Sekretaris Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dadang Rukmana menilai bahwa keberadaan Bank Tanah dan konsolidasi lahan dapat menjadi solusi dalam penyediaan lahan untuk pembangunan infrastruktur. Menurutnya, melalui Bank Tanah dapat dilakukan pemberian kompensasi lahan bagi pemilik tanah yang tidak setuju ikut serta dalam program pembangunan kepentingan umum, sementara konsolidasi lahan bertujuan untuk melakukan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai rencana tata ruang wilayah dan kepentingan umum.
Demikian disampaikan saat menjadi pembicara dalam acara Bedah Buku “Memahami Nilai Penggantian Wajar : Penilaian Terkait Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum” karya Hamid Yusuf di Auditorium Universitas Tarumanagara, Jakarta, Senin (19/9/2016). Dalam acara tersebut hadir pembicara lainnya dari perwakilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BTN) Pelopor Suryo, Ahli Hukum Perdata Hanafi Tanawidjaya, dan Hamid Yusuf.
"Keberadaan bank tanah akan turut menjamin terwujudnya tujuan yang dirumuskan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," kata Dadang dalam keterangan tertulis, Selasa (20/9/2016).
Bank Tanah berfungsi sebagai penghimpun tanah, pengaman tanah, pengendali penguasaan tanah, pengelola tanah, penilai harga tanah, penyalur tanah serta pengendali harga tanah. “Sebetulnya sejak dulu sudah ada konsep Bank Tanah dan Konsolidasi Lahan, namun belum terealisasi secara optimal dalam skala besar,” katanya.
Ia mengakui bahwa selama ini, proses pengadaan tanah masih menjadi hambatan terbesar dalam pembangunan infrastruktur di Tanah Air. Hal tersebut dapat dilihat dari proses pengadaan tanah yang rata-rata terlambat dari tenggat waktu yang disediakan.
Misalnya, seperti kebutuhan tanah untuk jalan nasional yang dikelola Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga Kementerian PUPR hingga 2019 mencapai 41.065 hektar, namun tanah yang terbebas hingga per Juli 2016 baru mencapai 19 persen atau 7.896 hektar. “Artinya terdapat tanah yang belum terbebaskan mencapai 81 persen atau 33.169 hektar,” ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa penyebab keterlambatan dalam proses pengadaan tanah yang sering terjadi, yaitu belum lengkapnya data pertanahan, seperti batas tanah, kepemilikan tanah, apakah milik ulayat, negara atau individual.
Kemudian belum akuratnya dokumen perencanaan pengadaan tanah, kurangnya koordinasi dan komunikasi antar instansi pelaksana pengadaan tanah, lalu belum adanya sistem informasi penyelenggaraan tanah yang dapat memantau secara langsung. Rendahnya kesadaran mengenai proses dan mekanisme pengadaan tanah, serta tidak ada kesepakatan kompensasi harga dengan pemilik tanah.
Pakar Hukum Perdata, Hanafi Tanawidjaya mengatakan, tanah bagi masyarakat memang tak selalu diartikan materi yang dapat diganti dengan uang. “Banyak masyarakat adat tertentu yang menganggap tanah itu sebagai sumber kehidupan dan elemen kehidupan yang bersifat magis kultural, sehingga tak mengherankan kalau ada masyarakat yang menolak menjual tanahnya dengan alasan apapun,” katanya.
Untuk itu, lanjutnya, perlu dilakukan beragam cara agar dapat melakukan pengadaan tanah, termasuk pendekatan dari berbagai sisi dan dimensi.
Sementara Perwakilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BTN), Pelopor Suryo menambahkan bahwa alokasi pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum telah dengan tegas tersurat misalnya untuk jalan umum/tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, waduk, bendungan, Bandar udara dan lainnya.
Menurutnya, saat ini amanat UU Nomor 2/2012 perlu disosialisasikan lebih luas, agar masyarakat dapat menyadari pentingnya tanah terhadap kepentingan umum.
Sementara Hamid Yusuf menulis buku tersebut didorong karena banyak masyarakat yang bertanya kepada dirinya mengenai cara penggantian nilai tanah. Ia pun berharap, karyanya dapat memberi informasi kepada masyarakat, sehingga semakin banyak masyarakat yang memahami persoalan ganti tanah dengan nilai yang wajar dan dapat memperlancar pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
Bukan Sekadar Bantuan, Pemberdayaan Ultra Mikro Jadi Langkah Nyata Entaskan Kemiskinan
-
BEI Rilis Liquidity Provider Saham, Phintraco Sekuritas Jadi AB yang Pertama Dapat Lisensi
-
Ekonomi RI Melambat, Apindo Ingatkan Pemerintah Genjot Belanja dan Daya Beli
-
Pakar: Peningkatan Lifting Minyak Harus Dibarengi Pengembangan Energi Terbarukan
-
Pertamina Tunjuk Muhammad Baron Jadi Juru Bicara
-
Dua Platform E-commerce Raksasa Catat Lonjakan Transaksi di Indonesia Timur, Begini Datanya
-
KB Bank Catat Laba Bersih Rp265 Miliar di Kuartal III 2025, Optimistis Kredit Tumbuh 15 Persen
-
Ekspor Batu Bara RI Diproyeksi Turun, ESDM: Bukan Nggak Laku!
-
IHSG Berhasil Rebound Hari Ini, Penyebabnya Saham-saham Teknologi dan Finansial
-
Pengusaha Muda BRILiaN 2025: Langkah BRI Majukan UMKM Daerah