para investor AS. Mereka masih bisa mengimpor teknologi dari AS tanpa lisensi khusus, setidaknya sampai saat ini.
Namun, belum pasti apakah larangan investasi bakal diperluas untuk menutupi pembatasan rantai pasokan perusahaan, terutama pasokan chipnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- 7 Sepatu Adidas Diskon hingga 60% di Sneakers Dept, Cocok Buat Tahun Baru
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Kencang bak Ninja, Harga Rasa Vario: Segini Harga dan Konsumsi BBM Yamaha MT-25 Bekas
Pilihan
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
-
Aksi Adik Kandung Prabowo yang Makin Mencengkeram Bisnis Telekomunikasi
Terkini
-
5 HP Snapdragon 8 Elite Termurah, Performa Monster Harga Bersahabat
-
Ingin Tetap Ramping, Studio Game Clair Obscur Menolak Ekspansi
-
HP Murah Vivo Y31d Siap ke Indonesia: Fitur Tahan Banting dengan Baterai Jumbo
-
9 HP Redmi RAM 8 GB Harga Rp1 Jutaan, Lancar Jaya Dipakai Multitasking
-
Teaser Resmi Beredar, 'HP Flagship Killer' Motorola Signature Debut 7 Januari 2026
-
Master Camera Ring Xiaomi 17 Ultra: Gimmick atau Game-Changer Fotografi?
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 30 Desember: Klaim Paket Winter 115 dan Ratusan Rank Up
-
Lupa Bayar Iuran? Ini Cara Mengecek Tagihan BPJS Kesehatan di Mobile JKN
-
Bug HyperOS Hantam Redmi Note 14, Ponsel Bisa Mati Mendadak Saat Baterai Hampir Habis