Suara.com - Ratna Indah Kurniawati, perawat di Desa Rebalas, Kecamatan Grati, Pasuruan trenyuh ketika melihat seorang pengidap kusta dikucilkan oleh warga sekitar. Padahal, penderita kusta itu sudah menjalani proses pengobatan dan dinyatakan sembuh. Namun, stigma negatif masyarakat tentang penyakit kusta sebagai penyakit yang menjijikkan masih melekat di benak warga.
Peristiwa itulah yang menjadi motivasi perempuan kelahiran 23 April 1980 itu untuk membentuk Kelompok Perawatan Diri pada 2009. Kelompok itu akan memberdayakan para pengidap kusta yang sudah sembuh namun tetap dikucilkan oleh warga sekitar.
“Pengidap kusta itu sebagian besar miskin, tidak bekerja dan tergantung kepada keluarga. Kelompok perawatan diri awalnya beranggotakan 25 orang pengidap kusta. Kami berdayakan mereka dengan berbagai macam usaha seperti menyulam jilbab, menjahit, usaha ternak jangkrik dan kambing, serta membuat keranjang dari rotan,” kata Ratna kepada Suara.com usai menghadiri acara Kick Off SATU Indonesia Award 2014 di Jakarta, Rabu (5/4/2014).
Kelompok perawatan diri yang dibentuk Ratna mendapat bantuan dari Dinas Sosial setempat. Bantuannya bukan dalam bentuk uang tetapi berupa peralatan seperti mesin jahit. Ketika mendapatkan satu mesin jahit, masalah baru pun muncul.
“Mesin jahit sudah ada, tetapi kami kan harus mencari seseorang yang bisa mengajarkan bagaimana cara menjahit kepada mereka. Mencari seorang guru untuk mengajarkan menjahit kepada bekas pengidap kusta kan tidak mudah. Stigma kusta sebagai penyakit yang menjijikkan itu masih kental. Beruntung kami bisa mendapatkan orang untuk mengajar menjahit dan untuk ternak jangkrik serta kambing,” ungkap Ratna.
Bukan hal mudah bagi Ratna untuk menyadarkan masyarakat bahwa pengidap kusta yang sudah dinyatakan sembuh secara medis bukan sesuatu yang menjijikkan. Stigma negatif inilah yang membuat Ratna bersama Kelompok Perawatan Dirinya pernah diusir oleh Kepala Desa Rebalas.
“Kami biasanya rutin melakukan pertemuan dengan anggota kelompok perawatan diri di sebuah rumah sebulan sekali. Pertemuan ini bertujuan untuk melihat perkembangan mereka. Namun, suatu ketika kepala desa melarang kami untuk melakukan pertemuan. Kata Kepala Desa, masa penyakit dibawa ke sini,” ujarnya.
Pertemuan bulanan itu terpaksa dipindah ke tempat lain. Tetapi Ratna tidak menyerah begitu saja. Dia terus melakukan sosialisasi tentang penyakit kusta, termasuk kepada Kepala Desa yang melarang dia mengumpulkan para pengidap kusta. Kegigihannya membuahkan hasil. Kepala Desa itu akhirnya paham tentang penyakit kusta dan mau menerima kehadiran warga pengidap kusta yang sudah menjalani pengobatan itu.
Ketika jerih payahnya berjuang membantu pengidap kusta diganjar penghargaan SATU Indonesia Award pada 2011, Ratna mulai melihat perubahan respon warga terhadap pengidap kusta. Mereka sudah mulai mau menerima.
“Seorang pengidap kusta yang melakukan usaha menjahit kini sudah menerima jahitan dari tetangganya. Padahal, sebelumnya dia dikucilkan oleh warga sekitar,” ungkap Ratna.
Kini, anggota Kelompok Perawatan Diri sudah berjumlah 80 orang. Mereka sudah bisa menghasilkan uang sendiri dari usaha menyulam jilbab, ternak jangkrik hingga membuat produk dari rotan. Sudah puaskah Ratna karena telah berhasil menghapus stigma negatif masyarakat sekitar terhadap pengidap kusta?
“Saya merasa masih belum berhasil dalam menghapus stigma itu. Keinginan saya sekarang adalah menemukan pengidap kusta sebanyak-banyaknya. Karena, salah satu cara untuk menurunkan penyebaran kusta adalah dengan menemukan pengidapnya. Stigma negatif membuat pengidap kusta takut untuk berobat karena risiko dikucilkan masyarakat,” kata Ratna.
Lalu untuk apa saja uang Rp55 juta yang diberikan PT Astra International sebagai juara SATU Indonesia Award 2011?
“Yang 10 juta saya berikan kepada Kelompok Perawatan Diri untuk modal usaha. Sisanya saya belikan mobil, karena untuk memasarkan hasil usaha mereka kami perlu mobil, jadi saya beli mobil alakadarnya, yang penting bisa berjalan.” pungkasnya.
Berita Terkait
-
Roadshow Satu Indonesia Award ke-14 Tahun 2023 di Sumut, Motivasi Generasi Muda Fokus Berkarya
-
Bincang Inspiratif Satu Indonesia Award ke-14 Tahun 2023 di Sumut, Penerus Masa Depan Harus Dipersiapkan
-
Bhrisco Jordy Dudi Padatu, Penerima SATU Indonesia Awards 2022 Ajarkan Pendidikan Anak dengan Integrasi Nilai Adat
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
Harga Emas Antam Melonjak Drastis dalam Sepekan
-
Hari Minggu Diwarnai Pelemahan Harga Emas di Pegadaian, Cek Selengkapnya
-
Orang Kaya Ingin Parkir Supercar di Ruang Tamu, Tapi Kelas Menengah Mati-matian Bayar Cicilan Rumah
-
Mampukah Dana Siap Pakai dalam APBN ala Prabowo Bisa Pulihkan Sumatera?
-
Anak Purbaya Betul? Toba Pulp Lestari Tutup Operasional Total, Dituding Dalang Bencana Sumatera
-
Percepat Pembangunan Infrastruktur di Sumbar, BRI Dukung Pembiayaan Sindikasi Rp2,2 Triliun