Suara.com - Hanya 43 persen petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi dari total usulan kebutuhan yang diajukan petani dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir.
Berdasarkan usulan sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dari seluruh daerah, kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2021 mencapai 23,4 juta ton dengan luas lahan baku 7,46 juta hektar.
Sementara kemampuan APBN 2021 hanya mampu memenuhi sekitar 9 juta ton kebutuhan pupuk bersubsidi ditambah 1,5 juta liter pupuk organik cair.
Besarnya perbedaan antara kebutuhan dengan alokasi pupuk bersubsidi ini berpotensi terjadinya kelangkaan pupuk subsidi tahun ini.
"Kalau RDKK kan seluruh petani memang disuruh membuat dari luas lahan baku yang ada. Tapi yang perlu diingat, bahwa yang berhak mendapat subsidi maksimal luasan 2 hektar. Dari pengajuan RDKK itu, yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi hanya 43 persen," kata Winarno, ditulis Kamis (28/1/2021).
Menurut Winarno, kebutuhan pupuk subsidi yang mencapai 23,4 juta ton tersebut belum sepenuhnya diverifikasi oleh Kementerian Pertanian jika dilihat dari ketentuan penerima pupuk bersubsidi.
Dalam Permentan Nomor 1 Tahun 2020, pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani, pekebun, peternak yang mengusahakan lahan dengan total luasan maksimal 2 (dua) hektar.
Winarno menjelaskan, bahwa dari pengajuan RDKK tersebut, hanya 43 persen saja atau sekitar 10 juta ton kebutuhan pupuk subsidi yang diperlukan bagi petani dengan luas garapan maksimal 2 hektar.
Baca Juga: Perhepi : Petani Masih Akan Kekurangan Pupuk Subsidi Tahun Ini
Selain itu, dalam pengajuan RDKK, terjadi pembulatan luas garapan. Contohnya, petani yang memiliki luas garapan lahan 0,37 hektar dibulatkan dalam RDKK menjadi 1 hektar, sehingga memudahkan dalam pembagian atau distribusi pupuk di kios.
Berdasarkan realisasinya, Winarno menyebutkan bahwa rata-rata penyerapan pupuk bersubsidi pada 2014--2020 setiap tahunnya hanya mencapai 8,9 juta ton.
PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku produsen dan BUMN yang ditugaskan dalam penyaluran pupuk bersubsidi, juga memiliki kapasitas produksi hingga 14 juta ton setiap tahunnya.
"Dengan alokasi pupuk subsidi sebesar 9 juta ton, Pupuk Indonesia masih memiliki stok 5 juta ton untuk pupuk non subsidi, sehingga seharusnya tidak terjadi kelangkaan," kata Winarno.
Ia menambahkan bahwa kelangkaan pupuk subsidi pada tahun 2020 terjadi karena turunnya alokasi pupuk subsidi menjadi hanya 7,9 juta ton. Namun demikian, pada September 2020, Kementerian Pertanian menambah alokasi pupuk subsidi sebesar 1 juta ton sehingga total subsidi tahun 2020 menjadi 8,9 juta ton. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
LPDB Koperasi Akselerasi Penyelesaian Dana Bergulir di Provinsi Bali
-
Dongkrak Produksi Minyak di Papua, SKK Migas dan Petrogas Mulai Injeksi Kimia di Lapangan Walio
-
Menperin Minta Insentif Otomotif ke Menkeu
-
Barcelona dan BRI Kolaborasi, Bayar Cicilan di BRImo Bisa Ketemu Lamine Yamal
-
IHSG Menutup 2025 di Level Tertinggi, OJK Buka Rahasia Pasar Modal RI yang Solid
-
Catatan Akhir Tahun, Aktivitas Industri Manufaktur RI Melambat
-
Cicilan HP ShopeePayLater vs Kredivo, Mana yang Lebih Murah
-
Pemerintah Tegaskan Impor Daging Sapi untuk Industri Bukan Kosumsi Masyarakat
-
Catatan Akhir Tahun: Waspada Efek 'Involusi' China dan Banjir Barang Murah di Pasar ASEAN
-
Pencabutan Insentif Mobil Listrik Perlu Kajian Matang di Tengah Gejolak Harga Minyak