Suara.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menggodok revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan mengundang reaksi.
Pasalnya, revisi ini dinilai tidak tepat apabila dilakukan pada situasi pandemi karena akan semakin memperburuk kondisi petani tembakau
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) menyayangkan rencana revisi PP No 109/2012 tersebut.
“Harusnya pemerintah memberikan angin segar kok malah mau membunuh petani tembakau, mayoritas petani tembakau merupakan warga Nahdliyin. Mereka akan sangat terdampak,” ungkap Abdullah peneliti Lakpesdam PBNU seperti dikutip Selasa (22/6/2021).
Disampaikan Abdullah, petani merupakan kelompok paling rentan yang harus dilindungi di industri hasil tembakau terutama di masa Covid-19. Ia mengatakan petani harus dipikirkan ketimbang merevisi PP 109 yang tidak ada relevansinya sama sekali.
Seperti diketahui, sejumlah organisasi antitembakau terus mendorong Pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi PP 109 di tahun ini. Di sisi lain, pelaku industri hasil tembakau menilai langkah tersebut akan berdampak sistemik secara keseluruhan di IHT dan turunannya.
“Petani tembakau sebelumnya saja sudah menjerit. Kalau direvisi peluang mereka semakin sempit ya semakin nyungsep,” kata Abdullah.
Abdullah menegaskan kebijakan yang diambil ke depan harus berpihak pada petani.
Sebelumnya sejumlah asosiasi di IHT seperti RTMM, GAPPRI dan Gaprindo juga kompak menyatakan penolakannya terhadap revisi PP 109 yang dianggap akan mematikan industri tembakau yang selama ini telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
Baca Juga: APVI: Produk HPTL Perlu Diatur Berbeda dari Rokok
Diketahui, IHT telah menciptakan multiplier effect dan memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi nasional. Serapan tenaga kerja di industri ini sebesar 6,4 persen terhadap seluruh pekerja industri manufaktur.
Sektor ini memberi dampak yang signifikan bagi ekonomi dengan rantai pasok hulu-hilirnya yang berada di Indonesia. Saat ini, IHT menghadapi tantangan yang berat, termasuk tekanan regulasi dan upaya pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
-
6 HP Tahan Air Paling Murah Desember 2025: Cocok untuk Pekerja Lapangan dan Petualang
Terkini
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Cara Transfer Saham di Stockbit dari Sekuritas Lain
-
Bangunan Tercemar Radioaktif, Bapeten Pertimbangkan Pindahkan Warga di Cikande Secara Permanen
-
BRI 130 Tahun: Menguatkan Inklusi Keuangan dari Desa ke Kota
-
PLTN Ditargetkan Beroperasi 2032, Aturan tentang Badan Operasional Tinggal Tunggu Persetujuan
-
Menko Airlangga Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Capai 5,6 Persen di Tengah Bencana
-
Pemerintah Masih Punya PR, 9 Juta KPM Belum Terima BLT Rp 900.000
-
1.000 UMKM Tebar Diskon, Mendag Pede Transaksi Harbolnas Capai Rp 17 Triliun
-
Menkeu Purbaya Wanti-wanti Banjir Sumatra Ancam Pertumbuhan Ekonomi RI
-
Alasan Pemerintah Tetap Gelar Harbolnas di Tengah Isu Daya Beli Lemah