Suara.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengusulkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas di bawah 25 MW tidak dikenakan pajak karbon agar tidak menambah beban biaya pokok produksi di pembangkit.
"PLTU di bawah 25 MW mungkin dapat dikecualikan kewajiban pajak karbon, dari sisi kontribusi emisi sangat kecil dibandingkan PLTU skala besar," kata Kepala Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup BRIN Nugroho Adi Sasongko dalam Webinar Pajak Karbon, Menuju Era Inovasi dan Investasi Hijau yang diikuti secara virtual di Jakarta, Senin.
Nugroho menuturkan PLTU skala kecil rata-rata berada di luar Pulau Jawa dan dibangun berdasarkan penugasan karena kebutuhan elektrifikasi di daerah terdepan, terluar, dan terpencil sehingga perlu dipertimbangkan agar tidak membebankan pajak karbon kepada PLTU itu.
Dengan demikian, dapat menjaga keberlanjutan elektrifikasi di wilayah terdepan, terluar, dan terpencil (3T) itu ketika belum ada pembangkit listrik dengan sumber energi terbarukan.
"Kita juga harus perhatikan bahwa jika kita memberikan pajak karbon ke daerah yang dengan PLTU skala kecil di bawah 25 MW dan di daerah 3T, itu akan menambah beban biaya pokok produksi dan akan menyebabkan ketidakadilan secara ekonomi untuk daerah-daerah 3T," ujarnya.
Nugroho menuturkan pihaknya juga merekomendasikan agar penetapan pajak karbon tidak hanya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas pembangkit melainkan perlu dikategorikan berdasarkan jenis teknologi di tiap kapasitas.
Selain itu, pihaknya juga memberikan rekomendasi agar metodologi perhitungan pajak karbon sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan update terkini dari metodologi Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).
Nugroho mengatakan pelaksanaan pajak karbon juga dilakukan secara bertahap. Jika tahap pertama dilaksanakan untuk PLTU skala besar dan kemudian jika mekanisme sudah baik maka bisa dilanjutkan untuk PLTU skala kecil 25-100 MW.
Ia juga merekomendasikan harmonisasi dalam kebijakan dan peraturan teknis seperti dalam penggunaan istilah dan mekanisme yang sebaiknya seragam tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon pembangkit.
Baca Juga: BRIN Sebut Kebijakan Pajak Karbon Akan Menekan Dampak Krisis Iklim Dunia
Di samping itu, sosialisasi dan edukasi pajak karbon juga harus dilaksanakan dengan baik kepada masyarakat dan pelaku usaha.
Pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Pemerintah menetapkan tarif pajak karbon lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan minimal tarif Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Pajak karbon diterapkan secara bertahap dengan PLTU batu bara yang akan pertama kali dikenakan pajak karbon. Rencananya, pajak karbon mulai diterapkan pada Juli 2022.
Tujuan utama pengenaan pajak karbon bukan hanya menambah penerimaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) semata, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar.
Pengenaan pajak karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah emisi karbon.
Tag
Berita Terkait
-
Wajah Baru Nusakambangan, Warga Binaan Makin Berdaya dengan FABA
-
Teknologi Penangkap dan Penyimpan Karbon Bakal Dipasang di PLTU Sumut, Studi Kelayakan Disusun
-
PLN Hasilkan 472,2 GWh Energi Bersih, Hemat Ratusan Ribu Ton Emisi Karbon
-
Transformasi Hijau TBS: Divestasi PLTU Tekan Emisi 86 Persen, Tambah Dana Segar 123 Juta USD
-
Singapura Cari Cuan dari Pajak Karbon di Sektor Penerbangan, Harga Tiket Pesawat Siap-siap Naik
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
Terkini
-
EA FC 26 Sudah Bisa Dimainkan: Daftar Ikon Terungkap, Gameplay Tuai Pujian
-
Render Vivo V60 Lite 4G Beredar: Desain Mirip iPhone 17, Harga Lebih Murah
-
4 Rekomendasi iPhone Bekas Terbaik, Lengkap dengan Harganya di September 2025
-
Redmi 15C 5G Resmi, HP Murah Xiaomi dengan Kamera 50MP dan Baterai 6.000 mAh
-
Samsung Galaxy A17 4G Masuk Indonesia, HP Rp 2 Jutaan dengan Kamera 50MP
-
Meta Ray-Ban Display: Kacamata Pintar Calon Pengganti Smartphone, Cukup Kontrol dari Tangan
-
Ray-Ban Meta 2 Resmi Dirilis, Kacamata Pintar Bisa Rekam Video 3K
-
Oppo Siapkan ColorOS 16, Kapan Tanggal Rilis Resminya?
-
53 Kode Redeem FF Hari Ini 18 September 2025, Klaim Evo Gun hingga Skin Scar Megalodon
-
Redmi K90 Kantongi Sertifikasi Anyar, Ungkap Teknologi Pengisian Daya Ini