Suara.com - Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sebagai syarat mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dituding sebagai salah satu penyebab terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng sejak akhir 2021.
Hal tersebut dikatakan praktisi hukum Hotman Sitorus dalam keterangan persnya kepada media di Jakarta, Selasa (13/9/2022).
Hotman menjelaskan, Kewajiban DMO saat pengurusan Persetujuan Ekspor (PE) CPO sebagai pemenuhan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) akhirnya berujung tuduhan korupsi merupakan kekeliruan dalam memahaminya.
"Tuduhan korupsi PE minyak goreng berawal dari aturan pemerintah terkait dengan 20 persen kewajiban DMO, dan ketentuan harga penjualan di dalam negeri (DPO) atas komoditas CPO dan turunannya," ucap Hotman.
Menurut Hotman, sejatinya tuduhan korupsi dalam kasus minyak goreng dengan melanggar ketentuan Pasal 25 dan Pasal 54 ayat (2) huruf a, b, e, f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, telah menunjukkan adanya kekeliruan dalam memahaminya.
"Karena pasal tersebut sebenarnya mengatur pengendalian barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting yang menjadi tugas Pemerintah dan Pemerintah daerah untuk pengendalian ketersediaan barang di seluruh wilayah NKRI dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau," ujar Hotman.
Sehingga, pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkewajiban mendorong peningkatan dan melindungi produk barang kebutuhan pokok dan barang penting dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Hotman menjelaskan, sesuai penjelasan yang dimaksud dengan barang kebutuhan pokok adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat, seperti beras, gula, minyak goreng, mentega, daging sapi, daging ayam, telur ayam, susu, jagung, kedelai, dan garam beryodium.
Sedangkan yang dimaksud barang penting adalah barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional, seperti pupuk, semen, serta bahan bakar minyak dan gas. Sehingga, Pasal 54 ayat (2) pemerintah dapat membatasi ekspor.
Baca Juga: Eksepsi Lima Terdakwa Kasus Minyak Goreng Ditolak
“Jika diperhatikan dari ketentuan Pasal 25 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, maka ini adalah tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah, bukan tugas pelaku usaha,” tegasnya.
Jika pemerintah menghendaki pelaku usaha swasta untuk terlibat didalamnya tentunya semua dikembalikan kepada Pemerintah.
“Namun di Pasal 25 ini tidak serta merta pelaku usaha disalahkan karena pelaku usaha mengikuti ketentuan Pemerintah terutama terkait dengan pengurusan persetujuan ekspor. Apalagi jika kebijakan Permendag yang salah karena pelaku usaha sudah terikat kontrak dengan pihak importir yang mesti dipenuhi kewajibannya oleh perusahan dalam negeri,” kata Hotman.
Sehingga izin ekspor bisa dilarang, lanjutnya, karena Indonesia bisa dicap sebagai negara yang tidak taat hukum meskipun kegiatan ekspor-impor ini bersifat bisnis to bisnis.
Perusahaan eksportir akan mengalami klaim dari buyer/importir terlebih jika pemenuhan ekspor tersebut untuk pemenuhan sebelumnya. Disini tentu akan terjadi kerugian yang dialami oleh perusahaan eksportir dan penerimaan negara yang bersumber dari Pungutan Ekspor (PE), Biaya Keluar (BK) dan biaya lainnya yang nilainya cukup besar.
“Perubahan kebijkan yang berubah-ubah tentunya sangat berdampak kepada kondisi pemenuhan minyak goreng yang terjangkau dan pemenuhan perusahaan untuk ekspor,” jelasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Profil 3 Pelatih yang Dirumorkan Disodorkan ke PSSI sebagai Pengganti Kluivert
- 5 Pilihan Produk Viva untuk Menghilangkan Flek Hitam, Harga Rp20 Ribuan
- 5 Rekomendasi Mobil Sunroof Bekas 100 Jutaan, Elegan dan Paling Nyaman
- Warna Lipstik Apa yang Bagus untuk Usia 40-an? Ini 5 Rekomendasi Terbaik dan Elegan
- 5 Day Cream Mengandung Vitamin C agar Wajah Cerah Bebas Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Naik Setelah Berturut-turut Anjlok, Cek Detail Emas di Pegadaian Hari Ini
-
Cerita Danantara: Krakatau Steel Banyak Utang dan Tak Pernah Untung
-
Harga Emas Turun Empat Hari Beruntun! Galeri 24 dan UBS Hanya 2,3 Jutaan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
Terkini
-
Malaysia Incar Bisnis Franchise di Indonesia
-
PGN Dorong Pariwisata Borobudur, Integrasikan CNG dan Panel Surya di Desa Wisata
-
OJK dan BI Makin Kompak Perkuat Keuangan Digital
-
Cimb Niaga Catat Laba Rp 6,7 Triliun, Perusahaan Bakal Hati-hati Kelola Aset
-
Inovasi Keuangan Berkelanjutan PNM Raih Apresiasi Berharga
-
Laba Grup Astra Rp 243 T: ASII dan UT Kompak Buyback Saham Rp 4 Triliun
-
Harga Emas Naik Setelah Berturut-turut Anjlok, Cek Detail Emas di Pegadaian Hari Ini
-
Sepakat Beli dari Pertamina, BP-AKR Pastikan Kualitas Base Fuel RON 92 Sesuai Standar Perusahaan!
-
Gen Z dan Milenial Jadi Motor QRIS, BI Catat Pertumbuhan Transaksi Naik 162,7 Persen
-
Emiten Pengelola Limbah Ini Raup Pendapatan Rp148 Miliar di Kuartal III 2025