Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memutuskan untuk memblokir sementara platform World di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk melindungi publik dari risiko penyalahgunaan data pribadi.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar menerangkan kalau pemblokiran platform dilakukan setelah proses klarifikasi dan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengumpulan data biometrik iris melalui World ID.
Pria yang akrab disapa Alex ini menilai kalau platform yang dikelola oleh Tools for Humanity (TFH) dan mitra lokal PT Sandina Abadi Nusantara (PT SAN) ini belum sepenuhnya memenuhi ketentuan hukum nasional.
"Tetap diberlakukan suspend. Sanksi tersebut merupakan langkah preventif yang diambil untuk melindungi masyarakat dari risiko pengumpulan data biometrik iris dan merupakan tindak lanjut proses klarifikasi dan pemeriksaan menyeluruh," katanya, dikutip dari siaran pers Komdigi, Selasa (17/6/2025).
Alex menerangkan, evaluasi teknis atas dokumen, sistem, dan mekanisme yang digunakan TFH menunjukkan masih adanya pelanggaran terhadap ketentuan perlindungan data pribadi serta kewajiban administratif sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang sah.
Tak hanya itu, Kementerian Komdigi juga menyoroti aspek etika dalam proses pengumpulan data, terutama ketika praktik tersebut menyasar kelompok rentan.
"Kelompok rentan ini mencakup antara lain anak-anak dan remaja, lansia, penyandang disabilitas, masyarakat dengan tingkat literasi digital rendah, serta mereka yang berada di wilayah terpencil atau dengan akses informasi terbatas," tegas dia.
Sebagai bagian dari penegakan regulasi, Kementerian Komdigi menetapkan empat kewajiban utama yang harus dipenuhi oleh TFH dan mitranya:
- Penghentian aktivitas pengumpulan dan pemindaian iris, serta pemrosesan data iris (termasuk data yang telah di-hash) yang sebelumnya dilakukan terhadap masyarakat Indonesia.
- Penghapusan permanen terhadap seluruh iris code dan data/kode terenkripsi lainnya yang berasal dari warga negara Indonesia dan tersimpan di perangkat pengguna.
- Rekomendasi perbaikan menyeluruh terhadap tata kelola data pribadi, sistem keamanan data, serta prosedur operasional yang menjamin tidak ada data anak diproses di masa mendatang.
- Kepatuhan penuh terhadap regulasi nasional, sebagai syarat mutlak untuk melanjutkan operasional bisnis di Indonesia.
Alex turut merekomendasikan adanya perbaikan menyeluruh terhadap tata kelola data pribadi, sistem perlindungan data, dan prosedur operasional TFH.
Baca Juga: Anti War, Tiket Konser BLACKPINK di Jakarta Masih Tersedia
"Termasuk kewajiban menjamin bahwa tidak terdapat data anak yang diproses apabila TFH hendak melanjutkan kegiatan bisnis di Indonesia," ujar Alexander.
Lebih lanjut Kementerian Komdigi menekankan bahwa kelangsungan aktivitas TFH di Indonesia akan bergantung pada komitmen nyata perusahaan dalam menjunjung tinggi kepatuhan terhadap regulasi nasional serta menunjukkan tanggung jawab sosial yang nyata kepada masyarakat.
"Kami senantiasa berkomitmen untuk menjaga ruang digital Indonesia agar tetap aman, adil, dan bertanggung jawab melalui kegiatan pengawasan di ruang digital," pungkasnya.
Klarifikasi World App
Sebelumnya Perusahaan teknologi Tools for Humanity (TFH) sekaligus pengelola World App buka suara usai layanannya dibekukan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Diketahui World App viral di Bekasi lantaran mengambil data scan retina warga dengan timbal balik sebesar Rp 800 ribu. Fenomena ini pun ramai dibahas di media sosial X (sebelumnya Twitter).
TFH mengaku kalau mereka sudah menghentikan sementara layanan World App di Indonesia secara sukarela. Mereka juga tengah mengurus persyaratan izin operasional setelah dibekukan Pemerintah RI.
"World telah menghentikan sementara layanan verifikasi di Indonesia secara sukarela dan saat ini tengah mencari kejelasan terkait persyaratan izin dan lisensi yang relevan," kata TFH dalam siaran pers yang diterima, Senin (5/5/2025).
Tools For Humanity menilai kalau teknologi baru seringkali disambut dengan skeptisisme dan kekhawatiran, sebelum akhirnya diterima oleh masyarakat luas maupun pemangku kepentingan.
Mereka mencontohkan perkembangan teknologi seperti ponsel, mobil, dan komputer yang sempat mendapat reaksi keras saat pertama kali diperkenalkan. Tetapi seiring waktu, perangkat itu terbukti membawa manfaat besar bagi masyarakat.
"Hal ini yang menjadi alasan Tools for Humanity (TFH), sebagai perusahaan yang membangun protokol World, sangat berhati-hati dalam memperkenalkan World di Indonesia," imbuhnya.
"Kami melakukan diskusi yang berkelanjutan dan mendalam dengan pemerintah, memastikan kepatuhan terhadap seluruh regulasi yang berlaku, serta menginformasi masyarakat melalui konferensi pers, acara publik, dan kampanye edukatif sebelum meluncurkan layanan kami," klaim Tools For Humanity.
Mereka menegaskan bahwa perusahaan memanfaatkan teknologi untuk memverifikasi keunikan individu di era kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Lebih lagi ketika fenomena misinformasi dan disinformasi tengah merajalela, termasuk pencurian identitas dan deep fake.
"Proses ini dilakukan tanpa menyimpan data pribadi siapa pun, dan sebaliknya, kami menyerahkan kendali penuh atas informasi tersebut kepada sang pengguna. Informasi ini tidak dapat diakses oleh World maupun pihak kontributor seperti Tools for Humanity," imbuhnya.
Lebih lanjut TFH berharap mereka bisa kembali berdiskusi dengan Pemerintah Indonesia karena sudah bekerja sama dalam kurun waktu setahun terakhir.
"Kami berharap dapat terus melanjutkan dialog konstruktif dan suportif yang telah terjalin selama setahun terakhir dengan pihak pemerintah terkait. Jika terdapat kekurangan atau kesalahpahaman terkait perizinan kami, kami tentu akan menindaklanjutinya," pungkas TFH.
Berita Terkait
-
Anti War, Tiket Konser BLACKPINK di Jakarta Masih Tersedia
-
Tiket Ludes Terjual, Konser G-Dragon di Jakarta Ditambah Jadi 2 Hari
-
BAKTI Komdigi Perkuat Akses Internet di Wilayah 3T dengan Kecepatan hingga 8 Mbps
-
Siap-siap! Prabowo Mau Sediakan Akses Internet 100 Mbps ke Wilayah Terpencil
-
Meutya Hafid Minta Netflix-Amazon Prime dkk Biayai Ekosistem Penyiaran Lokal
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Bocoran Spesifikasi PS6, Lebih Kencang 8 Kali Lipat dari PS5!
-
12 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 16 September 2025: Klaim Hadiah, Hadir Son Heung-min dan Kessie
-
iOS 26 Bikin iPhone Panas dan Boros Baterai, Ini Klarifikasi Apple
-
52 Kode Redeem FF Terbaru 16 September 2025, Klaim M1014 Green Flame Draco dan SG2 OPM
-
Cara Mengedit Foto yang Lagi Viral, Buat Miniatur Efek Retro Pakai Gemini AI
-
HP Baru iQOO Muncul di Geekbench: Usung RAM 16 GB dan Dimensity 9500
-
Apple Rencanakan Peluncuran iPhone dan MacBook Baru di Awal 2026?
-
Ubah Foto Biasa Jadi Profesional LinkedIn, Cuma Modal Gemini AI Pakai Prompt Ini!
-
Lapisan Ozon Menuju Pemulihan Penuh, PBB Sebut Bukti Nyata Kemajuan
-
Video Lawas Budi Arie Viral Lagi, Sebut Masuk Penjara Bila Kalah di Pilpres 2024