Suara.com - Laju inflasi Indonesia mulai merangkak naik tinggi. Per Juni 2022, angka inflasi sudah mencapai 4,35 persen secara year on year (yoy), posisi ini merupakan yang tertinggi sejak lima tahun terakhir atau sejak 2017 silam.
Menanggapi hal ini, Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu masih santai-santai saja. Dia mengatakan, inflasi Indonesia pada Juni 2022 masih tergolong moderat dibandingkan dengan negara-negara lain.
“Dibandingkan dengan banyak negara di dunia, inflasi Indonesia masih tergolong moderat. Laju inflasi di Amerika Serikat dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir, masing-masing mencapai 8,6 persen dan 8,8 persen,” ujar Febrio dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (4/7/2022).
Menurutnya, laju inflasi yang tinggi juga terjadi di sejumlah negara berkembang, seperti Argentina dan Turki, dengan inflasi masing-masing mencapai 60,7 persen dan 73,5 persen.
“Pemerintah, melalui instrumen APBN, berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga,” jelas Febrio.
Pemerintah, lanjut Febrio, tetap terus memantau dan memitigasi berbagai faktor yang akan berpengaruh pada inflasi nasional, baik yang berasal dari eksternal maupun internal.
Dalam hal inflasi di Juni yang mengalami peningkatan, utamanya disebabkan oleh kenaikan harga pangan bergejolak (volatile food) yang signifikan mencapai 10,07 persen (yoy) (Mei 6,05 persen).
Untuk mengantisipasi kenaikan harga komoditas pangan, pemerintah secara konsisten berupaya menjaga agar peran APBN sebagai shock absorber dapat berfungsi optimal untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli masyarakat, serta menjaga pemulihan ekonomi.
Upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan di antaranya melalui pemberian insentif selisih harga minyak goreng, pelarangan sementara ekspor CPO dan turunannya untuk menjaga pasokan dengan harga terjangkau, serta mempertahankan harga jual BBM, LPG, listrik (administered price) tidak mengalami peningkatan.
Baca Juga: Ekonom Sebut Kenaikan Inflasi Masih Wajar, Beberkan Penyebabnya
“Ini semua diharapkan dapat menjaga kecukupan pasokan, kelancaran distribusi serta keterjangkauan harga pangan pokok sehingga dapat melindungi daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah,” katanya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 7 Mobil Bekas di Bawah Rp50 Juta untuk Anak Muda, Desain Timeless Anti Mati Gaya
- 7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah 50 Juta, Irit dan Bandel untuk Harian
- 5 Mobil Mungil 70 Jutaan untuk Libur Akhir Tahun: Cocok untuk Milenial, Gen-Z dan Keluarga Kecil
- 7 Sunscreen Mengandung Niacinamide untuk Mengurangi Flek Hitam, Semua di Bawah Rp60 Ribu
Pilihan
-
Nasib Sial Mees Hilgers: Dihukum Tak Main, Kini Cedera Parah dan Absen Panjang
-
5 HP dengan Kamera Beresolusi Tinggi Paling Murah, Foto Jernih Minimal 50 MP
-
Terungkap! Ini Lokasi Pemakaman Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi
-
BREAKING NEWS! Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi Wafat
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
Terkini
-
6.000 Karyawan Kena PHK, CEO Microsoft Lebih Berminat Gunakan AI
-
Tol Padaleunyi Terapkan Contraflow Selama 10 Hari Pemeliharaan Jalan, Cek Jadwalnya
-
4 Bansos Disalurkan Bulan November 2025: Kapan Mulai Cair?
-
Dukung FLOII Expo 2025, BRI Dorong Ekosistem Hortikultura Indonesia ke Pasar Global
-
Cara Cek Status Penerima Bansos PKH dan BPNT via HP, Semua Jadi Transparan
-
Puluhan Ribu Lulusan SMA/SMK Jadi Penggerak Ekonomi Wong Cilik Lewat PNM
-
Gaji Pensiunan PNS 2025: Berapa dan Bagaimana Cara Mencairkan
-
Inovasi Keuangan Berkelanjutan PNM Mendapatkan Apresiasi Berharga
-
Harga Emas Turun Hari ini: Emas Galeri di Pegadaian Rp 2,3 Jutaan, Antam 'Kosong'
-
Ekonom Bongkar Strategi Perang Harga China, Rupanya Karena Upah Buruh Murah dan Dumping