Suara.com - Menteri Perdagangan Rachmat Gobel harus membuang warisan 'telor busuk' rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mafia timah melempar 'telor busuk' ke Presiden Jokowi, yaitu melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 44 Tahun 2014. Meski diterbitkan tanggal 24 Juli 2014, Permen ini baru berlaku mulai 1 November 2014, jadi melempar masalah untuk pemerintahan baru Jokowi.
"Ini kerja mafia, tiba-tiba Kementerian Perdagangan (Kemendag) bikin aturan, padahal kementerian teknis tidak dilibatkan, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," ujar Ketua DPP Bidang Aksi Direktur Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP), Syafti Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com, Rabu (29/10/2014).
Syafti mengatakan, Permen ini bermasalah dan berniat buruk. "Jika Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memang berniat baik, maka seharusnya Permen langsung berlaku sejak ditetapkan. Tetapi kenapa baru berlaku di masa pemerintahan baru?" kata Syafti Hidayat.
Permen ini membuat penambang/eksportir besar yang menjual timah batangan, menanggung beban yang lebih kecil, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%, hanya membayar royalti 3%. Sementara penambang/eksportir kecil dikenai syarat tambahan, yaitu berupa Ijin Eksportir Terdaftar Timah Industri (IETTI), dan PPN 10%.
“Anehnya lagi, dalam Permendag 44, untuk memperoleh IETTI, tidak ada syarat clear and clean (CC), yaitu kejelasan asal-usul bahan baku. Ini mengherankan, sebab untuk pengolahan/industri hasil tambang seperti zirconium (kode kimia Zr), mensyaratkan dukungan bahan baku dari perusahaan yang memperoleh sertifikat CC,” jelasnya.
"Tidak mensyaratkan CC, artinya pemerintah tidak mau tahu dari mana asal timah, entah dari penambangan liar atau hasil curian, pokoknya bayar PPN 10%. Ini bisa ditafsirkan, hasil penambangan liar 'dicuci' dengan PPN 10%. Ini gila. Apakah ini termasuk money laundering? Biar pakar yang bicara," tutur Syafti.
Syafti meminta Menteri Perdagangan segera membatalkan Permen ini. Jika memang diperlukan, cukuplah memberi catatan kepada pemerintahan baru, tetapi jangan melempar telor busuk’ ke Jokowi.
Berita Terkait
-
Gobel: Sebelum yang Lain, Petani Harus Sejahtera Dulu
-
Gorontalo Jadi Salah Satu Sasaran Pinjol Ilegal, Rahmat Gobel: Jangan Tergoda Iming-iming!
-
Gobel Ajak Pers Bangun Optimisme
-
Terima Perwakilan Kerajaan dan Kesultanan, Rachmat Gobel: MAKN Dapat Berperan Perkuat Produk Ekraf
-
World Stamp Championship & Exhibition Indonesia 2002, Forum Filatelis Internasional untuk Bangun Dunia
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Jelang Akhir Tahun Realisasi Penyaluran KUR Tembus Rp240 Triliun
-
Jabar Incar PDRB Rp4.000 Triliun dan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
-
BRI Insurance Bidik Potensi Pasar yang Belum Tersentuh Asuransi
-
Cara SIG Lindungi Infrastruktur Vital Perusahaan dari Serangan Hacker
-
Dukung Implementasi SEOJK No. 7/SEOJK.05/2025, AdMedika Perkuat Peran Dewan Penasihat Medis
-
Fakta-fakta RPP Demutualisasi BEI yang Disiapkan Kemenkeu
-
Rincian Pajak UMKM dan Penghapusan Batas Waktu Tarif 0,5 Persen
-
Tips Efisiensi Bisnis dengan Switchgear Digital, Tekan OPEX Hingga 30 Persen
-
Indef: Pedagang Thrifting Informal, Lebih Bahaya Kalau Industri Tekstil yang Formal Hancur
-
Permata Bank Targetkan Raup Rp 100 Miliar dari GJAW 2025