Ia mengungkapkan, jika KSSK memutuskan untuk menjadikan bank BUMN sebagai bank penyangga likuiditas, mau tidak mau bank Himbara harus bisa menilai apakah bank penerima likuiditas tersebut layak untuk menerima likuiditas atau tidak.
Namun yang dikhawatirkan adalah, apabila ke depan terdapat masalah pada bank penerima likuiditas, tentu yang harus bertanggung jawab disini adalah bank penyangga likuiditas yang dalam hal ini yaitu bank BUMN.
"Sekarang yang ditempuh adalah menggunakan bank Himbara sebagai bank perantara, disebut sebagai bank anchor. Kenapa harus melalui bank anchor? Kalau itu yang dilakukan, pertanyaannya likuiditas bank himbara sumbernya darimana? Kemungkinan besar dari pemerintah. Pengaturan dan pengawasan tetap di OJK, tapi nanti kalau ada apa-apa yang akan diminta pertanggung jawaban adalah pejabat bank Himbara. Inikan politisasi," tambahnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai, rencana KSSK yang menunjuk bank Himbara untuk menjadi bank penyangga likuiditas sebagai langkah untuk menghadapi dampak dari pandemi virus Corona (Covid-19) sama saja melempar tanggung jawab.
"Jika bank Himbara melakukan tugas pinjaman likuiditas, maka tugas tersebut bertentangan dengan UU PPKSK dan Perppu Nomor 1 Tahun 2020,” kata Heri.
Sekadar informasi, di dalam Perppu tersebut tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Menurut politisi Partai Gerindra itu, di sini jelas dibicarakan tentang stabilitas sistem keuangan yang merupakan ranah dan tupoksinya KSSK.
Dirinya menegaskan, tidak ada dasar hukumnya bagi KSSK melibatkan bank-bank Himbara dalam masalah ini, karena bank Himbara bukanlah anggota KSSK.
Kalau bank Himbara mendapatkan likuiditas yang digelontorkan dari Kemenkeu melalui BI, itu wajar karena Himbara milik negara. Untuk itu, sebaiknya KSSK tidak mengorbankan bank Himbara sebagai penyangga likuiditas bagi perbankan yang kesulitan likuiditas akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Himbara Jadi Penyangga Likuiditas, Andre Rosiade: OJK Ngapain Dong?
“Satu contoh saja, Bank Mandiri yang menjadi salah satu ikon bank milik negara beraset lebih dari Rp 1.300 triliun. Kalau Mandiri jadi penyangga likuiditas bank sistemik yang kesulitan likuiditas, apakah sanggup menilai asetnya? Bagaimana fungsi kontrol dan pengawasan Bank Mandiri kepada perbankan yang kesulitan likuiditas tersebut? Kalau terjadi sesuatu bagaimana? Apakah bank Himbara dipertaruhkan?," sambungnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
-
Menkeu Purbaya Pamer Topi '8%' Sambil Lempar Bola Panas: Target Presiden, Bukan Saya!
Terkini
-
Pemerintah Dorong Investasi Lab & Rapid Test Merata untuk Ketahanan Kesehatan Nasional
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Transaksi Belanja Online Meningkat, Bisnis Logistik Ikut Kecipratan
-
Regulator Siapkan Aturan Khusus Turunan UU PDP, Jamin Konsumen Aman di Tengah Transaksi Digital
-
Kredit BJBR Naik 3,5 Persen, Laba Tembus Rp1,37 Triliun
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
MedcoEnergi Umumkan Pemberian Dividen Interim 2025 Sebesar Rp 28,3 per Saham
-
Penyeragaman Kemasan Dinilai Bisa Picu 'Perang' antara Rokok Legal dan Ilegal
-
Meroket 9,04 Persen, Laba Bersih BSI Tembus Rp 5,57 Triliun di Kuartal III-2025