Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Pariwisata Arief Yahya, kemarin, Selasa (7/2/2017) menandatangani kesepakatan bersama di Gedung Mina Bahari IV, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), Jakarta. Kesepakatan ini merupakan bentuk sinergi KKP dengan Kementerian Pariwisata dalam mengembangkan kepariwisataan nasional khususnya wisata bahari.
Kesepakatan ini diharapkan dapat mendukung fasilitasi program prioritas KKP dan Kementerian Pariwisata. Adapun yang menjadi prioritas kerja sama yaitu pengembangan potensi sumber daya alam wisata bahari, pengembangan sumber daya manusia, promosi dan pemasaran wisata bahari, pertukaran data dan informasi, peningkatan pengawasan bersama sumber daya kelautan dan perikanan dan wisata bahari, serta pemanfaatan sarana dan prasarana.
Dalam sambutannya Menteri Susi mengatakan, Indonesia perlu meningkatkan aspek pelayanan (services), tak hanya berfokus pada penyediaan produk dan komoditas perikanan dan kelautan. Menurutnya, pendapatan negara akan bertambah jika kebaharian juga berfokus pada pengelolaan sehingga memberikan nilai tambah.
Hal senada disampaikan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Menurutnya, penyebab kurangnya kontribusi wisata bahari di Indonesia yakni pendekatan keamanan/sekuritas yang terkendala regulasi. Misalnya, untuk masuk wilayah bentang laut atau sea zone Indonesia, pendatang/wisatawan butuh waktu 21 hari, di saat negara lain seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia hanya butuh satu jam.
“Approach yang kita lakukan adalah security bukan services, padahal pariwisata itu adalah services. Mengutamakan pelayanan. Semua orang adalah wisatawan kecuali penjahat. Bukan semua orang penjahat kecuali wisatawan. Ini approach yang sangat berbeda. Akhirnya salah satunya kita mencabut yang namanya Clearance Approval for Indonesian Territories (CAIT). Apa yang terjadi, kenaikan kita 100 persen dari yang hanya 750 yacht yang datang ke Indonesia tahun 2015, tahun 2016 sudah mencapai 1.500. Poinnya adalah hasil yang luar biasa pasti caranya tidak biasa,” terang Arief.
Pada kesempatan tersebut, Menteri Susi juga meminta Kementerian Pariwisata untuk bersama menata pelabuhan perikanan dan pasar, agar dapat menjadi destinasi wisata bahari yang menarik. Ia juga ingin masyarakat, nelayan, dan pengusaha bahari diajarkan sikap yang baik untuk menarik hati pengunjung atau wisatawan.
“Wisata bahari ini seharusnya menghasilkan lebih banyak dari wisata darat. Contohnya Maldives. Maldives itu hanya pulau kecil saja, kira-kira sebesar pulau Nias, mungkin lebih besar pulau Nias, tapi hasilnya (sumbangan devisa) hampir sama dengan seluruh Indonesia. Padahal lautnya hanya sekitar pulau itu saja. Exclusive Economy Zone (EEZ) mereka juga tidak banyak. Jadi kita harus bisa meningkatkan services kita, sehingga kita bisa seperti mereka,” ungkapnya.
KKP dan Kementerian Pariwisata menargetkan, di tahun 2019 kontribusi wisata bahari terhadap total devisa Indonesia sebesar 4 miliar Dolar AS atau sekitar 20 persen. Meningkat empat kali lipat dari yang bisa disumbangkan tahun lalu.
Baca Juga: Pemerintah Setuju Toraja Jadi Destinasi Pariwisata Nasional ke-11
Kesepakatan bersama KKP dan Kementerian Pariwisata ini ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Badan Pengembangan SDMPKP dan Deputi Bidang Pengembangan Kelembagaan Kepariwisataan. Adapun fokusnya adalah pertukaran tenaga ahli, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan permagangan, serta pemanfaatan sarana prasarana.
Sebagai bentuk keseriusan kerja sama ini, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP bersama Kementerian Pariwisata telah menerbitkan buku Directory Underwater Indonesia yang berisi pariwisata kelautan Indonesia.
KKP dan Kementerian Pariwisata akan terus besinergi untuk mendorong pengembangan pulau-pulau di SKPT, memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk wisata bahari, dan mengembangkan standar kompetensi pariwisata di laut dan pesisir. “Tak hanya itu, kita juga akan adakan pelatihan wisata bahari, serta fasilitasi sertifikasi kompetensi wisata bahari. Kita juga akan dorong pemanfaatan data informasi pariwisata bahari,” tandas Susi.
Berita Terkait
-
Luhut Klaim Dwelling Time Pelindo Telah Kurang Dari 3 Hari
-
Susi akan Bangun Kelautan dan Perikanan dari Hulu Hingga Hilir
-
Susi Tegaskan Perusahaan Perikanan Besar Tak Diperlakukan Khusus
-
Menteri Susi Tegaskan Tak Ada Pulau yang Diambil Alih Asing
-
Awal 2017, KKP akan Tenggelamkan 92 Kapal Asing Pencuri Ikan
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Menaker Mau Tekan Kesenjangan Upah Lewat Rentang Alpha, Solusi atau Masalah Baru?
-
Pati Singkong Bisa Jadi Solusi Penumpukan Sampah di TPA
-
BRI Terus Salurkan Bantuan Bencana di Sumatra, Jangkau Lebih dari 70.000 Masyarakat Terdampak
-
Laporan CPI: Transisi Energi Berpotensi Tingkatkan Pendapatan Nelayan di Maluku
-
SPBU di Aceh Beroperasi Normal, BPH Migas: Tidak Ada Antrean BBM
-
Purbaya Gelar Sidang Debottlenecking Perdana Senin Depan, Selesaikan 4 Aduan Bisnis
-
Purbaya Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI: 5,2% di 2025, 5,4% pada 2026
-
Menaker Yassierli Klaim PP Pengupahan Baru Hasil Kompromi Terbaik: Belum Ada Penolakan Langsung
-
Purbaya Sentil Balik Bank Dunia soal Defisit APBN: Jangan Terlalu Percaya World Bank!
-
Bank Mandiri Dorong Akselerasi Inklusivitas, Perkuat Ekosistem Kerja dan Usaha Ramah Disabilitas