Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi VII Rofi’Munawar meminta Pemerintah tegas dalam menegakan aturan terkait renegoisasi kontrak dengan perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK). Karena apa yang dilakukan oleh Pemerintah sesungguhnya merupakan amanat Undang-Undang (UU) Mineral dan Batubara (Minerba) No 4/2009.
“Pemerintah selama ini cenderung lunak terhadap berbagai kewajiban yang telah diamanatkan UU Minerba terhadap perusahaan kontrak karya, hal ini dapat dilihat dari berbagai aturan relaksasi yang dikeluarkan pemerintah sejak UU No 4/2009 ini disahkan. Ini menandakan Pemerintah tidak serius menjalankan aturan yang telah dibuat. Akibatnya, Polemik dengan PT FI terus terjadi karena arah kebijakan pemerintah yang berubah-ubah dan tidak transparan. Salah satu contohnya adalah proses monitoring pembangunan smelter yang tidak dikendalikan oleh pemerintah dan tidak dijalankan dengan serius oleh PT. FI,” tegas Rofi Munawar dalam keterangan pers yang dikirimkan pada hari Rabu, (22/2/2017) di Jakarta.
Legislator Asal Jawa Timur ini menambahkan, sikap Pemerintah dalam menegakan UU Minerba harus konsisten dan selaras dengan semangat pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat Indonesia. Pemerintah disisi lain harus memastikan, bahwa proses pengembangan sumber daya alam yang ada melibatkan tenaga kerja lokal dan memberikan manfaat yang besar industri nasional.
Adapun kepada perusahaan kontrak karya (KK), Rofi’ meminta mereka harus memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan peraturan yang ada dan road map yang jelas dalam renegoisasi kontrak.
“Proses renegoisasi kontrak karya antara Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia harus dilakukan secara transparan, sehingga ada kejelasan iklim investasi, keberlangsungan produksi, peningkatan pembelian barang dan jasa. Ada baiknya, kedua belah pihak berkomunikasi dan mendorong ruang publik untuk memonitoring setiap perubahan yang terjadi dalam koridor hukum yang berlaku,” ucap Rofi'i.
Dalam kesempatan rapat kerja (raker) pada hari selasa malam (21/2/2017) Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM melalui Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dan PT Freeport Indonesia untuk melakukan pembicaraan yang komprehensif dan intensif guna mencari solusi yang terbaik yang berkeadilan ekonomi terkait PT Freeport Indonesia. Harus ada itikad baik dari PT FI terkait klausul divestasi saham dan pengembangan smelter, karena sesungguhnya itu merupakan amanat UU Minerba.
“Kami juga meminta agar PT FI segera melaporkan kondisi operasional dan ketenagakerjaan sehingga tidak diperlukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan PT FI. Jangan karena alasan operasional, PT FI seringkali mengancam akan merumahkan ribuan karyawannya. Padahal sudah sepantasnya perusahaan itu punya formula yang bijak terhadap pengelolaan karyawan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah No 1/2017 menawarkan kepada semua pemegang Kontrak Karya yang belum melakukan hilirisasi (membangun smelter) untuk mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK. Sesuai Pasal 102-103 UU No 4/2009, perusahaan akan tetap mendapat izin melakukan ekspor konsentrat dalam jangka waktu 5 tahun sejak PP No 1/2017 diterbitkan. Namun tetap diwajibkan membangun smelter dalam jangka waktu 5 tahun. Progres pembangunan smelter akan diverifikasi oleh verifikator independen setiap 6 bulan. Jika progres tidak mencapai minimal 90 persen dari rencana maka rekomendasi ekspor akan dicabut.
Pemerintah memberikan masa waktu untuk PTFI memikirkan hal-hal ini selama enam bulan sejak izin ekspor diberikan, yakni sejak Jumat lalu (17/2/2017), sembari menyesuaikan aturan dengan UU yang ada.
Baca Juga: YLKI Kritik Jonan Bandingkan Freeport dengan Industri Rokok
Namun demikian, PTFI tetap bersikeras mempersingkat masa berpikir ulang terhadap seluruh aturan pemerintah dan memberi waktu kepada pemerintah untuk mempertimbangkan keberatan PTFI selama 120 hari.
Berita Terkait
-
YLKI Kritik Jonan Bandingkan Freeport dengan Industri Rokok
-
Kadin Berharap Ketegangan RI dan Freeport Tak Kontra Produktif
-
Kontribusi Freeport Rp9 Triliun Per Tahun Dikritik Minim
-
GP Ansor Dukung Pemerintah Caplok 51 Persen Saham Freeport
-
Pemuda Muhammadiyah Minta Pemerintah Jangan Kalah dengan Freeport
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
Terkini
-
Ramalan Menkeu Purbaya Jitu, Ekonomi Kuartal III 2025 Melambat Hanya 5,04 Persen
-
OJK: Generasi Muda Bisa Bantu Tingkatkan Literasi Keuangan
-
Rupiah Terus Amblas Lawan Dolar Amerika
-
IHSG Masih Anjlok di Awal Sesi Rabu, Diproyeksi Bergerak Turun
-
Sowan ke Menkeu Purbaya, Asosiasi Garmen dan Tekstil Curhat Importir Ilegal hingga Thrifting
-
Emas Antam Merosot Tajam Rp 26.000, Harganya Jadi Rp 2.260.000 per Gram
-
BI Pastikan Harga Bahan Pokok Tetap Terjaga di Akhir Tahun
-
Hana Bank Ramal Dinamika Ekonomi Dunia Masih Panas di 2026
-
Trend Asia Kritisi Proyek Waste to Energy: Ingatkan Potensi Dampak Lingkungan!
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?