Suara.com - Harga minyak dunia merosot pada perdagangan hari Selasa, mengikuti kejatuhan aset berisiko lainnya, karena dolar bergerak menguat dan investor mengantisipasi lebih banyak kenaikan suku bunga bank sentral yang dirancang untuk meredam inflasi.
Mengutip CNBC, Rabu (21/9/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup anjlok USD1,38, atau 1,5 persen menjadi USD90,62 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate untuk kontrak pengiriman Oktober berakhir di posisi USD84,45, melorot USD1,28, pada hari kedaluwarsanya.
Kontrak November yang lebih aktif menyusut USD1,42 menjadi USD83,94 per barel.
Brent dan WTI berada di jalur untuk penurunan kuartalan terburuk dalam persentase sejak awal pandemi Covid-19. Brent menyentuh USD139 per barel pada Maret, level tertinggi sejak 2008.
Sebelumnya, Federal Reserve kemungkinan menaikkan suku bunga 75 basis poin lagi pada Rabu untuk mengendalikan inflasi. Ekspektasi tersebut membebani ekuitas, yang sering bergerak seiring dengan harga minyak.
Bank sentral lainnya, termasuk Bank of England, juga akan menggelar pertemuan minggu ini.
Suku bunga yang lebih tinggi mendukung dolar, yang tetap mendekati level tertinggi dua dekade terhadap rivalnya, Selasa, membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
"Pasar minyak terjebak di antara kekhawatiran penurunan dan harapan kenaikan. Kekhawatiran tersebut didorong oleh pengetatan moneter yang agresif di Amerika dan Eropa, yang meningkatkan kemungkinan resesi dan mungkin membebani prospek permintaan minyak," kata Giovanni Staunovo, analis UBS.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Makin Murah, Kini Dibandrol USD 85/Barel
Pasar minyak juga bereaksi terhadap konsumsi yang lemah dari Amerika Serikat dan China. Pengemudi di Amerika Serikat mengendarai lebih sedikit pada Juli dibandingkan bulan sebelumnya, penurunan bulanan kedua berturut-turut, karena harga BBM yang tinggi. Harga BBM eceran mundur dari puncaknya karena permintaan menyusut.
"Kita akan memasuki musim turnaround di sini, jadi ini bukan musim mengemudi atau musim pemanas selama enam hingga tujuh minggu ke depan," kata Yawger.
Sebuah dokumen dari Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin Rusia menunjukkan kelompok itu gagal mencapai target produksinya pada Agustus sebesar 3,58 juta barel per hari - sekitar 3,5 persen dari permintaan minyak global.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
-
Emas Hari Ini Anjlok! Harganya Turun Drastis di Pegadaian, Antam Masih Kosong
-
Pemilik Tabungan 'Sultan' di Atas Rp5 Miliar Makin Gendut
-
Media Inggris Sebut IKN Bakal Jadi Kota Hantu, Menkeu Purbaya: Tidak Perlu Takut!
Terkini
-
Kenapa Proyek Jalan Trans Halmahera Disebut Hanya Untungkan Korporasi Tambang?
-
Bertemu Wapres Gibran, Komite Otsus Papua Minta Tambahan Anggaran Hingga Dana BLT Langsung ke Rakyat
-
Sambut Bryan Adams Live in Jakarta 2026, BRI Sediakan Tiket Eksklusif Lewat BRImo
-
Proyek Waste to Energy Jangan Hanya Akal-akalan dan Timbulkan Masalah Baru
-
Geger Fraud Rp30 Miliar di Maybank Hingga Nasabah Meninggal Dunia, OJK: Kejadian Serius!
-
Laba PT Timah Anjlok 33 Persen di Kuartal III 2025
-
Kala Purbaya Ingin Rakyat Kaya
-
Didesak Pensiun, Ini Daftar 20 PLTU Paling Berbahaya di Indonesia
-
IHSG Berakhir Merosot Dipicu Aksi Jual Bersih Asing
-
Riset: Penundaan Suntik Mati PLTU Justru Bahayakan 156 Ribu Jiwa dan Rugikan Negara Rp 1,822 T