Suara.com - Meski ekonomi diprediksi membaik pada tahun 2022, pemerintah mengaku akan terus berhati-hati terhadap risiko ketidakpastian yang masih tinggi, baik itu yang berasal dari tidak meratanya pemulihan ekonomi secara global maupun risiko ketidakpastian penanganan pandemi.
Lantaran itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, APBN 2022 dirancang antisipatif, responsif, dan fleksibel sebagai instrumen pemulihan ekonomi dan menghadapi berbagai ketidakpastian ke depan.
"Hal ini tercermin dari kebijakan fiskal 2022 yang countercyclical untuk mendorong kesiapan sistem kesehatan, pemulihan ekonomi masyarakat dan melanjutkan reformasi struktural. Di saat yang sama, Pemerintah akan mengendalikan risiko fiskal agar keberlanjutan fiskal jangka panjang tetap dapat dijaga," kata Febrio dalam keterangan persnya, Rabu (18/8/2021).
Dia menambahkan pemerintah akan konsisten dalam menjadikan APBN sebagai instrumen pemulihan sejak awal pandemi.
Capaian strategi penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 yang mencapai 7,07 persen.
"Penguatan pemulihan ekonom ini akan terus dijaga. Selain itu, agenda reformasi struktural untuk peningkatan produktivitas, daya saing investasi dan ekspor, penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan terus dilakukan," katanya.
Hal ini telah dimulai dengan implementasi UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur konektivitas dan untuk mendorong industrialisasi, serta penciptaan ekosistem hukum dan birokrasi yang kondusif bagi dunia usaha.
Dengan mempertimbangkan pemulihan dan reformasi struktural tersebut, asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN 2022 ditargetkan pada kisaran 5,0 persen- 5,5 persen.
Sementara itu, inflasi akan tetap dijaga pada tingkat 3 persen. Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp14.350 per US Dollar, dan suku bunga Surat Utang Negara 10 tahun diperkirakan sekitar 6,82 persen.
Baca Juga: Bakal Jadi Endemi, Tapi Kok Sri Mulyani Pangkas Anggaran Kesehatan Tahun Depan
Selanjutnya harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan berkisar pada 63 US Dollar per barel. Lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masing-masing mencapai 703.000 barel dan 1.036.000 barel setara minyak per hari.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
Bansos PKH Oktober 2025 Kapan Cair? Ini Kepastian Jadwal, Besaran Dana dan Cara Cek Status
-
Profil PT Cakra Buana Resources Energi Tbk (CBRE), Ini Sosok Pemiliknya
-
BRI Ajak Warga Surabaya Temukan Hunian & Kendaraan Impian di Consumer BRI Expo 2025
-
TikTok Dibekukan Komdigi Usai Tolak Serahkan Data Konten Live Streaming Demo
-
Maganghub Kemnaker: Syarat, Jadwal Pendaftaran, Uang Saku dan Sektor Pekerjaan
-
Perusahaan Ini Sulap Lahan Bekas Tambang jadi Sumber Air Bersih
-
2 Hari 2 Kilang Minyak Besar Terbakar Hebat, Ini 5 Faktanya
-
IHSG Tutup Pekan di Zona Hijau: Saham Milik Grup Djarum Masuk Top Losers
-
Maganghub Kemnaker Dapat Gaji Rp 3.000.000 per Bulan? Ini Rinciannya