Suara.com - Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong petani menggunakan pestisida nabata guna mewujudkan pembangunan pertanian yang ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan ketertarikan masyarakat mengunakan produk-produk atau sarana pertanian yang bebas dari residu pestisida kimiawi semakin bertambah.
Kepala Sub Direktorat Dan Kelembagaan Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT), Direktorat Jenderal Tanaman Kementan, Batara Siagiaan mengatakan, penggunaan pestisida nabati diyakini menjadi primadona baru yang akan semakin banyak diminati pemanfaatannya oleh petani. Biaya produksi pertanian lebih rendah saat menggunakan pestisida nabati, ketimbang ketika menggunakan pestisida sintetis.
"Pestisida nabati dapat dibuat secara mandiri menggunakan bahan-bahan alami di sekitar lingkungan rumah, persawahan, dan kebun warga. Hal tersebut membuat biaya produksi pestisida nabati menjadi sangat minim bila dibandingkan biaya ketika harus membeli pestisida sintetis," katanya, di Jakarta, Minggu (20/10/2019).
Ia menegaskan, pemanfaatan pestisida nabati harus didorong sebagai bagian dari upaya mengurangi resistensi produk yang berlebihan atas residu kimia sintetis. Standar dan proses produksi atas pestisida nabati harus dibangun dengan tetap fokus pada efektivitas produk pestisida nabati dalam menangani OPT
"Hal ini sekaligus meningkatkan efisiensi melalui pemanfaatan bahan di lingkungan," tegas alumni IPB tersebut.
Sementara itu, Koordinator Satuan Pelayanan Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Wilayah IV Bandung, Wargiman menyatakan, sosialisasi pemanfaatan dan penggunaan pestisida nabati kepada petani-petani terus dilakukan oleh para Petugas Pengendali OPT (POPT) di lapangan.
"Harapan kami, akan semakin banyak petani yang beralih menggunakan pestisida nabati daripada pestisida sintetis. Dengan demikian prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang lebih ramah lingkungan semakin banyak diterapkan," ungkapnya.
Penggunaan pestisida nabati, lanjutnya, merupakan salah satu komponen dari PHT, yang diyakini mampu menekan populasi OPT sampai pada level yang tidak merugikan secara ekonomis. Dengan demikian, produksi tetap berada pada level tinggi.
"Serta secara ekonomis menguntungkan dan aman terhadap lingkungan," ujarnya.
Baca Juga: Kementan : Pencegahan Alih Fungsi Pertanian Jadi Tanggung Jawab Bersama
Sementara itu, POPT Balai Besar Peramalan OPT di Jatisari, Anton Yuslianto mengungkapkan, ada beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati. Di antaranya adalah Babadotan/Bandotan (Ageratum conyzoides L.), Bengkuang (Pachyrrhyzus erosus Urban), Selasih Ungu (Ocimum sanctum), Tuba (Derrs eliptica (Roxb)Benth), Daun wangi (Melaleuca bracteata L), Mimba (Azadirachta indica A.Juss), Serai (Andropogon nardus L.).
"Untuk dapat memperoleh bahan aktif pengendali OPT yang terdapat dalam tanaman secara maksimal, disamping dengan cara penambahan zat pelarut Etanol atau alkohol 70 persen dapat ditambahkan pula zat pengemulsi, yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah bahan aktif yang terkandung dalam bahan nabati yang dapat berfungsi untuk mengendalikan OPT, " sebutnya.
Anton menjelaskan, cara membuat pestisida nabati cukup sederhana, yaitu bahan tumbuhan ditumbuk kemudian di bilas setelah itu digiling. Kemudian bahan tumbuhan yang sudah ditumbuk/digiling, dicampur air dengan perbandingan 75 hingga 100 gram bahan tumbuhan bentuk daun atau 25 hingga 50 gram bentuk umbi, buah dan/atau biji, dalam 1(satu) liter air, tambahkan 10 ml metanol / etanol / alkohol 70 % (sebagai pelarut) dan 2(dua) gram deterjen (sebagai pengemulsi ) kedalam larutan tersebut pada alat pembuat ekstrak (blender).
"Biarkan ekstrak tersebut selama 30 menit, kemudian lakukan penyaringan," bebernya.
"Dilihat dari bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan pestisida nabati dapat dipastikan tidak akan terjadi residu bahan aktif yang besar sehingga aman bagi lingkungan," pinta Anton.
Berita Terkait
-
Kementan dan Bappenas Siap Wujudkan Pertanian Berkelanjutan
-
Indonesia Perkuat Komitmen Dekade PBB Pertanian Keluarga 2019 - 2028
-
Ubi Jalar Karanganyar Untung Besar dan Ekspor ke Korea
-
Program Serasi di Kalimantan Selatan Siap Dukung Pangan Ibu Kota Baru
-
Ramah Lingkungan, Aksi Remaja Belanja Pakai Karung Beras Ini Jadi Sorotan
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
Terkini
-
Pemerintah Kucurkan Bantuan Bencana Sumatra: Korban Banjir Terima Rp8 Juta hingga Hunian Sementara
-
Apa Itu MADAS? Ormas Madura Viral Pasca Kasus Usir Lansia di Surabaya
-
Investasi Semakin Mudah, BRI Hadirkan Fitur Reksa Dana di Super Apps BRImo
-
IPO SUPA Sukses Besar, Grup Emtek Mau Apa Lagi?
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
BUMN Infrastruktur Targetkan Bangun 15 Ribu Huntara untuk Pemulihan Sumatra
-
Menpar Akui Wisatawan Domestik ke Bali Turun saat Nataru 2025, Ini Penyebabnya
-
Pemerintah Klaim Upah di Kawasan Industri Sudah di Atas UMP, Dorong Skema Berbasis Produktivitas
-
Anggaran Dikembalikan Makin Banyak, Purbaya Kantongi Rp 10 Triliun Dana Kementerian Tak Terserap
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga