Suara.com - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendalami laporan yang menyebut 60 persen produk Nestle tidak sehat.
Ketua Komisi Advokasi BPKN, Rolas B Sitinjak mengatakan, tak menutup kemungkinan ada merek-merek dari perusahaan lainnya yang akan didalami BPKN. Sebab, ini menyangkut kesehatan dan keselamatan konsumen.
BPKN RI terus melakukan pendalaman terkait isu yang menerpa Nestle dan tidak tertutup kemungkinan untuk merek-merek perusahaan lainnya," tutur Rolas dalam keterangannya di Jakarta, Senin, (21/6/2021).
Rolas menjelaskan, pengaturan terkait pangan dan keamanan pangan sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang 18 tahun 2012 tentang Pangan yang diturunkan dalam Peraturan Pemerintah 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan. Kemudian BPOM mengeluarkan petunjuk teknis dalam bentuk Peraturan Badan POM Nomor 22 tahun 2019 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan.
Rolas menjelaskan, pencantuman kandungan Gula-Garam-Lemak (GGL) di dunia juga sudah ditetapkan dalam panduan “Guidelines on Nutrition Labelling” yang dikeluarkan oleh Codex Allimentarius Commission (komisi yang dibentuk dari kerjasama FAO-WHO).
Namun, menurut Rolas, panduan ini tentunya perlu dipahami sebagai bagian dari pola konsumsi secara keseluruhan. Misalnya batas maksimum konsumsi Gula yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan 30 tahun 2013 pada pasal 4 ayat (2) terkesan hanya menyampaikan potensi risiko konsumsi gula lebih dari 50 gram per hari. Ini kemudian diterjemahkan bahwa penggunaan kandungan gula pada pangan olahan yang diperbolehkan oleh regulasi adalah maksimum 50 gram per hari.
"Ini tentu berpotensi bias, karena konsumsi gula maksimum per hari berbeda pada setiap kelompok umur, kultur, pola konsumsi, dan tentunya gaya hidup," ucapnya.
Sementara tahun 2015, WHO sudah mengeluarkan batas maksimum konsumsi gula orang dewasa kurang 10 persen dari total konsumsi energi dan rekomendasi yang dianjurkan berikutnya (strongly recommended) adalah kurang dari 5 persen dari total konsumsi energi.
Rolas menambahkan, misalnya di Indonesia, mengikuti Permenkes 30 tahun 2013, dengan konsumsi tidak melebihi 50 gram per hari, dan perusahaan memproduksi pangan olahan dengan kandungan di bawah 50 gram (bisa 5 gram, bisa 7 gram, bisa juga 20 gram, dan sebagainya), maka tidak melanggar regulasi yang ada. Namun demikian, konsumsi pangan olahan dengan kandungan gula tertentu tidak memberikan informasi yang jujur terkait kelebihan konsumsi yang bisa dilakukan oleh masyarakat.
Baca Juga: Pengusaha Kecil Desak BPOM Laporkan Penyebar Hoaks Galon Guna Ulang ke Aparat
"Padahal kandungan yang dimaksud dalam label pangan tesebut bisa saja bermakna dalam 1 bungkus kemasan, bisa juga dalam 1 potong dalam kemasan. Belum persoalan lain adalah budaya konsumsi nasi di Indonesia (pagi, siang dan malam)," imbuh Rolas.
Dengan demikian, probabilitas konsumsi gula berlebih bagi masayarakat Indonesia sangatlah tinggi.
"Ini yang menjadi perhatian serius BPKN RI, sehingga BPKN terus melakukan penelusuran dan menunggu respon dari pemangku kepentingan lainnya seperti BPOM, Kementerian Kesehatan untuk selanjutnya kami finalkan dalam bentuk
rekomendasi kepada bapak Presiden," lugasnya.
Sebelumnya, Financial Times melaporkan tentang dokumen presentasi internal perusahaan Nestle yang menyinggung tentang kondisi kesehatan produk-produk makanan dan minuman Nestle. Berdasarkan dokumen itu, Financial Times menyebutkan bahwa lebih dari 60 persen produk Nestle tidak sehat.
Selain itu, diketahui hanya 37 persen dari produk makanan dan minuman Nestle yang memperoleh rating atau bintang di atas 3,5 dari Australia Health Rating System. Rating ini merupakan ambang batas untuk mengakui kesehatan sebuah produk makanan dan minuman.
Sistem rating dengan poin maksimal 5 ini disebut telah digunakan sebagai rujukan dalam penelitian-penelitian yang dilakukan oleh lembaga internasional, salah satunya seperti Access to Nutrition. Bahkan Nestle sendiri disebut mengakui tentang rating kesehatan dengan poin 3,5 itu. Selain itu, di dokumen tersebut, tertulis beberapa produk
perusahaan tidak akan pernah sehat meski dilakukan banyak ‘pembaruan’.
Berita Terkait
-
Produk Nestle Tidak Sehat tapi Dapat Izin Edar, Ini Penjelasan BPOM
-
60 Persen Produk Nestle Tidak Sehat Kok Dapat Izin Edar, Ini Penjelasan BPOM
-
Mayoritas Produknya Disebut Tidak Sehat, Nestle Buka Suara
-
Produk Nestle Dikabarkan Tak Sehat, Kemendag: Masih Aman Lolos Uji BPOM
-
Nestle Bongkar 60 Persen Produk Makanan dan Minumannya Tidak Aman dan Tidak Sehat
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
PLN Jamin Ketersediaan SPKLU demi Kenyamanan Pengguna Kendaraan Listrik Sepanjang Nataru
-
Kapitalisasi DRX Token Tembus Rp2,4 Triliun, Proyek Kripto Lokal Siap Go Global
-
Saham Emiten Keluarga Bakrie Mulai Bangkit dari Kubur
-
Eks Tim Mawar Untung Budiharto Kini Bos Baru Antam
-
Sempat Rusak Karena Banjir, Jasa Marga Jamin Tol Trans Sumatera Tetap Beroperasi
-
Banyak Materai Palsu di E-Commerce, Pos Indonesia Lakukah Hal Ini
-
Mendag Dorong Pembentukan Indonesia Belarus Business Council
-
Tekanan Jual Dorong IHSG Merosot ke Level 8.649 Hari Ini
-
Bank Mega Syariah Luncurkan Program untuk Tingkatkan Frekuensi Transaksi
-
Pertemuan Tertutup, Prabowo dan Dasco Susun Strategi Amankan Ekonomi 2025 dan Pulihkan Sumatera