Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI) menunjukkan hasil bahwa faktor ekonomi mendominasi alasan ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Sebagian besar masyarakat merasa tidak puas dengan bidang ekonomi, dengan persentase mencapai 71,9 persen dari total 384 responden," kata juru bicara Kedai KOPI Hendri Satrio dalam sebuah kegiatan diskusi politik di Jakarta, Minggu (18/10/2015).
Pada urutan selanjutnya, ketidakpuasan masyarakat jatuh pada bidang hukum yang mencapai 50,8 persen. Lalu diikuti bidang politik sebanyak 50,3 persen dari jumlah responden yang sama.
"Satu yang diapresiasi masyarakat, yaitu kemaritiman sebanyak 57,0 persen. Responden yang tidak puas di bidang tersebut hanya 33,9 persen," ujar Hendri memaparkan.
Dia pun menegaskan, masyarakat memang memberikan sorotan khusus pada beberapa menteri yang terkait dengan harga bahan pokok, rupiah, kabut asap, dan bahan bakar minyak (BBM).
Survei tersebut dilakukan terhadap 384 responden yang tersebar secara proporsional di seluruh Indonesia, dengan perbandingan 52 persen di Pula Jawa dan 48 persen dari luar Jawa.
Proses pengumpulan data dilaksanakan tanggal 14-17 September melalui wawancara telepon. Dengan menggunakan 384 responden, "margin of error" kurang lebih lima persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, jelasnya menambahkan.
"Dari survei yang telah kami lakukan sebanyak 54,7 persen masyarakat tidak puas terhadap kinerja Jokowi-JK," ujarnya.
Menurut informasi yang dia berikan, survei tersebut dilakukan dalam rangka mengitung tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah menjelang masa satu tahun pada 20 Oktober mendatang.
Lebih lanjut ia menjelaskan, sebagian besar responden merasa tidak puas pada tiga hal, antara lain harga pokok yang tinggi (35,5 persen), pelemahan nilai tukar rupiah (23,7 persen) dan lambannya penanganan kabut asap (11,8 persen).
"Sisanya publik merasa tidak puas karena harga BBM yang mahal, susahnya lapangan kerja, kinerja menteri yang tidak bagus, biaya kesehatan yang tidak terjangkau dan sebagainya," ujarnya memaparkan. (Antara)
Berita Terkait
-
Terlilit Utang Rp145 Miliar, Keluarga Sven-Goran Eriksson Jual Murah Rumah Mewah
-
Waduh! Jose Mourinho Gak Bayar Tagihan Hotel Rp15 Miliar, Mendadak Bangkrut?
-
Rajiv Komisi IV Minta Kemenhut Gandeng Polri Jaga Taman Nasional dan Kawasan Hutan
-
Menolak Tua! Cristiano Ronaldo Berencana Pensiun Satu atau Dua Tahun Lagi
-
Mauro Zijlstra Beri Kabar Baik Jelang SEA Games 2025, Apa Itu?
Terpopuler
- Pandji Pragiwaksono Dihukum Adat Toraja: 48 Kerbau, 48 Babi, dan Denda 2 Miliar
- 6 HP Snapdragon dengan RAM 8 GB Paling Murah, Lancar untuk Gaming dan Multitasking Intens
- 8 Mobil Kecil Bekas Terkenal Irit BBM dan Nyaman, Terbaik buat Harian
- 7 Rekomendasi Parfum Lokal Aroma Citrus yang Segar, Tahan Lama dan Anti Bau Keringat
- 5 Rekomendasi Moisturizer Korea untuk Mencerahkan Wajah, Bisa Bantu Atasi Flek Hitam
Pilihan
-
Berapa Gaji Zinedine Zidane Jika Latih Timnas Indonesia?
-
Breaking News! Bahrain Batalkan Uji Coba Hadapi Timnas Indonesia U-22
-
James Riady Tegaskan Tanah Jusuf Kalla Bukan Milik Lippo, Tapi..
-
6 Tablet Memori 128 GB Paling Murah, Pilihan Terbaik Pelajar dan Pekerja Multitasking
-
Heboh Merger GrabGoTo, Begini Tanggapan Resmi Danantara dan Pemerintah!
Terkini
-
COO Danantara Minta Publik Tak Khawatir Redenominasi: Sudah Dipikirkan dengan Baik
-
146 SPBU Pertamina Sudah Ditambahkan Etanol 5 Persen, Segera Lanjut Jadi 10 Persen
-
Desa BRILiaN dari BRI Jadi Pilar Pemerataan Ekonomi Nasional
-
Kementerian ESDM Berhati-hati Tangani Tambang Emas Ilegal di Mandalika
-
10 Kebiasaan Hedonisme yang Diam-Diam Menguras Dompet, Awas Bikin Gaji Langsung Lenyap!
-
Kementerian ESDM Alokasikan Anggaran Rp 4,35 Triliun untuk PLN
-
Trump Bagi-bagi Duit Rp 32 Juta ke Warganya, Dorong Harga Bitcoin Meroket?
-
Mengenal GrabModal Narik: Pinjaman untuk Driver yang Bisa Jeda Cicilan, Ini Syaratnya
-
OJK Kejar 8 Pinjol Nakal: Siapa yang Terancam Kehilangan Izin Selain Crowde?
-
Realisasi Anggaran Kementerian ESDM Baru 31 Persen, Ini Penjelasan Bahlil ke DPR