Suara.com - Generasi Z, kelompok pekerja termuda yang baru memasuki dunia kerja, kini menjadi sorotan. Beberapa pengusaha menyebut mereka sebagai generasi yang "malas", "tidak profesional", dan "kurang berkomitmen".
Namun, apakah benar alasan di balik pemecatan mereka hanya sebatas itu?
Berdasarkan laporan terbaru dari Inc. yang dikutip dari Unilad, bahwa 60 persen pengusaha di dunia mengakui telah memecat karyawan Gen Z yang mereka rekrut tahun lalu.
Namun, di balik statistik ini, para ahli percaya ada faktor yang lebih dalam yang memengaruhi fenomena tersebut.
Mark Travers, seorang psikolog yang menulis di Forbes, menjelaskan tiga alasan utama mengapa Gen Z sering kali diberhentikan dari pekerjaan mereka.
1. Kurangnya Motivasi
Stereotip bahwa Gen Z enggan bekerja keras mungkin terdengar umum, tetapi pandangan ini tidak sepenuhnya akurat. Generasi ini tumbuh di tengah krisis finansial global 2008, pandemi COVID-19, serta perubahan ekonomi yang terus-menerus.
Banyak dari mereka menyaksikan orang tua mereka mengalami kesulitan finansial dan pemutusan hubungan kerja (PHK), yang membuat mereka skeptis terhadap budaya kerja tradisional.
Alih-alih bekerja keras seperti generasi sebelumnya, Gen Z lebih memilih untuk bekerja secara cerdas. Menurut laporan Deloitte, mereka cenderung menghargai perusahaan yang peduli dengan kesejahteraan karyawan dan memiliki nilai sosial yang sejalan dengan mereka.
Baca Juga: Mobil Mungil Idola Gen-Z, Citroen Ami Rilis Versi Baru di 2025
Bagi Gen Z, pekerjaan bukan hanya soal uang, melainkan kontribusi yang berarti bagi dunia.
2. Gaya Komunikasi yang Berbeda
Meskipun Gen Z berbicara dalam bahasa yang sama dengan generasi lainnya, cara mereka berkomunikasi berbeda. Tumbuh dalam era media sosial, banyak dari mereka terbiasa dengan komunikasi virtual dan mungkin kurang nyaman dalam interaksi langsung, terutama di lingkungan kerja formal.
Harvard Law School menjelaskan bahwa banyak pekerja Gen Z memulai karier mereka selama pandemi, yang berarti sebagian besar interaksi profesional mereka terjadi melalui platform digital seperti Zoom, teks, atau email.
Hal ini membuat mereka kurang terbiasa dengan percakapan tatap muka di tempat kerja, yang kadang-kadang menjadi sumber ketegangan dengan rekan kerja yang lebih senior.
3. Prioritas pada Keseimbangan Kehidupan Kerja
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
Terkini
-
Registrasi SIM Card Pakai Face Recognition Mulai 2026, Operator Seluler Klaim Siap Tempur
-
Pakai Snapdragon 6 Gen 3, Segini Skor AnTuTu Redmi Note 15 5G Global
-
5 Rekomendasi Smartwatch yang Bisa Hitung Kalori Terbakar Paling Akurat, Cocok untuk Pantau Diet
-
Tak Hanya Layar OLED, iPad Mini 8 Diprediksi Pakai Chip Lebih Bertenaga
-
Jadi Prioritas, Sebagian Besar Pekerja Bethesda Garap Game The Elder Scrolls 6
-
5 Smartwatch dengan Fitur Olahraga Lengkap, Harga di Bawah Rp1 Juta untuk Pemula
-
33 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 Desember: Raih Pemain Italia OVR 115 dan 10.000 Gems
-
59 Kode Redeem FF Terbaru 17 Desember: Klaim Bundle Anniversary, Diamond, dan Item Winterland
-
Honor Win Debut Akhir Desember, HP Gaming dengan Baterai Super Jumbo
-
5 Rekomendasi Smartwatch Murah dengan Fitur Kesehatan Lengkap, Harga di Bawah Rp1 Juta