Berbagai kerajinan khas Indonesia dipamerkan di pameran International Handicraft Trade Fair (Inacraft) 2015, di JCC. [Suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Penerapan kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 ini ternyata tidak sepenuhnya diterima sebagai sesuatu yang positif. Sebagaimana antara lain disampaikan oleh Ketua Umum Komunitas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Yogyakarta, Prasetyo Atmosutidjo, kebijakan itu justru dirasa mengancam pengusaha dan pekerja UMKM di DIY.
"Kalau menurut saya, penerapan kebijakan MEA ini bisa mengancam pengusaha dan pekerja UMKM di Yogyakarta. Itu karena pemerintah daerah belum siap, (selain juga) sosialisasi sangat kurang," ungkap Prasetya.
Prasetya menambahkan, sebanyak 98 persen masyarakat Yogyakarta bekerja pada sektor UMKM, baik menjadi pekerja maupun pengusaha. Saat ini menurutnya, tercatat lebih dari 600.000 pengusaha UMKM, serta lebih dari 900.000 pekerja UMKM di daerah itu. Mereka dinilai terancam gulung tikar atau alih fungsi dari produsen menjadi penjual, jika Pemda DIY tak segera melakukan antisipasi kebijakan MEA.
Hal tersebut, menurut Prasetya lagi, dikarenakan saat kebijakan MEA diberlakukan secara menyeluruh, maka Yogyakarta akan dibanjiri produk dari negara-negara di ASEAN. Hal itu dikhawatirkan akan sangat sulit dikontrol, seperti saat maraknya barang-barang dari Cina sejak beberapa tahun lalu.
"Jelas akan jadi pukulan bagi pengusaha dan pekerja. Sekarang saja batik, lurik Malaysia, sudah mulai membanjiri Yogyakarta dan kota lainnya. Selain itu, makanan dan furnitur juga sudah mulai rame. Ini ancaman serius, karena UMKM terutama yang mikro dan kecil, belum siap. Salah satunya karena keterbatasan modal. Untuk lokal DIY saja susah, (apalagi) untuk dikirim ke luar kota, lebih susah saingannya," papar Prasetya.
Menurut Prasetya lagi, Pemda dalam hal ini harus lebih proaktif, sementara pemerintah pusat juga harusnya lebih tanggap. Di matanya, ada suatu kesalahan sistem yang tengah terjadi saat ini, di mana negara-negara ASEAN lain sudah siap menghadapi MEA, tapi Indonesia justru masih jalan di tempat.
Hal senada pun diungkapkan oleh Dr Hempri Suyatna, peneliti dan dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada. Menurutnya, Pemda DIY tergolong masih terlalu lamban dalam hal ini. Sementara itu menurutnya, faktor mental dari para pengusaha serta pekerja UMKM di DIY juga masih menjadi kendala.
"Selain Pemda lamban, pelaku UMKM di DIY daya saingnya juga lemah. Sebagian besar UMKM ingin dananya segera kembali atau muter. Sebagian besar juga masih tergantung distributor, sehingga daya tawar ke distributor rendah. Selain itu, mental yang beranggapan gak perlu untung besar yang penting cukup untuk makan, ini juga menjadi masalah," jelas Hempri. [Wita Ayodhyaputri]
"Kalau menurut saya, penerapan kebijakan MEA ini bisa mengancam pengusaha dan pekerja UMKM di Yogyakarta. Itu karena pemerintah daerah belum siap, (selain juga) sosialisasi sangat kurang," ungkap Prasetya.
Prasetya menambahkan, sebanyak 98 persen masyarakat Yogyakarta bekerja pada sektor UMKM, baik menjadi pekerja maupun pengusaha. Saat ini menurutnya, tercatat lebih dari 600.000 pengusaha UMKM, serta lebih dari 900.000 pekerja UMKM di daerah itu. Mereka dinilai terancam gulung tikar atau alih fungsi dari produsen menjadi penjual, jika Pemda DIY tak segera melakukan antisipasi kebijakan MEA.
Hal tersebut, menurut Prasetya lagi, dikarenakan saat kebijakan MEA diberlakukan secara menyeluruh, maka Yogyakarta akan dibanjiri produk dari negara-negara di ASEAN. Hal itu dikhawatirkan akan sangat sulit dikontrol, seperti saat maraknya barang-barang dari Cina sejak beberapa tahun lalu.
"Jelas akan jadi pukulan bagi pengusaha dan pekerja. Sekarang saja batik, lurik Malaysia, sudah mulai membanjiri Yogyakarta dan kota lainnya. Selain itu, makanan dan furnitur juga sudah mulai rame. Ini ancaman serius, karena UMKM terutama yang mikro dan kecil, belum siap. Salah satunya karena keterbatasan modal. Untuk lokal DIY saja susah, (apalagi) untuk dikirim ke luar kota, lebih susah saingannya," papar Prasetya.
Menurut Prasetya lagi, Pemda dalam hal ini harus lebih proaktif, sementara pemerintah pusat juga harusnya lebih tanggap. Di matanya, ada suatu kesalahan sistem yang tengah terjadi saat ini, di mana negara-negara ASEAN lain sudah siap menghadapi MEA, tapi Indonesia justru masih jalan di tempat.
Hal senada pun diungkapkan oleh Dr Hempri Suyatna, peneliti dan dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada. Menurutnya, Pemda DIY tergolong masih terlalu lamban dalam hal ini. Sementara itu menurutnya, faktor mental dari para pengusaha serta pekerja UMKM di DIY juga masih menjadi kendala.
"Selain Pemda lamban, pelaku UMKM di DIY daya saingnya juga lemah. Sebagian besar UMKM ingin dananya segera kembali atau muter. Sebagian besar juga masih tergantung distributor, sehingga daya tawar ke distributor rendah. Selain itu, mental yang beranggapan gak perlu untung besar yang penting cukup untuk makan, ini juga menjadi masalah," jelas Hempri. [Wita Ayodhyaputri]
Komentar
Berita Terkait
-
Perkuat Ekosistem Bisnis, BNI dan Anak Usaha Dorong Daya Saing UMKM di wondr JRF Expo
-
Kelly Si Kelinci, Tentang Gerak, Emosi, dan Lompatan Besar Animasi Lokal
-
Hasto Kristiyanto: Dorong Kebangkitan Ekonomi Maritim dan Desa Wisata Indonesia
-
BRI Liga 1: Nermin Haljeta Harap PSIM Yogyakarta Bisa Jaga Tren Positif
-
BRI Perkuat Desa BRILiaN Lewat Bantuan Infrastruktur dan UMKM
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
Terkini
-
BEI Ungkap 13 Perusahaan Siap-siap IPO, Lima Perseroan Miliki Aset Jumbo
-
Ambisi Bank Jakarta Perluas Ekosistem Digital
-
AFPI: Pemberantasan Pinjol Ilegal Masih Menjadi Tantangan Dulu dan Sekarang
-
IHSG Berpeluang Rebound, Isu Pangkas Suku Bunga The Fed Bangkitkan Wall Street
-
Berapa Gaji Pertama PPPK Paruh Waktu Setelah SK Diterima, Lebih dari dari UMR?
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
-
Ekonomi Awal Pekan: BI Rate Bertentangan Konsensus Pasar, Insentif Jumbo Pacu Kredit
-
SK PPPK Paruh Waktu 2025 Mulai Diserahkan, Kapan Gaji Pertama Cair?
-
Menkeu Purbaya Mau Hilangkan Pihak Asing di Coretax, Pilih Hacker Indonesia
-
BPJS Watch Ungkap Dugaan Anggota Partai Diloloskan di Seleksi Calon Direksi dan Dewas BPJS