Suara.com - Sampah makanan kini menjadi masalah dunia karena memicu problem besar yang mengkhawatirkan, salah satunya karena bertanggungjawab atas 10% emisi gas rumah kaca yang membahayakan bumi, dan menjadi penyumbang signifikan terhadap krisis iklim.
“Sampah makanan yang membusuk di tempat pembuangan akhir merupakan sumber pencemaran dan perusakan lingkungan. Karena sampah tersebut menghasilkan bau dan gas metana yang dapat merusak lapisan ozon,” ujar Direktur Riset dan Inovasi, Universitas Prasetiya Mulya, Dr. Stevanus Wisnu Wijaya di Jakarta, dalam siaran tertulisnya.
Bappenas memperkirakan, emisi dari sampah jenis ini mencapai 1.702,9 metrik ton ekuivalen karbon dioksida. Jumlah ini setara dengan 7,29 persen emisi gas rumah kaca Indonesia.
Berbagai fakta tentang bahaya sampah makanan, menurut Wisnu, mendorong Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) bersama sejumlah kampus di dalam dan luar negeri berkolaborasi membentuk sebuah konsorsium proyek bernama In2Food.
“Konsorsium ini menjadi wadah untuk mengembangkan kolaborasi, inisiatif, dan ide dari berbagai disiplin ilmu untuk menciptakan aneka solusi bagi masalah sampah makanan,” kata pria yang juga pengajar di jurusan Digital Business Technology (Software Engineering) Prasmul itu.
Pada tahun ini, konsorsium In2Food yang terdiri dari Universitas Prasetiya Mulya, Universitas Katolik Parahyangan, Binus University, Universitas Pembangunan Jaya, Universitas Ma Chung, Ghent University, Tampere University, dan Hotelschool The Hague menggelar rangkaian acara untuk menjaring berbagai ide dan inisiatif manajemen sampah makanan. Acara yang digelar di Bali pada Agustus lalu itu diikuti oleh puluhan peserta dari universitas anggota konsorsium.
“Konsorsium In2Food merupakan proyek kolaborasi antardisiplin ilmu dari sejumlah kampus yang didanai oleh Erasmus+ CBHE Program Uni Eropa sejak 2021. Sejak tahun lalu kami telah menggelar berbagai seminar dan penelitian terkait masalah sampah makanan,” kata Wisnu.
Pada tahun ini, kegiatan yang diadakan In2Food banyak melibatkan mahasiswa, sepeti International Student Conference, International Summer School di mana mahasiswa mendapatkan beasiswa penuh dari Erasmus+ CBHE Program Uni Eropa.
Dalam konsorsium tersebut, setiap kampus datang dengan keunggulan masing-masing. Universitas Prasetiya Mulya, misalnya, mengunggulkan bidang teknologi digital. Secara internal, Wisnu menambahkan, Prasetiya Mulya sendiri sejak 2019 telah memperbarui sejumlah mata kuliah di kampus dengan memasukkan sudut pandang food waste management.
Baca Juga: Hyatt Regency Rayakan Hari Kartini, Gandeng Foodbank of Indonesia Gelar Kampanye Makan Tanpa Sisa
Inisiatif Manajemen Sampah Makanan Ala Mahasiswa Prasmul
Dalam perhelatan Food Waste to Finish (FWTF) Summer School Program ini Universitas Prasetiya Mulya mengirimkan lima mahasiswa perwakilan untuk beradu konsep dan merancang kolaborasi dengan peserta dari kampus lain. Kelima mahasiswa terpilih tersebut, menurut Wisnu, sebelumnya telah mengikuti seleksi di internal kampus.
“Setiap peserta dipilih dari latar belakang keilmuan berbeda, ada yang dari jurusan teknologi bisnis, software engineering, ekonomi bisnis, matematika terapan, bisnis teknologi pangan, dan jurusan bisnis,” kata Wisnu.
Acara FWTF sendiri digelar di Bali pada 14-27 Agustus. Selama itu, para peserta mengikuti berbagai rangkaian acara seperti diskusi, seminar, hingga presentasi konsep. Dalam acara ini, salah satu konsep usulan yang diusung mahasiswa Prasmul bersama peserta dari kampus lain terpilih sebagai usulan solusi terbaik. Konsep ini bernama “Ibu Foodies” yang diusung Ni Putu Mas Swandewi dari Program Studi Software Engineering.
Konsep ini, menurut Swan –panggilan Swandewi--, sebagai alat bantu pencegahan munculnya sampah makanan di tingkat rumah tangga.
“Aplikasi ini bisa membantu para ibu untuk mencatat dan merencanakan belanja mereka. Di dalamnya terdapat teknologi artificial intelligence yang berguna untuk memindai aneka jenis sayur yang dibeli pengguna. Nantinya aplikasi mobile ini dapat menentukan usia sayur tersebut, sehingga pengguna tidak akan membiarkan bahan makanannya membusuk dan menjadi sampah,” kata Swan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
6 Kasus Sengketa Tanah Paling Menyita Perhatian di Makassar Sepanjang 2025
-
6 HP Memori 128 GB Paling Murah Terbaru 2025 yang Cocok untuk Segala Kebutuhan
-
4 Rekomendasi Tablet RAM 8 GB Paling Murah, Multitasking Lancar Bisa Gantikan Laptop
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
Terkini
-
New Ethylene Project Diresmikan, Bahlil Curhat Proses Pembangunannya di Depan Prabowo!
-
KJP Plus Tahap II 2025 Cair untuk 707 Ribu Siswa DKI, Cek Nominalnya
-
23 Juta Peserta BPJS Kesehatan Nunggak Iuran, Bakal Dapat Pemutihan Semua?
-
4 Fakta Jusuf Kalla Geram, Tuding Rekayasa Mafia Tanah GMTD Lippo Group
-
Saham PJHB ARA Hari Pertama, Dana IPO Mau Dipakai Apa Saja?
-
PGN Mulai Bangun Proyek Injeksi Biomethane di Pagardewa
-
Qlola by BRI Bawa Revolusi Baru Pengelolaan Keuangan Digital, Raih Anugerah Inovasi Indonesia 2025
-
ReforMiner Institute: Gas Bumi, Kunci Ketahanan Energi dan Penghematan Subsidi!
-
Isi Pertemuan Prabowo, Dasco, dan Menkeu Purbaya Rabu Tadi Malam
-
Survei BI: Harga Properti Stagnan, Penjualan Rumah Kelas Menengah Turun