- Menteri Perindustrian menyoroti utilisasi rendah industri keramik tableware (52%) dan glassware (51%) akibat serbuan produk impor.
- Industri tableware dan glassware nasional dinilai memiliki struktur kuat berbasis lokal, meskipun menghadapi tantangan penetrasi produk asing.
- Kemenperin menyiapkan kebijakan seperti SNI wajib dan HGBT untuk penguatan daya saing industri keramik dan kaca domestik.
Suara.com - Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menyoroti tantangan krusial yang masih membelit industri keramik nasional, khususnya pada subsektor tableware (peralatan makan) dan glassware (barang pecah belah atau kemasan kaca).
Tantangan utama yang dihadapi adalah rendahnya tingkat utilisasi produksi, yang secara langsung dipengaruhi oleh derasnya gempuran produk impor di pasar domestik.
Menurut Agus, kondisi utilisasi yang jauh dari optimal ini menjadi pekerjaan rumah mendesak yang harus segera diatasi melalui penguatan daya saing dan penyiapan langkah-langkah strategis.
Hal ini penting agar kapasitas produksi industri nasional dapat dimaksimalkan, sekaligus menjamin keberlanjutan usaha para pelaku industri.
"Kedua subsektor industri ini, menurut pandangan kami, memiliki struktur industri yang kuat, berbasis sumber daya lokal, dan memiliki potensi pasar yang terus berkembang,” kata Agus kepada wartawan, Minggu (14/12/2025).
Utilitas di Bawah 55% Akibat Serbuan Produk Asing
Menperin memaparkan data konkret terkait rendahnya pemanfaatan kapasitas produksi industri dalam negeri:
Industri Keramik Tableware: Sepanjang tahun 2024, industri ini memiliki kapasitas terpasang sekitar 250 ribu ton. Namun, tingkat utilitasnya baru mencapai kisaran 52 persen, sebuah angka yang dinilai jauh dari level optimal.
Industri Glassware: Subsektor kemasan kaca nasional memiliki kapasitas produksi sekitar 740 ribu ton per tahun. Tingkat utilitasnya berada di kisaran 51 persen.
Baca Juga: Menperin Sebut Investasi Asing Menguat ke Industri Manufaktur
Agus menyebut, rendahnya utilitas ini tak terlepas dari masuknya produk keramik dan gelas kaca impor ke pasar domestik.
"Melihat Ketua ASAKI (Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia) yang terus mengangguk saat saya menyinggung banjir impor, saya dapat menyimpulkan bahwa rendahnya angka utilisasi ini karena memang gempuran dari produk-produk impor masih terasa mengganggu industri dalam negeri kita,” tuturnya.
Meskipun menghadapi tantangan impor, industri keramik tableware mencatat pangsa pasar domestik yang cukup baik, mencapai 78 persen.
Namun, tantangan tersembunyi lainnya adalah rendahnya tingkat konsumsi keramik per kapita di Indonesia, yang menunjukkan adanya ruang besar untuk memperluas penggunaan produk di dalam negeri.
Sementara itu, industri glassware memiliki pangsa pasar domestik sekitar 65 persen. Dari sisi ekspor, industri ini mencatatkan nilai ekspor sebesar USD 97 juta atau sekitar 128 ribu ton sepanjang 2024, dengan tujuan utama Filipina, Brasil, dan Vietnam.
Menperin menyimpulkan bahwa meskipun peluang pengembangan industri keramik dan kaca nasional sangat prospektif, di saat yang sama harus waspada terhadap penetrasi bahkan lonjakan impor produk sejenis di waktu mendatang.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Kemenperin Mau Stop Impor, Dana Belanja Pemerintah Hanya untuk TKDN Tinggi
-
Kerugian Akibat Bencana di Aceh Timur Capai Rp5,39 Triliun, Berpotensi Bertambah
-
Apa Itu De-Fi atau Decentralized Finance? Ini Penjelasan Lengkapnya
-
IPO SpaceX Ditargetkan 2026, Valuasinya 28 Kali Lebih Besar dari BBCA
-
Di Balik Aksi Borong Saham Direktur TPIA, Berapa Duit yang Dihabiskan?
-
Berkat Pemberdayaan BRI, Batik Malessa Ubah Kain Perca hingga Fashion Premium
-
BSU Guru Kemenag Cair! Ini Cara Cek Status dan Pencairan Lewat Rekening
-
Update Harga Sembako: Cabai dan Bawang Merah Putih Turun, Daging Sapi Naik
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
Harga Emas Antam Melonjak Drastis dalam Sepekan