Suara.com - Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, menolak pendekatan teori ekonomi "trickle-down effect" yang menyatakan manfaat kebijakan yang menguntungkan lapisan atas masyarakat akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat bawah.
"Fokus pada pertumbuhan PDB (pertumbuhan domestik bruto) adalah simplistik. Kami menolak pendekatan trickle down," kata Jim Yong Kim dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (2/10/2015).
Berdasarkan ensiklopedia dunia maya Wikipedia, "trickle-down" adalah teori yang menyatakan manfaat kebijakan ekonomi untuk masyarakat berpenghasilan atas akhirnya akan bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.
Hal itu diasumsikan dapat terjadi karena masyarakat berpenghasilan atas diperkirakan bakal memanfaatkan kebijakan ekonomi itu untuk menginvestasikan hartanya, yang pada gilirannya akan menyediakan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Presiden Bank Dunia menolak pendekatan ekonomi trickle-down effect dan lebih memilih pendekatan pertumbuhan yang inklusif atau bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
"Kita harus mencari model pertumbuhan ekonomi yang inklusif, yang mengangkat masyarakat miskin daripada mempertahankan kondisi bagi mereka yang sudah berada di lapisan atas," katanya.
Kim juga menekankan pada berbagai pemerintahan untuk mengatasi ketimpangan sosial dengan mendorong prinsip kesejahteraan bersama yang berfokus lebih pada 40 persen lapisan terbawah di negara-negara berkembang.
Ia menyadari bahwa strategi yang diterapkan tidak akan bisa sama persis di setiap negara karena beragamnya karakteristik kondisi dan populasi antarnegara.
Presiden Bank Dunia mencontohkan negara berpenghasilan rendah dapat fokus pada peningkatan produktivitas pertanian, sedangkan negara berpenghasilan menengah dapat fokus pada permasalahan seputar urbanisasi.
Sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menekankan pentingnya pendekatan kebijakan ekonomi inklusif untuk memastikan pembangunan dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat.
Menurut Lagarde, tidak ada yang bisa mempertahankan laju pertumbuhan secara berkelanjutan jika hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.
"Intinya, negara mana pun termasuk Indonesia, memerlukan kebijakan yang bersifat inklusif untuk menjamin setiap orang menikmati hasil dari pertumbuhan itu, tidak hanya oleh segelintir orang," kata Lagarde Lagarde saat memberikan kuliah umum di Gedung MM Universitas Indonesia, Jakarta, Selasa (1/9/2015).
Lagarde menilai Indonesia jangan terjebak dalam pandangan yang hanya melihat angkatan muda sebagai potensi pasar domestik yang besar saja, tetapi perlu melihat mereka sebagai sumber daya ekonomi yang mempunyai potensi memanfaatkan setiap peluang yang ada di pasar global.
Indonesia harus mendorong generasi muda ini untuk tampil memperluas sumber pertumbuhan dan diversifikasi sektor andalan dari sektor komoditas berbasis sumber daya alam ke produk bernilai tambah tinggi.
Lagarde mengakui Indonesia menghadapi tantangan yang tidak ringan dalam hal sumber daya manusia. Pertama, satu dari lima pemuda Indonesia saat ini tidak memiliki pendidikan atau pelatihan yang memadai.
Kedua, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita di Indonesia masih rendah. Dengan jumlah 50 persen dari total penduduk Indonesia, angka partisipasi angkatan kerja wanita hanya dua pertiga dari pria dan hampir 40 persen perempuan usia muda (15-24 tahun) berpendidikan rendah atau tidak bekerja.
"Jika Indonesia bisa meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan yang saat ini hanya 50 persen menjadi 64 persen pada tahun 2030, akan ada tambahan 20 juta pekerja terampil bagi Indonesia. Ini adalah salah satu sumber perubahan untuk pertumbuhan yang luar biasa bagi perekonomian Indonesia," kata Lagarde. (Antara)
Berita Terkait
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
Harga Minyak Dunia Naik Didorong Pertumbuhan Ekonomi AS dan Kekhawatiran Risiko Pasokan
-
Menkeu Purbaya Balas Ramalan Bank Dunia
-
Purbaya Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI: 5,2% di 2025, 5,4% pada 2026
-
Purbaya Sentil Balik Bank Dunia soal Defisit APBN: Jangan Terlalu Percaya World Bank!
Terpopuler
- 5 Mobil Sedan Bekas yang Jarang Rewel untuk Orang Tua
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman Skechers Buat Jalan-Jalan, Cocok Buat Traveling dan Harian
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
Cek Prediksi Keuangan Kamu Tahun Depan: Akan Lebih Cemerlang atau Makin Horor?
-
Libur Panjang, Nilai Kapitalisasi Pasar BEI Anjlok 1,17 Persen
-
OJK: Paylater Hanya Boleh Ada di Bank dan Multifinance
-
Gandeng Vantara India, Kemenhut Revitalisasi Rumah Sakit Gajah Way Kambas
-
Dikeluhkan Petani, Pemerintah Langsung Pangkas Regulasi dan Turunkan HET Pupuk 20 Persen
-
Profil PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB): Saham, Pemilik, dan Keuangan
-
Cek dan Unduh SK PPPK Paruh Waktu di MyASN
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
BSU BPJS Ketenagakerjaan Cair Tahun 2026? Ini Faktanya
-
Purbaya dan Tito Surati Pemda, Minta Kurangi Seminar hingga Perjalanan Dinas demi Efisiensi