Suara.com - Operasi pencarian atas KRI Nanggala-402 yang hilang di perairan utara Bali pada sejak 21 April terus dilakukan. Kapal selam dengan 53 awak itu hilang kontak saat tengah mengikuti latihan penembakan rudal dan torpedo. Setidaknya 21 kapal perang dan satu pesawat patroli maritim telah dikerahkan untuk mencari KRI Nanggala.
Bagaimana cara mencari kapal selam
Ada dua tantangan utama dalam mencari kapal selam yang hilang.
Pertama adalah tantangan dalam menemukan kapal itu. Kapal selam dirancang untuk tidak mudah dilacak. Saat Nanggala menyelam dalam latihan rutin itu, kecil kemungkinan ada pelacakan terhadap kapal itu.
Bahkan dalam latihan jarak dekat sekalipun, akan sangat sulit untuk terus-menerus melacak sebuah kapal selam dengan sonar.
Nanggala mungkin memiliki jalur yang sudah direncanakan dalam latihan, tapi lokasi yang bisa kita ketahui dengan jelas adalah lokasi saat awak kapal melakukan kontak terakhir.
Biasanya, petunjuk pertama sebuah kapal selam hilang - kecuali ada tabrakan yang jelas dengan kapal lain di permukaan - adalah tidak ada laporan rutin dari awak.
Angkatan-angkatan laut dunia memiliki prosedur terencana untuk memeriksa dan memulai pencarian jika sebuah kapal selam berhenti melapor.
Prosedur ini akan segea dilakukan saat laporan tidak dilakukan. Otoritas akan segera berganti dari prosedur yang dinamai “SUBLOOK” (pencarian kapal selam) ke prosedur “SUBMISS” (kapal selam hilang). Lalu, jika tidak ada harapan lagi atau ada bukti telah terjadi kecelakaan, ada prosedur “SUBSUNK” (kapal selam tenggelam).
Baca Juga: Eks Komandan: Alat Keselamatan Kapal Selam Nanggala-402 Sesuai Standar
Ketidakpastian besar
Sebanyak apa pun jumlah pencari dan seberapa canggih pun sensor yang mereka miliki, akan selalu ada ruang ketidakpastian, dan bisa jadi sangat besar.
Semakin cepat kapal selam itu bergerak, semakin lama jangka waktu sejak kontak terakhir, semakin besar ruang ketidakpastian itu.
Kapal selam memiliki pelampung indikator yang dapat dilepaskan untuk memberi tahu posisinya saat terjadi kecelakaan. Ini tentu saja jika kecelakaan itu tidak menghalangi kemampuan awak untuk melepaskan pelampung.
Di perairan dangkal, pelampung-pelampung ini bisa tetap tersambung pada kapal selam. Di perairan dalam, pelampung ini mengapung bebas; sehingga saat tim pencari menemukan pelampung ini, mereka harus mengkalkulasi perkiraan posisi saat pelampung itu dilepas, dengan segala faktor tidak pasti terkait angin dan arus air.
Ini juga bisa dilakukan jika ada puing atau bahan bakar yang ditemukan di permukaan laut - seperti tumpahan oli dan minyak yang mungkin ditemukan oleh tim pencari Nanggala.
Kesulitan di perairan dalam
Dasar laut jarang sekali berbentuk rata; ini menjadi tantangan kedua.
Bahkan jika perairan tidak cukup dalam untuk meremukkan badan kapal - seperti yang terjadi pada kapal selam Argentina bernama San Juan yang tenggelam di perairan berkedalaman 900 meter pada 2017 - mungkin akan tetap sulit untuk mendeteksi kapal selam di permukaan dasar laut.
Pencarian San Juan, walau didukung data getaran seismik yang timbul saat kapal itu meletup di bawah air, membutuhkan waktu satu tahun lewat pencarian secara rinci di dasar laut menggunakan sonar frekuensi tinggi dan kamera bawah laut. Maka ada kemungkinan pencarian Nanggala juga bisa berlangsung sama lamanya atau lebih lama.
Saat kapal itu ditemukan, tidak ada jaminan awak kapal masih hidup, walaupun badan kapal utuh. Jika satu atau lebih kompartemen kemasukan air, maka awak kapal mungkin berada di bagian kapal lain, tapi mereka memiliki pasokan udara terbatas. Ini masalah utama.
Laut terlalu dalam, waktu terlalu sedikit
Waktu menjadi musuh bagi awak Nangala. Masalahnya, sebagaimana disampaikan Angkatan Laut Indonesia, 53 awak kapal Nanggala hanya memiliki sekitar 72 jam pasokan udara setelah kapal selam berhenti berfungsi. Artinya hanya ada waktu sampai Sabtu pagi.
Memang ada kemungkinan untuk individu melepaskan diri dari kapal selam yang karam naik ke permukaan, tapi prosedur berbahaya ini semakin berisiko di perairan yang semakin dalam.
Nanggala beroperasi di area dengan kedalaman hingga 700. Ini area yang terlalu dalam untuk metode ini; namun ada kemungkinan badan kapal masih utuh.
Walau Nanggala masih utuh, kecil kemungkinan peralatan penyelamat dapat meraih kapal itu di kedalaman 700 meter. Ada prosedur-prosedur internasional yang telah dikembangkan dengan baik untuk memberi bantuan dalam kecelakaan kapal selam, dan beberapa kapal dan sistem pencari telah diaktifkan oleh negara-negara lain dan juga oleh Indonesia.
Idealnya, sebuah unit penyelamat laut dalam dapat diterjunkan untuk menempel pada pintu kapal selam dan mengeluarkan para awak - ini jika pintu kapal selam dapat diakses dan perairan tidak terlalu dalam. Jika Nanggala berada pada kedalaman 700 meter, maka ini mungkin terlalu dalam.
Bagaimana pun, unit penyelamat semacam itu harus dibawa ke lokasi. Ada sistem-sistem - seperti American Deep Submergence Rescue Vehicle (DSRV) berkapasitas 24 orang - yang bisa diterbangkan ke sebuah wilayah, lalu dinaikkan ke kapal laut dan dibawa ke lokasi kejadian.
Dalam kasus Nanggala, Angkatan Laut India telah menerjunkan kapal selam penyelamat, tapi kapal ini butuh enam hari untuk tiba di lokasi, dan hampir semua sistem penyelamat lain yang tersedia juga akan tiba terlambat untuk menolong.
Dan hingga kini KRI Nanggala-402 belum ditemukan.
Artikel ini sudah tayang di The Conversation.
Berita Terkait
-
Prabowo Ungkap Kartel Narkoba Kini Pakai Kapal Selam, Minta Polisi Jadi 'Mata dan Telinga Rakyat'
-
TNI AL Pesan 2 Kapal Selam Scorpene Prancis, Pertimbangkan Beli Unit Tambahan dari China
-
Trump Siaga! Dua Kapal Selam Dikerahkan ke Rusia Usai Medvedev Ancam Perang
-
Hariff Defense Gandeng Produsen Kapal Selam Asal Perancis, RI Bisa Diuntungkan di Sektor Maritim?
-
Pengawasan Bawah Laut Nihil, TNI AL Curhat di DPR: Belum Punya Alat Deteksi Kapal Selam Asing
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
-
Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
-
Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
Terkini
-
Lenovo Legion Go 2 Resmi Masuk RI: Harga Makin Mahal Tapi Banyak Upgrade
-
53 Kode Redeem FF Terbaru 30 Oktober 2025, Klaim Skin SG2 OPM dan M1014 Crimson Gratis
-
Peneliti Temukan Antivenom Baru Penangkal 17 Ular Mematikan
-
24 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 30 Oktober 2025: Klaim Pemain 113, Poin Rank Up, dan Gems Gratis
-
Huawei FreeBuds SE 4 ANC Resmi, TWS Murah Baterai Tahan 50 Jam
-
Digiplus Siap Jadi Surga Baru Pecinta Gadget, Kini Hadir di Kelapa Gading
-
Grokipedia Milik Elon Musk Picu Kontroversi, Disebut Wikipedia Versi AI
-
Realme 15T Resmi ke RI, HP Rp 3 Jutaan Punya Baterai Jumbo 7.000 mAh
-
Spoiler One Piece 1164: Davy Jones Adalah Raja Dunia Pertama, Sejarah Ditulis Ulang!
-
5 HP RAM 12 GB Harga Rp2 Jutaan, Lancar untuk Multitasking dan Simpan File