Bank Indonesia (BI) menyebut Rupiah menguat pada Juni 2016 terutama dipengaruhi oleh meredanya ketidakpastian kenaikan Fed Fund Rate, terbatasnya dampak Brexit, dan meningkatnya sentimen positif atas pengesahan UU Pengampunan Pajak.
"Secara point-to-point (ptp), Rupiah mengalami apresiasi sebesar 3,4 persen (mtm) ke Rp13.213 per dolar AS pada bulan Juni 2016," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, Kamis (21/7/2016)
Dampak Brexit terhadap Rupiah cenderung terbatas, dibandingkan dengan mata uang negara lain, dan hanya berlangsung singkat. Penguatan kembali Rupiah didukung oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik, sejalan dengan pengesahan UU Pengampunan Pajak, perbaikan kondisi makroekonomi, serta perkiraan penundaan kenaikkan FFR oleh the Fed. Penguatan rupiah tersebut sejalan dengan aliran masuk modal asing yang kembali meningkat setelah sempat sedikit terkoreksi akibat Brexit.
"Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya," ujar Tirta,
Sementara untuk Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada periode bulan Ramadhan tahun ini, BI melihatnya cukup terkendali dan mendukung pencapaian kisaran sasaran inflasi 2016, yaitu 4±1 persen. Inflasi pada Juni 2016 tercatat sebesar 0,66 persen (mtm) atau 3,45 persen (yoy), relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode Ramadhan dalam empat tahun terakhir.
Hal ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ditempuh Pemerintah serta koordinasi yang kuat antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam menghadapi bulan Ramadhan pada tahun ini," jelas Tirta.
Inflasi terjadi di semua komponen dan terutama bersumber dari komponen bahan makanan bergejolak (volatile foods) dan komponen barang yang diatur Pemerintah (administered prices). Inflasi komponen volatile foods (VF) terutama bersumber dari peningkatan harga beberapa komoditas bahan pangan seiring dengan meningkatnya permintaan di bulan Ramadhan. Sementara itu, inflasi komponen administered prices didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara, tarif angkutan antar kota serta penyesuaian tarif listrik akibat kenaikan harga minyak dunia.
"Di sisi lain, inflasi inti tercatat cukup rendah, yaitu sebesar 0,33 persen (mtm) atau 3,49 persen (yoy). Perkembangan inflasi inti tersebut sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, menguatnya nilai tukar rupiah dan terkendalinya ekspektasi inflasi," tutup Tirta.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Pilihan Baru BBM Ramah Lingkungan, UltraDex Setara Standar Euro 5
-
Pelanggan Pertamina Kabur ke SPBU Swasta, Kementerian ESDM Masih Hitung Kuota Impor BBM
-
Kementerian ESDM Larang SPBU Swasta Stop Impor Solar di 2026
-
59 Persen Calon Jamaah Haji Telah Melunasi BIPIH Melalui BSI
-
Daftar Lengkap Perusahaan Aset Kripto dan Digital yang Dapat Izin OJK
-
CIMB Niaga Syariah Hadirkan 3 Produk Baru Dorong Korporasi
-
Negara Hadir Lewat Koperasi: SPBUN Nelayan Tukak Sadai Resmi Dibangun
-
Kemenkop dan LPDB Koperasi Perkuat 300 Talenta PMO Kopdes Merah Putih
-
Kantor Cabang Bank QNB Berguguran, OJK Ungkap Kondisi Karyawan yang Kena PHK
-
Sepekan, Aliran Modal Asing ke Indonesia Masuk Tembus Rp240 Miliar