Suara.com - Perum Badan Urusan Logistik mengakui penyerapan beras petani yang dilakukan pihaknya memang tidak besar. Kondisi ini disebabkan regulasi yang memang hanya memperbolehkan Bulog membeli beras petani ketika harganya lebih rendah dari Harga Pembelian Pemerintah.
"Stok beras sekitar 700 ribu ton dimana beras medium sekitar 500 ribu lebih dan beras premium hampir 200 ribu ton," kata Sekretaris Perusahan Bulog, Siti Kuwati, saat dihubungi Suara.com, Kamis (8/3/2018).
Siti menegaskan selama ini, penyerapan beras Bulog setiap tahun sekitar 5 persen dari total produksi seluruh Indonesia. "Kemungkinan lebih besar dari nilai tersebut karena beberapa sumber menyebutkan bahwa data produksi beras cenderung overestime Atau lebih tinggi dari yang terjadi di lapangan," ujarnya.
Kecilnya penyerapan beras Bulog, menurut Siti karena aturan memang mengharuskan demikian.Menurutnya, dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, Bulog ditugasi menyerap beras ketika harga di petani sama atau lebih rendah dari harga yang ditetapkan pemerintah atau HPP.
"Ketika harga di petani sudah mahal berarti kan petani logikanya aman, jerih payahnya dihargai. Kualitas beras yang diserap Bulog juga ditetapkan melalui Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 2015 itu," tuturnya.
Dengan demikian, bagi produsen beras atau para petani, Bulog berfungsi sebagai penyangga harga, yang apabila harga sudah diatas HPP maka tugas Bulog disisi produsen sudah cukup karena produsen (petani) sudah terlindungi harganya. Intinya tugas Bulog bukan untuk menyerap pada saat harga sudah diatas HPP.
Berdasarkan data BPS, rata-rata nasional sepanjang tahun 2017 harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani berkisar Rp 4.308-Rp 4.995 per kg, dan GKG di tingkat penggilingan berkisar Rp 5.313-Rp 5.689 per kg. Sedangkan beras medium di tingkat penggilingan sepanjang tahun 2017 yaitu berkisar di harga Rp 8.654-Rp 9.526 per kg.
Adapun pada bulan Januari 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga rata-rata nasional GKP tingkat petani Rp 5.415 per kg, GKG tingkat penggilingan Rp 6.099 per kg dan beras medium di tingkat penggilingan Rp 10.177 per kg.
Berita Terkait
-
Air Beras Solusi Ampuh untuk Kecantikan Wajah, Simak Cara Pembuatannya!
-
Mendagri Tito Jelaskan Duduk Perkara Pemkot Medan Kembalikan Bantuan Beras 30 Ton ke UAE
-
Harga Pangan Bergerak Turun Hari Ini, Cabai hingga Beras Ikut Melunak
-
Pemerintah Tegaskan Tak Ada Impor Beras untuk Industri
-
Pengamat Ungkap Untung-Rugi Jika Bulog dan Bapanas Disatukan
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- 7 Rekomendasi Lipstik untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Cocok Jadi Hadiah Hari Ibu
- 5 Mobil Kencang, Murah 80 Jutaan dan Anti Limbung, Cocok untuk Satset di Tol
- 4 HP Flagship Turun Harga di Penghujung Tahun 2025, Ada iPhone 16 Pro!
- 5 Moisturizer Murah yang Mencerahkan Wajah untuk Ibu Rumah Tangga
Pilihan
-
Bank Sumsel Babel Dorong CSR Berkelanjutan lewat Pemberdayaan UMKM di Sembawa Color Run 2025
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
Terkini
-
Babak Baru Industri Kripto, DPR Ungkap Revisi UU P2SK Tegaskan Kewenangan OJK
-
Punya Kekayaan Rp76 M, Ini Pekerjaan Ade Kuswara Sebelum Jabat Bupati Bekasi
-
DPR Sebut Revisi UU P2SK Bisa Lindungi Nasabah Kripto
-
Hotel Amankila Bali Mendadak Viral Usai Diduga Muncul di Epstein Files
-
Ekspansi Agresif PIK2, Ada 'Aksi Strategis' saat PANI Caplok Saham CBDK
-
Tak Ada Jeda Waktu, Pembatasan Truk di Tol Berlaku Non-stop Hingga 4 Januari
-
Akses Terputus, Ribuan Liter BBM Tiba di Takengon Aceh Lewat Udara dan Darat
-
Kepemilikan NPWP Jadi Syarat Mutlak Koperasi Jika Ingin Naik Kelas
-
Kemenkeu Salurkan Rp 268 Miliar ke Korban Bencana Sumatra
-
APVI Ingatkan Risiko Ekonomi dan Produk Ilegal dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok