Suara.com - Harga minyak dunia kembali anjlok pada perdagangan Kamis, karena laporan produksi Arab Saudi akan segera melampaui 10 juta barel per hari untuk pertama kalinya sejak awal pandemi Covid-19.
Mengutip CNBC, Jumat (5/11/2021) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional ditutup anjlok USD1,45 atau 1,8 persen menjadi USD80,54 per barel. Sebelumnya, Brent naik menjadi USD84,49 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate anjlok USD2,05, atau 2,5 persen menjadi menetap di posisi USD78,81 per barel, jauh dari level tertinggi sesi di USD83,42.
Sejak penutupan Selasa, Brent dan WTI masing-masing tergelincir sekitar 5 persen dan 6 persen.
Laporan peningkatan produksi minyak Arab Saudi diketahui dari TV Al Arabiya dimana OPEC dan sekutunya, setuju untuk tetap berpegang pada peningkatan produksi yang disepakati sebelumnya.
Organisasi tersebut sepakat untuk tetap berpegang pada rencana guna meningkatkan produksi minyak sebesar 400.000 barel per hari setiap bulan, kata narasumber, meski ada desakan dari Amerika Serikat untuk pasokan tambahan guna meredakan lonjakan harga.
Arab Saudi menolak seruan untuk peningkatan pasokan minyak yang lebih cepat dari OPEC Plus. Tetapi laporan TV Al Arabiya mengatakan Saudi akan mencapai 10 juta barel per hari pada Desember.
Stok minyak akan mengalami peningkatan "luar biasa" pada akhir 2021 dan awal 2022 karena konsumsi yang melambat, ungkap Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, Kamis.
Harga minyak, yang sebelumnya melambung lebih dari USD2 per barel, mulai memangkas kenaikan saat OPEC Plus bertemu.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Anjlok Lebih dari 3 Persen, Ini Pemicunya
"Posisi (spekulatif) yang besar sedang dimuat" sebelum OPEC , kata Bob Yawger, Direktur Mizuho.
Yawger mengatakan pedagang kemudian cenderung untuk menjual dan mengambil keuntungan daripada risiko bahwa pasar bisa tergelincir lebih jauh karena Gedung Putih menyerukan peningkatan produksi.
"Mereka lebih suka membukukan keuntungan dari pada terlihat terbakar oleh serangan balasan Biden," kata Yawger, merujuk pada Presiden Joe Biden.
Kamis, Gedung Putih mengkritik keputusan produsen minyak untuk menjaga produksi minyak tetap stabil, dengan mengatakan OPEC dan sekutunya tampaknya "tidak mau" menggunakan kekuatan mereka untuk membantu pemulihan ekonomi global.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
Terkini
-
LPDB Dorong Koperasi Pondok Pesantren Jadi Mitra Strategis Koperasi Desa Merah Putih
-
Minim Sentimen, IHSG Berakhir Merosot ke Level 8.618 Hari Ini
-
Rundown dan Jadwal Ujian CAT PPPK BGN 2025 18-29 Desember 2025
-
ESDM Mulai Jalankan Proyek Pipa Gas Dusem, Pasok Energi dari Jawa ke Sumatera
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Riset: Banyak Peminjam Pindar Menderita Gunakan Skema Pembayaran Tadpole
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Rupiah Terus-terusan Meloyo, Hari Ini Tembus Rp 16.700
-
Purbaya Umumkan APBN Defisit Rp 560,3 Triliun per November 2025, 2,35% dari PDB
-
BTN Catatkan Laba Bersih Rp 2,91 Triliun Hingga November 2025